jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah membuat terobosan kebijakan yang disebut Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).
Kebijakan ini diambil untuk mengatasi permasalahan masyarakat di kawasan hutan Jawa. Di samping itu, agar Perhutani dapat lebih fokus pada bisnis usahanya.
BACA JUGA: KLHK Beri Ganjar Pranowo Penghargaan Nirwasita Tantra
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Bambang Supriyanto mengatakan peran hutan di Pulau Jawa sebagai penyangga ekosistem begitu krusial.
“Terlebih bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan, tanpa mengesampingkan masalah ekologi dan sosialnya,” kata Bambang pada sesi Webinar Perhutanan Sosial Nasional (Pesona) yang digelar pada Kamis (21/7/2022).
BACA JUGA: KLHK Sebut Kaderisasi Rimbawan Muda Mutlak Diperlukan di Indonesia
Menurut Bambang, di antara persoalan berdasarkan data BPS, dari 25.863 desa yang berada di sekitar kawasan hutan itu ternyata 36,7 persen termasuk kategori miskin.
“Sementara, angka kemiskinan di Pulau Jawa sebanyak 14 juta orang atau 52 persen dari total penduduk miskin nasional sebanyak 26,5 juta penduduk (BPS, 2021),” kata Bambang.
BACA JUGA: KLHK: Aturan Volume Minimal 1 Liter untuk AMDK adalah Kewajiban
Selain itu, potret lahan kritis yang ada di Pulau Jawa menunjukkan dari 2,1 juta ha lahan kritis di Jawa, 472 ribu ha berada di dalam kawasan hutan.
Data lain juga memperlihatkan bahwa desa atau kampung yang berada di dalam kawasan hutan yang terisolasi seluas 7.235 Ha, tambak terlantar seluas 31.112 Ha, pertambangan seluas 1.246 Ha, dan jalan yang melintasi kawasan hutan seluas 225 Ha.
“Kondisi tersebut membuka kesadaran bersama untuk memperbaiki kebijakan pengelolaan hutan di Pulau Jawa,” kata Bambang.
Bambang mengatakan perbaikan kebijakan pengelolaan kawasan hutan di Jawa tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2021 tentang penyelenggaraan kehutanan pasal 125 ayat (7), yang menyatakan bahwa kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi yang tidak dilimpahkan penyelenggaraan pengelolaannya kepada Badan Usaha Milik Negara Bidang Kehutanan ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus.
Adapun peruntukkannya, lanjut Bambang, yaitu untuk kepentingan Perhutanan Sosial, Penataan Kawasan Hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan (Konflik tenurial, konflik misal pemukiman.
Kemudian untuk pertanian, perkebunan, pertambangan, lahan pengganti, hutan cadangan, hutan pangonan, proses TMKH), penggunaan kawasan hutan (IPPKH, PPKH, Lahan kompensasi).
Selain itu, Rehabilitasi hutan (RHL, Lahan kritis), Perlindungan hutan (kriteria lindung), pemanfaatan jasa lingkungan (kerjasama) yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
KHDPK dengan instrumen rehabilitasi juga akan mengatasi 46% lahan kritis di Pulau Jawa. Proses identifikasi lapangan yang makin baik, akan mampu menjamin perlindungan ekologis hutan di Pulau Jawa secara terukur dan terintegrasi.
Pelibatan sebanyak mungkin masyarakat desa di sekitar hutan diharapkan mampu mengakselerasi fungsi pelestarian lingkungan secara berkelanjutan,” tutur Bambang.
Mengakomodasi Dinamika
Pasca-penetapan SK 287 Tahun 2022, tentang Penetapan KHDPK, Pemerintah mempersiapkan penyusunan Peraturan Menteri LHK dalam mengakomodasi dinamika dan fakta di lapangan dalam bentuk pedoman untuk KHDPK secara umum termasuk di dalamnya Perhutanan Sosial.
Sementara itu, menyangkut keresahan oleh sebagian karyawan Perhutani dengan adanya SK KHDPK juga telah dipikirkan oleh Pemerintah dan telah diatur dalam regulasi.
Karyawan Perhutani akan bertransformasi menjadi pendamping Perhutanan Sosial dengan pengembangan kompetensi melalui learning management system.
Webinar Pesona dengan tajuk “Berbagi Pengetahuan Perhutanan Sosial (Belajar) dari Jawa” ini menghadirkan narasumber, yaitu Direktur Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial (PUPS) Catur Endah Prasetiani, Kepala Balai PSKL Wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) Ojom Somantri, dan Ketua KTH Sumber Makmur Abdi (Sumadi) Gus Nur Hidayat, dengan moderator oleh anggota Tim Penggerak Perhutanan Sosial Swary Utami Dewi.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari