jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan mengomentari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang banyak terdapat pasal karet. Otto pun mendorong agar UU ITE segera direvisi.
Namun, DPR bersama dengan pemerintah tidak memasukan UU ITE ke dalam prolegnas. Masyarakat pun kecewa dengan sikap tersebut.
BACA JUGA: Tim Kajian UU ITE Kumpulkan Aspirasi Masyarakat, Nikita Mirzani jadi Narasumber
"Di satu pihak Presiden sudah gagah berani ambil inisiatif (merevisi UU ITE), tiba-tiba dipatahkan di DPR," ujar Otto Hasibuan saat menjadi pembicara di webinar bertajuk "Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Rabu (10/3).
Menurut Otto, masyarakat mendukung revisi UU ITE karena banyak pasal yang multitafsir. "Sudah selayaknya harus direvisi," kata Otto.
BACA JUGA: Polemik UU ITE: Political Will dan Ruang Publik yang Sehat
Otto menerangkan, untuk merevisi UU ITE sangat dibutuhkan politik hukum pemerintah. Pemerintah bersama DPR harus memastikan keinginan untuk merevisi UU ITE untuk melindungi masyarakat atau lainnya.
"Apabila mau menuju revisi UU ITE ini, mau tidak mau harus bicara politik hukum pemerintah," terang Otto.
BACA JUGA: PERADI SAI 2020 â 2025 Siap Menghadapi Transformasi Digital
Otto lantas mengingatkan, produk hukum itu dibuat sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu yang dianggap baik. Jika dalam kenyataannya yang terjadi justru sebaliknya, sebaiknya memang perlu untuk direvisi.
Otto menyebut sejumlah pasal multitafsir yang ada di UU ITE selama ini berpotensi disalahgunakan pihak-pihak tertentu untuk mencapai tujuannya. Termasuk, berpotensi disalahgunakan penyidik dalam menjalankan tugasnya.
"Asas legalitas dilakukan, tetapi masyarakat merasa itu tidak adil. Padahal yang ingin kita capai untuk mendapatkan kepastian hukum dan keadilan. Menurut saya tetap harus diperlukan revisi UU ITE," kata Otto. (cuy/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan