Khawatir Terjadi Deindustrialisasi dan Gelombang PHK, Anggota Komisi VI DPR Soroti Permendag 36/2023, Simak

Selasa, 16 Januari 2024 – 06:21 WIB
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto (kelima dari kanan). Foto: Humas Komisi VI DPR

jpnn.com, JAKARTA - Gabungan Industri Aneka Tenun Plastik Indonesia (GIATPI) mengeluhkan kebijakan Kementerian Perdagangan yang menerbitkan Permendag Nomor 36 tahun 2023 pada 11 Desember 2023.

GIAPTI menganggap Permendag tersebut justru akan berdampak negatif terhadap keberlangsungan industri plastik lokal ke depannya.

BACA JUGA: Awasi Upaya Deindustrialisasi Melalui Pasal Selundupan

Salah satu dampaknya adalah akan terjadi pengurangan tenaga kerja alias PHK dan berpotensi terjadinya deindustrialisasi.

Menyikapi hal itu, anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto menegaskan semestinya Kemendag tidak membuat kebijakan yang justru bisa memukul industri plastik dalam negeri.

BACA JUGA: Ganjar Pranowo Tidak Masalah Isu Wadas Dibahas saat Debat, Ini Alasannya

“Jangan sampai dengan adanya Permendag itu justru dapat memicu terjadinya eskalasi deindustrialisasi di sektor industri plastik hilir kita dan terjadinya gelombang PHK. Ini yang saya khawatirkan. Dampaknya cukup serius," tegas Darmadi.

Diketahui, Darmadi mengungkapkan jumlah anggota industri plastik hilir yang tergabung mencapai puluhan dengan serapan tenaga kerjanya mencapai puluhan ribu tenaga kerja.

BACA JUGA: Gejala Deindustrialisasi Tak Terbukti

“Industri ini memiliki anggotanya saja sampai 52 dengan data ketenagakerjaannya mencapai kurang lebih 52.000 orang tenaga kerja. Bayangkan kalau sampai terjadi gelombang PHK di industri itu. Apa iya Kemendag mau bertanggung jawab? Janganlah membuat kebijakan dengan desain ala kadarnya dan tak memiliki mitigasi resiko yang komprehensif,” tegas Darmadi Durianto di Jakarta, Senin (15/1/2024).

Darmadi meminta Kemendag membuat formulasi kebijakan dengan kalkulasi yang memadai dan tidak memberatkan para pelaku industri plastik khususnya.

“Hitung dong seluruh dampaknya di balik kebijakan itu, jangan serampangan dan ugal-ugalan. Jika ternyata dampak negatifnya lebih besar sebaiknya dicarikan solusi yang relevan,” ujar Darmadi.

“Bisa saja setelah dihitung misalnya, industri plastik hilir kita yang berpotensi bakal terdampak serius. Nah, solusinya bagaimana? Ya, bisa saja industri ini dapat pengecualian dalam Permendag itu atau membuat alternatif kebijakan yang lebih berpihak (utamanya terhadap industri plastik hilir).”.

Selain itu, Darmadi mengatakan niat untuk mengurangi ketergantungan impor dalam hal ini bahan baku plastik juga harusnya realistis.

"Jangan serampangan dan ugal-ugalan sekali lagi. Kenapa bahan baku plastik masih impor? Itu terjadi lantaran produsen bahan baku plastik lokal hanya dapat mensuplai sekitar 49 persen dari kebutuhan bahan baku industri plastik hilir nasional," ungkapnya.

Selain itu, Darmadi juga mengungkapkan salah satu dari 12 pos tarif/HS bahan baku plastik yaitu jenis Polipropilena dengan Pos Tarif/HS 3902.10.40 merupakan bahan baku yang sangat dibutuhkan oleh para pelaku industri plastik hilir.

“Bahan baku tersebut kan mesti impor karena produsen bahan baku plastik lokal belum dapat memenuhi jumlah dan spesifikasi teknis bahan baku plastik yang dibutuhkan oleh industri plastik hilir,” bebernya.

Yang jelas, kata dia, Permendag itu semakin menambah beban berat bagi para pelaku industri plastik lokal.

“Sebelum terbitnya Permendag 36/23 sebenarnya para pelaku industri plastik lokal kita sudah terhuyung-huyung ketika pemerintah menetapkan nilai bea masuk atas bahan baku plastik sebesar 5 persen sampai 10 persen,” ujar Darmadi.

Menurut Darmadi, dengan adanya penetapan nilai bea masuk sebesar itu sudah menyebabkan harga bahan baku plastik di Indonesia menjadi tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.

“Apalagi dengan adanya Permendag Nomor 36 Tahun 2023 ini. Sebelum ada Permendag saja harga bahan baku plastik lokal jenis Polipropilena dengan pos tarif/HS 3902.10.40 telah mengalami kenaikan yang sangat besar, di mana dalam sebulan terakhir awal Desember 2023 sampai dengan awal Januari 2024, yaitu sebesar 23.9 persen,” ujar Darmadi.

Dia menyebut harga bahan baku plastik impor jenis tersebut pengiriman ke Indonesia dari negara asal China dan India, pada periode yang sama hanya mengalami kenaikan 1 persen sampai 1.6 persen.

Darmadi kembali mengungkapkan dalam beberapa tahun terakhir, produk jadi plastik impor telah banyak masuk ke dalam pasar Indonesia yang menyebabkan turunnya utilisasi produksi dari produsen nasional.

Salah satunya produk kantong semen plastik yang tingkat utilisasi pada produsen nasional telah turun sampai 60 persen dikarenakan banyaknya produk jadi plastik impor dari negara China dan Vietnam, yang dapat masuk ke pasar dalam negeri tanpa pengenaan bea masuk.

Di lain sisi, menuru Darmadi kenaikan harga bahan baku plastik dalam negeri yang terlalu tinggi, pada akhirnya akan menekan tingkat kompetitif dari produsen dalam negeri terhadap produk jadi plastik impor maupun pada pasar ekspor.

"Akibatnya akan menurunkan tingkat utilisasi produksi produsen dalam negeri dan dapat menyebabkan de-industrialisasi di sektor plastik hilir aneka tenun plastik," tegas Darmadi

Darmadi berharap pemerintah dapat memahami kondisi dari produsen plastik hilir pada ketersediaan dan harga keekonomian dari bahan baku plastik.

"Industri plastik hilir dapat tetap tumbuh dan bersaing dengan produk jadi plastik impor, untuk itu GIATPI berharap Permendag No 36 tahun 2023 dapat dikecualikan untuk Bahan Baku Plastik terutama untuk jenis Polipropilena Pos Tarif/HS 3902.10.40," harapnya.

Sekadar informasi, Permendag 36/2023 merupakan revisi dari Permendag Nomor 25 tahun 2022 mengenai kebijakan dan pengaturan impor.

Permendag 36/23 itu sendiri akan efektif diberlakukan mulai tanggal 10 Maret 2024 terhadap beberapa komoditas, di antaranya adalah terhadap 12 pos tarif/HS Bahan Baku Plastik, dengan mempersyaratkan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS) dengan penambahan verifikasi dari Kementerian Perindustrian melalui Pertimbangan Teknis (Pertek).

Diketahui, Anggota GIATPI berkegiatan memproduksi produk aneka tenun plastik seperti karung plastik, Jumbo Bag, terpal, kantong semen, geotekstil dan lainnya.

Produk dari anggota GIATPI sangat dibutuhkan untuk dalam penyimpanan dan distribusi berbagai macam komoditas lainnya seperti produk-produk pertanian (yaitu beras, gula, garam dan lainnya), produk-produk kimia dan bangunan (seperti semen, pupuk, bahan tambang), industri pakan ternak dan industri lainnya.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menperin Agus Optimistis Target Industri Manufaktur Tumbuh 5,8 Persen Bisa Tercapai


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler