jpnn.com, JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat M Cholil Nafis menegaskan, kearifan lokal tidak bisa dijadikan sebagai dalih untuk melegalkan investasi minuman keras (miras).
"Tidak bisa atas nama kearifan lokal atau sudah lama ada, maka dipertahankan," kata Cholil kepada wartawan di Jakarta, Senin (1/3)
BACA JUGA: Polemik Perpres 10 Tahun 2021, Agus: Tanpa Miras, Tidak Ada Turis Datang
Hal ini dikemukakan Cholil saat menanggapi kebijakan pemerintah membuka aliran investasi untuk industri minuman keras beralkohol di beberapa provinsi.
"Saya secara pribadi menolak terhadap investasi miras meskipun dilokalisir menjadi empat provinsi saja," jelas Cholil.
BACA JUGA: Pernyataan Waketum MUI soal Perpres Investasi Miras
Menurut dia, pembukaan industri miras akan memberikan keuntungan kepada segelintir orang, namun akan menimbulkan kerugian besar bagi masa depan rakyat.
"Saya pikir harus dicabut kalau mendengarkan pada aspirasi rakyat, karena ini tidak menguntungkan untuk masa depan rakyat. Mungkin untungnya bagi investasi iya, tapi mudaratnya bagi investasi umat," jelas dia.
BACA JUGA: Gus Jazil Kritisi Kebijakan Jokowi soal Investasi Miras
Dia menyebut, saat ini meski ada pelarangan miras, tapi beberapa pihak masih melakukan pengedaran.
"Bagaimana dengan dilegalkan apalagi sampai eceran dengan dalih empat provinsi, tapi, kan, nyebar ke provinsi lain, karena hasil investasi tak sebanding dengan rusaknya bangsa ini," kata dia.
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas juga mengkritik kebijakan pemerintah yang membolehkan industri minuman keras.
"Kebijakan ini tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi," kata dia.
Dia memandang kebijakan pemerintah membuka aliran investasi untuk industri miras lebih mengedepankan kepentingan pengusaha daripada kepentingan rakyat.
"Fungsinya sebagai pelindung rakyat tentu tidaklah akan memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak serta akan menimbulkan kemafsadatan bagi rakyatnya," kata dia.
Seperti diketahui, menurut Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken pada 2 Februari 2021, industri minuman beralkohol dan minuman keras beralkohol merupakan bidang usaha yang bisa diusahakan oleh semua penanam modal yang memenuhi persyaratan.
Berdasarkan lampiran peraturan presiden yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu disebutkan, penanaman modal baru untuk industri minuman keras mengandung alkohol dan minuman mengandung alkohol bisa dilakukan di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia