jpnn.com, JAKARTA - Efisiensi di industri teknologi informasi dan telekomunikasi tidak bisa dihindari. Menurut Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) Merza Fachys, efisiensi merupakan suatu tuntutan yang terjadi dalam proses bisnis yang terus berulang.
“Efisiensi di bisnis telko merupakan proses bisnis yang berulang dan suatu tuntutan yang tak bisa dihindari,” ujar Merza kepada pers di Jakarta, Minggu(6/8).
BACA JUGA: Menteri Rudiantara Bertemu Bos Telegram, Inilah Hasilnya
Pernyataan Merza tersebut mengomentari tren di industri teknologi informasi global yang cenderung mengurangi jumlah pekerja digantikan teknologi yang makin canggih serta pergeseran preferensi konsumen yang kian dinamis.
"Ibaratnya kalau napasnya berat, sudah saatnya cari tempelan dengan napas yang masih panjang. Kalau tidak, ya diambil alih oleh mereka yang napasnya masing panjang," katanya.
BACA JUGA: Kabar Baik dari Pemerintah soal Telegram
Terkait isu tentang adanya efisiensi yang mengarah pada pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri teknologi informasi dan telekomunikasi, Merza menyerahkan hal tersebut pada kebijakan perusahaan. "Kalau itu (keputusan) masing-masing perusahaan,” paparnya.
Menanggapi arah kebijakan Menkominfo yang mendorong operator telekomunikasi untuk berkonsolidasi, Merza menilai, seluruh pihak diminta mawas diri dalam menilai perusahaan apakah masih bisa bernapas panjang atau tidak.
BACA JUGA: Telegram Minta Maaf, Facebook Sudah dapat Peringatan
“Sehingga bisa benar-benar diketahui, perlu tidaknya konsolidasi di masa seperti ini,” ucap Merza.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara pernah memberi sinyal agar operator telekomunikasi berkonsolidasi.
Sebab kerugian terus diderita oleh operator telko, khususnya yang baru bergabung di sektor tersebut. Nah, konsolidasi ini salah satu solusi guna memangkas kerugian mereka.
"Untuk menyelamatkan mereka, saya bantu cutting loss, kalau rugi berhenti sampai situ saja tapi namanya ego, ya sudah makan saja itu ego," kata pria yang akrab dipanggil Chief RA itu, belum lama ini.
Secara terpisah, praktisi industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Hermawan Sutanto menilai efisiensi yang berujung pada PHK di industri TIK bisa dimaklumi, sebab pada dasarnya ranah usaha itu menuntut perubahan secara berkelanjutan. Imbasnya terkadang menimpa tenaga kerja.
"Industri teknologi adalah industri yang paling dinamis dengan banyak perubahan yang terjadi secara kontinyu. Pelakunya juga harus mampu bergerak dinamis mengikuti trend perubahan teknologi," kata Hermawan.
Hermawan melihat efisiensi merupakan cara tersendiri dari pelaku industri, terutama untuk berinvestasi di bidang yang lebih sesuai dengan prediksi di masa depan. Ada trend yang berubah dan waktu perubahannya tak menentu di industri TIK.
Berbeda dengan industri minyak dan gas yang hanya berubah ketika mencari sumber daya baru, saat yang lama sudah menipis atau habis.
"Efisiensi sebenarnya adalah cara untuk berinvestasi ke bidang yang lebih sesuai dengan prekdiksi trend teknologi masa depan, dibanding bidang-bidang yang lebih tradisional," kata Hermawan.
Namun, menurut dia, kebijakan efisiensi dan PHK itu tak akan berlaku umum. Sebab, ada bidang lain yang diisi dari keputusan untuk memecat tenaga kerja. Buktinya, kata Hermawan, perusahaan teknologi yang bertahan tetap membuka lapangan pekerjaan baru.
Mereka fokus mengisi ruang untuk trend yang menjanjikan di masa mendatang. Misalnya saja yang saat ini digandrungi yakni bisnis server cloud, maka industri berlomba mencari tenaga kerja yang kompeten mengembangkan bisnis ini.
"Buktinya perusahaan tekonologi yang bertahan tetap membuka lapangan pekerjaan baru, tapi di bisnis yang mereka prediksikan jadi trend di masa mendatang. Bisa dicek jumlah karyawan mereka relatif hampir sama," pungkas Hermawan. (rl/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hamdalah, Indonesia Terhindar dari Serangan Petya Berkat Mudik Lebaran
Redaktur & Reporter : Soetomo