jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah kreditur produk High Yield Promissory Notes (HYPN) PT IndoSterling Optima Investa (IOI) kembali mendatangi Mabes Polri.
Mereka menemui penyidik Mabes Polri yang memaksakan pasal pidana terhadap keputusan inkrah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
BACA JUGA: Datangi Bareskrim Polri, Kreditur IOI Minta Penjelasan Soal Ini
Kreditur HYPN IOI Clay Rasidy dan Tjang Khian Tshoi mencoba menemui penyidik Subdit Perindustrian dan Perdaganan (InDag) Mabes Polri yang dipimpin oleh AKBP Agung Yudha Adhi Nugraha SH.
"Kami telah menerima pembayaran juga mempertanyakan mengapa polisi tetap memaksakan membawa kasus ini ke persidangan," ujar Clay di Mabes Polri, Rabu (5/5).
BACA JUGA: Datangi Bareskrim, Mahawasiswa Hindu Tanya Kelanjutan Kasus Penistaan Agama
Berdasarkan skema Putusan No 174/Pdl Sus-PKPU 2020/PN Niaga Jakarta Pusat atas proses restrukturisasi produk HYPN senilai Rp 1,9 triliun, terdapat sebanyak tujuh kelompok kreditur yang pembayarannya dilakukan bertahap sampai 2027
Awalnya, IOI akan mulai melakukan pembayaran pada Maret 2021. Namun, proses itu dipercepat pada Desember 2020 dan secara bertahap dilakukan pembayaran. Hingga pekan ini, IOI telah melakukan enam kali pembayaran terhadap 1.102 kreditor.
BACA JUGA: Investasi Bodong 212 Mart Telan Ratusan Korban, Mabes Polri Respons Begini
Tjang Khian Tshoi mengatakan sebagai kreditur yang telah sepakat dengan proses PKPU akan dirugikan ketika pembayaran menjadi terhenti karena kesepakatan batal akibat proses pidana.
"Kami tidak ingin nasib kami serupa nasabah kasus lain akhirnya tidak menerima hak,” kata Tjang Khian Tshoi.
Sebelumnya, kuasa hukum IOI Hardodi mengungkapkan dalam sistem hukum perdata pihak kreditor memiliki hak untuk mengajukan pembatalan perdamaian apabila debitor lalai melaksanakan isi perdamaian. Hal itu diatur dalam Pasal 291 Jo. Pasal 170 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004.
“Boleh saja menempuh jalur pidana kalau IOI dianggap telah lalai menjalankan kewajibanya sesuai putusan PKPU, tetapi faktanya sejauh ini lancar-lancar saja," ujarnya, Minggu (2/5).
Dia pun merasa heran pihak penyidik Mabes Polri memaksakan melanjutkan kasus ketika bukti kurang, bahkan di beberapa Polda telah mengeluarkan SP3 aats kasus tersebut dengan alasan restroative justice.
"Karena fokusnya pada kepentingan kreditur, maka proses perdata harusnya didahulukan," katanya. (cuy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan