Ketua YLBHI Menilai RUU PKS Perlu Segera Disahkan

Jumat, 03 September 2021 – 22:33 WIB
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati. Foto: ANTARA/Benardy Ferdiansyah/am.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati berharap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) perlu segera disahkan.

Harapan itu menyusul kian maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di berbagai daerah.

BACA JUGA: 5 Khasiat Ajaib Daun Binahong, Nomor 3 Pria Wajib Tahu

Satu di antaranya kasus pria berinisial MS yang diduga mengalami pelecehan seksual oleh rekan kerjanya di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.

Menurut Asfinawati, kasus pelecehan seksual selama ini sulit diusut tuntas, karena aparat beralasan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

BACA JUGA: Polisi Sebut 8 Aplikasi Ini Bisa Kuras Isi Rekening Bank Anda, Buruan Hapus!

"Perlu disahkan (RUU PKS), karena banyak laporan ke polisi ditolak dengan alasan tidak ada hukumnya," kata Asfin sapaan akrabnya, pada Jumat (3/9).

Alumnus Universitas Indonesia itu memahami ada pihak yang menolak RUU PKS karena definisi kekerasan seksual yang tidak jelas dan bisa berekses pada tafsir sepihak, yang dikhawatirkan dapat mengkriminalisasi kritik moral masyarakat atas perilaku menyimpang.

BACA JUGA: Kata Pemerkosaan Kabarnya Mau Diganti Jadi Pemaksaan Hubungan Seksual

Misalnya, terang Asfin, pada Pasal 12 RUU PKS yang menyebut kekerasan seksual ialah bentuk tindakan fisik atau nonfisik kepada orang lain yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan.

Namun, imbuh Asfin, penolakan pada pasal tertentu di dalam RUU PKS bukan berarti harus menolak rancangan aturan itu.

"Biasa, kan ada ketidaksetujuan dalam detail-detail, tetapi kenapa jadi seluruh RUU ditolak," ujar dia.

Menurut Asfin, pada dasarnya pasal-pasal yang tertuang di dalam RUU PKS yang diajukan masyarakat sipil mengacu pada pengalaman korban menghadapi sembilan bentuk kekerasan seksual.

Sembilan bentuk itu yaitu pelecehan seksual, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan pelacuran, pemaksaan aborsi, penyiksaan seksual, perbudakan seksual, dan eksploitasi seksual.

Menurut Asfin, sebagian besar korban kekerasan seksual tidak berani memperkarakan kasus, karena mereka tak memiliki dasar hukum yang kuat.

"Makanya, dulu orang sering pakai perbuatan tidak menyenangkan," tutur Asfin. (ast/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?

BACA ARTIKEL LAINNYA... Belum Rampung, Rumah Mewah Ini Sudah Digaris Polisi, Pemiliknya Ternyata


Redaktur : Rasyid Ridha
Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler