jpnn.com, JAKARTA - Pengumuman seleksi administrasi PPPK teknis masih menyisakan kekecewaan mendalam para honorer.
Mereka pun meminta pemerintah memberikan kebijakan khusus kepada honorer K2 tenaga teknis yang gagal, karena terbentur persyaratan.
BACA JUGA: Masa Sanggah PPPK Teknis 2022 Dimulai, Honorer Punya Waktu 3 Hari
Menurut Ketum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Sahirudin Anto, sejak hasil seleksi administrasi PPPK teknis diumumkan pada 12-15 Januari, ada beberapa hal yang mereka rasakan janggal atas ketidaklulusan honorer K2 di laman SSCASN BKN.
Secara administrasi, lanjutnya, mereka telah memenuhi persyaratan sesuai dengan jabatan dan ijazah yang dipersyaratkan.
BACA JUGA: Tidak Lolos Administrasi PPPK Teknis, Masih Ada Peluang, Ikuti Saran KemenPAN-RBÂ
Salah satu contoh, pendidikannya minimal D-III ataupun sarjana dalam jabatan dipersyaratkan serta kompetensi yang dimiliki pelamar.
"Misalnya, jabatannya pengadaan barang dan jasa yang mensyaratkan melampirkan sertifikat keahlian minimal tingkat dasar mutlak," kata Udin, sapaan akrab Sahirudin kepada JPNN.com, Selasa (17/1).
BACA JUGA: Seleksi PPPK Teknis Rejang Lebong, 90 Tenaga Honorer Bersaing Memperebutkan 31 Kuota
Untuk mendapatkan sertifikat tingkat dasar ini, ujarnya, harus melalui tahapan-tahapan dan mekanisme yang sangat sulit.
Prosedur yang dibuat terlalu panjang, baik dari pendaftarannya maupun informasi untuk bisa mengikuti pelatihan yang diselenggarakan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) di Jakarta.
"Untuk berangkat ke Jakarta mengikuti tes kompetensi dengan honor Rp 500 ribu sangat mustahil bagi kami," ucapnya.
Kalaupun pemerintah daerah bisa menganggarkan kegiatan tersebut sudah pasti bukan honorer yang ditunjuk, tetapi aparatur sipil negara (ASN).
ASN adalah profesi bagi PNS dan PPPK yang bekerja pada instansi pemerintah.
Oleh karena itu, PHK2I mendesak Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) agar memberikan kebijakan khusus pada formasi pengadaan barang dan jasa untuk syarat kompetensi yang harus dimiliki, yaitu minimal tingkat dasar.
"Jangankan honorer, dari 100 PNS pun mungkin hanya satu yang ada sertifikat kompetensi LKPP," cetusnya.
Untuk bisa mendapatkan kompetensi terhadap sertifikat pengadaan barang dan jasa tingkat dasar, menurut Udin, seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan terhadap honorer.
Ini agar mudah mengikuti seleksi pendaftarannya, tetapi sampai dengan pengumuman pendaftaran di SSCASN tidak pernah ada kebijakan pemerintah terhadap honorer untuk mengikuti seleksi tersebut, baik dari LKPP atau lembaga lain sebagai penyelenggara.
Secara teknis, kata Udin, honorer pasti tidak akan mendapatkan status memenuhi syarat (MS) jika tidak menyertakan sertifikat tingkat dasar di laman SSCASN.
Namun, kalau berbicara tentang kebijakan seharusnya pemerintah menurunkan standar sertifikat keahliannya minimal tingkat dasar menjadi yang serupa atau sama dengan tupoksi pengadaan barang dan jasa, misalnya sertifikat komputer.
Selain masalah kompetensi, terdapat juga persoalan lain yang mengikat. Misalnya, formasi di Dinas Pemadam Kebakaran yang mensyaratkan tingkat pemula pada kualifikasi pendidikan SMA.
Seluruh pendaftar di luar Dinas Pemadam Kebakaran statusnya TMS atau tidak memenuhi syarat, karena tidak bekerja di dinas terkait.
Di sisi lain, mereka mengejar harapan dan peluang, karena jabatan fungsional pemula hanya dibuka untuk pemadam kebakaran.
"Lalu, jabatan fungsional selain di Damkar untuk tingkat pemula di mana Pak MenPAN-RB yang terhormat," cetusnya.
Udin menegaskan persoalan administrasi menjadi penyebab utama honorer K2 tumbang.
Honorer K2 teknis administrasi banyak yang pendidikannya SMA, bahkan SMP. Sementara itu, formasi untuk SMA sangat terbatas, salah satunya di Dinas Pemadam Kebakaran.
Sayangnya, mereka dihadapkan dengan persyaratan yang sulit dicapai. Harus bekerja di instansi tersebut. Sementara, instansi tempat mereka mengabdi tidak membuka formasi.
"Apakah hukum ini dibuat hanya untuk satu kelompok atau golongan tertentu. Lainnya menunggu tsunami untuk dihabiskan melalui keputusan MenPAN-RB yang berdasarkan pada PP Manajemen PPPK dengan deadline 28 November 2023 ini," pungkas Sahirudin Anto. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad