Khawatirkan BUMN Gagal Bayar, Fadli Zon Anggap Model Pembangunan Pemerintah Manipulatif

Kamis, 09 Juli 2020 – 20:32 WIB
Fadli Zon. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI Fadli Zon kembali menyoroti utang badan usaha milik negara (BUMN) yang bejibun. Legislator Gerindra itu mengkhawatirkan BUMN yang menanggung utang besar bakal mengalami gagal bayar gara-gara krisis akibat pandemi Covid-19.

Menurut Fadli, BUMN yang seharusnya bisa jadi alat intervensi negara dalam perekonomian justru sedang menghadapi risiko gagal bayar yang serius akibat kesalahan pemerintah dalam lima tahun terakhir.

BACA JUGA: Fadli Zon Heran Pemerintah Tidak Protes ke Tiongkok

Menyitat data Bank Indonesia (BI), Fadli mengatakan bahwa dalam lima tahun terakhir total utang luar negeri seluruh BUMN terus mengalami kenaikan. Hingga April 2020, nilai utang luar negeri BUMN mencapai USD 55,3 miliar atau setara Rp 775 triliun (kurs USD setara Rp 14 ribu).

“Jumlah itu mencapai lebih dari seperempat total utang luar negeri swasta yang mencapai USD 207,8 miliar, padahal pada 2014 total utang BUMN masih ada di angka USD 30,7 miliar,” ujar Fadli melalui layanan pesan, Kamis (9/7).

BACA JUGA: Adian: Total Utang BUMN Jauh Lebih Besar Ketimbang Utang Malaysia

Wakil ketua DPR periode 2014-2019 itu menambahkan, pandemi Covid-19 telah menggerus pendapatan hampir seluruh BUMN. Sementara jumlah utang jatuh tempo pun tak sedikit.

Fadli menjelaskan, pada periode Mei hingga Desember 2020 ada 13 BUMN yang memiliki obligasi jatuh tempo. Yang paling besar nilainya adalah Bank Tabungan Negara (BTN), yaitu Rp5,4 triliun, disusul Pupuk Indonesia (Rp 4,1 triliun).

BACA JUGA: Bikin Twit Utang Negara Membesar, Mardani PKS Khawatirkan soal Gagal Bayar

“Kalau BUMN menghadapi risiko gagal bayar, pemulihan ekonomi kita akan kian sulit,” sebutnya.

Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR itu lantas mencontohkan Garuda Indonesia. Seharusnya maskapai flag carrier itu membayar obligasi berbasis syariah atau sukuk global sebesar USD 500 juta, namun terpaksa harus merestrukturisasinya.

Menurut Fadli, Covid-19 telah membuat Garuda harus memarkir 70 persen armadanya, padahal pemasukan dari penumpang berkontribusi 80 persen terhadap pendapatan perusahaan. “Bayangkan, bagaimana berdarah-darahnya perusahaan tersebut saat ini?” tuturnya.

Fadli menambahkan, hal serupa juga terjadi pada BUMN karya yang pertumbuhan utangnya jauh lebih besar dari labanya. Semisal Adhi Karya yang pertumbuhan utangnya pada 2019 mencapai 20 persen, sementara labanya hanya naik 3,1 persen.

“Artinya, kenaikan utang tersebut tidak seimbang dengan pertumbuhan laba perseroan. Tak heran jika kemudian BUMN terpaksa harus menjual aset untuk menutupi utang,” sebutnya.

Fadli lantas mencontohkan Waskita Karya yang memiliki utang mencapai Rp89 triliun dan berencana melepas empat ruas tol tahun ini, yaitu Tol Becakayu, Tol Kanci-Pejagan, Tol Pejagan-Pemalang, serta Tol Cibitung-Tanjung Priok.

“Untuk Tol Cibitung-Tanjung Priok akan dijual dengan mengurangi kepemilikan saham dari mayoritas menjadi minoritas,” kata Fadli.

Alumnus London School of Economics (LSE) Inggris itu menyebut kondisi tersebut merupakan akibat kesalahan pemerintah dalam mengelola utang selama lima tahun terakhir. Fadli menegaskan, pembangunan infrastruktur yang dilakukan saat negara tak punya duit sangat berbahaya.

Fadli pun mengingatkan pemerintah tak boleh lagi menjadikan BUMN sebagai tunggangan untuk berutang, terutama pinjaman luar negeri. Wakil ketua umum Partai Gerindra itu menilai pemerintah telah menyiasati pengawasan DPR dengan cara menugaskan BUMN mencari utangan demi membiayai proyek infrastruktur.

“Model pembangunan yang manipulatif semacam itu seharusnya tak diteruskan. Terbukti, BUMN kita saat ini akhirnya terjebak dalam pusaran utang yang bisa memperburuk krisis,” pungkasnya.(boy/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler