Kiai Cepu: Mudik Bentuk Ketenangan Jiwa, Bila Tidak Pulang Kampung Berarti Belum Move On

Kamis, 04 April 2024 – 19:47 WIB
Wakil Ketua Lembaga Seni dan Budaya PP. Muhammadiyah Kyai Khusen saat mengisi acara Inspirasi Ramadan Edisi Sahur di kanal YouTube BKN PDI Perjuangan dengan Host Fahrudin, Kamis dini hari (4/4/2024). Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Orang-orang yang melakukan perjalanan pulang kampung saat mudik lebaran tidak hanya melalui perjalanan fisik. 

Namun, juga merupakan perjalanan jiwa, sehingga mudik menjadi simbol ketenangan jiwa untuk kembali ke akar atau ke sumber.

BACA JUGA: Libur Lebaran, GPI Luncurkan Nimo Jungle Hotspring Ciwidey Bandung

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Lembaga Seni dan Budaya PP. Muhammadiyah Kyai Khusen saat mengisi acara Inspirasi Ramadan Edisi Sahur di kanal YouTube BKN PDI Perjuangan dengan Host Fahrudin, Kamis dini hari (4/4/2024).

“Orang yang enggak bisa mudik, itu pasti ada kejiwaan yang tersumbat. Bisa jadi, dia dendam pada desanya, ayah ibunya, atau belum move on,” ujarnya.

BACA JUGA: Jangan Lupa, Pastikan Listrik di Rumah Aman Saat Ditinggal Mudik

Kiai yang populer dipanggil Kiai Cepu ini menjelaskan mudik juga merupakan bentuk uji coba eksistensi manusia karena harus melepaskan seluruh gelar-gelar yang mengikat dalam diri ketika pulang kampung.

Misalnya, ketika di perantauan memiliki privilege maka saat pulang kampung hal tersebut hilang dengan sendirinya.

BACA JUGA: Ratusan Warga Ikut Mudik Gratis Dompet Dhuafa, Akhirnya Bisa Lebaran di Kampung

“Coba bayangin ketika kita di Jakarta memiliki kekuasaan penuh, tiba-tiba pulang kampung tidak ada yang hormati karena tidak ada yang kenal. Misalnya di sana rektor loh, enggak kenal rektor itu opo,” pungkasnya.

Menurut Kiai Cepu, peristiwa tersebut bagi orang yang tidak mempersiapkan batinnya maka akan terluka. Sebab, mudik itu kembali ke akar atau ke sumber.

Sementara apabila ada orang tidak pulang kampung tandanya ada peristiwa yang masih terluka dengan kampungnya.

“Begitu pula orang meninggal kan hatinya mesti tenang kan. Jadi seenak-enaknya mampir ke rumah teman yang bagus, tetapi tetap enak pulang kan. Begitu pulang terjadi peristiwa ketenangan batin,” katanya.

Kiai yang juga budayawan ini menambahkan bahwa mudik sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia.

Mudik ini juga menyiratkan tentang hubungan antara budaya dan agama yang mustahil dipisahkan karena menjadi satu kesatuan.

“Jadi, kalau tidak ada produk budaya, maka pelaksanaan agama tidak mungkin terjadi,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Kiai Cepu menjelaskan mudik bukan termasuk bid’ah meskipun tidak ada di zaman Rasulullah dahulu.

Sebab, mudik masuk dalam kategori ibadah umum yang caranya, waktunya, jumlahnya, dan redaksinya tidak diatur oleh Allah SWT secara rigid, misalnya budaya, tradisi, dan teknologi.

“Mudik lebaran termasuk ibadah umum, jadi bisa ditambah dan dikurangi, enggak mudik tidak apa-apa. Berarti tidak termasuk bid’ah. Jadi, kalau ada yang mengatakan bid’ah karena di zaman nabi enggak ada, aduh, berarti wawasannya kurang luas,” tutupnya.(dkk/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Muhammad Amjad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler