jpnn.com - Para kiai di Jawa Barat (Jabar) menyoroti manuver politik Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang makin kentara menjelang Muktamar ke-6 PKB pada 24-25 Agustus 2024 mendatang di Bali.
Mereka juga mencermati gerakan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) yang awalnya menegasikan hubungan dengan PKB, tetapi selesai pilpres malah mencoba mengintervensi Partai Kebangkitan Bangsa dengan membentuk Pansus PKB.
BACA JUGA: Pengamat: PKB dan PBNU Entitas Berbeda, Tak Boleh Saling Intervensi
Merespons manuver Gus Yahya bersama Sekjen PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul) itu, ratusan kiai se-Jawa Barat pada Senin (12/8) malam menggelar istigasah mendoakan kelancaran Muktamar PKB nanti.
Istigasah itu dihadiri sejumlah ulama kenamaan Jawa Barat, seperti Kiai Hariri Cirebon, Kiai Syakur Majalengka, Kiai Jamal dari Bandung, juga banyak kiai lainnya dari berbagai wilayah Jawa Barat.
BACA JUGA: Abdul Rachman Thaha Desak Bamsoet Segera Adakan Pelantikan Tamsil Linrung Jadi Pimpinan MPR
Dalam istigasah yang diadakan di Ponpes Suluk Mizani Majalengka itu, para kiai meminta elite PBNU untuk lebih fokus mengurusi umat ketimbang masuk dan cawe-cawe dalam urusan politik praktis.
"Ketimbang mengurusi PKB, lebih baik Gus Yahya memperbaiki kinerja PBNU yang belakangan mulai disorot publik," kata Kiai Hariri dikutip dari siaran pers.
BACA JUGA: Tepis Tudingan Ketum PBNU, Kiai Maman Pastikan Pansus Haji Bukan Urusan Pribadi
Dia menilai PBNU terlihat lebih fokus pada isu-isu politik dan kekuasaan daripada masalah moral dan keagamaan.
"Fokus yang berlebihan pada politik praktis membuat PBNU kehilangan fokus pada fungsi utamanya sebagai penjaga moral umat dan advokat keagamaan," ujarnya.
Dia pun menyampaikan catatan soal beberapa isu yang meresahkan warga NU yang perlu dibereskan oleh Gus Yahya dan Gus Ipul seperti pengelolaan tambang, cap pro zionis, gaya komunikasi, juga kasus korupsi eks Bendahara Umum PBNU Mardani Maming yang telah divonis 10 tahun penjara.
Keresahan para kiai juga dipicu oleh gaya kepemimpinan Gus Yahya di PBNU yang dinilai otoriter. Pembekuan, pemecatan, dan likuidasi struktur pengurus Nahdlatul Ulama (NU) yang terjadi baru-baru ini turut menimbulkan kegelisahan di kalangan nahdiyin.
Tindakan itu menurutnya mencakup sekitar 40 cabang NU yang masa periodenya habis tanpa persetujuan untuk melakukan konferwil atau konfercab, sehingga PBNU menunjuk seorang karteker untuk menggantikan para ketua wilayah atau cabang yang dianggap tidak loyal.
"Salah satu contoh mencolok adalah pemecatan Ketua PWNU Jawa Timur, Marzuki Mustamar. Tindakan seperti ini dapat merusak soliditas dan harmoni di kalangan warga NU di tingkat akar rumput," tutur Kiai Hariri.
Selain itu, soal adanya cap pro zionis kepada Gus Yahya juga harus dijawab segera. Menurutnya, indikasi kedekataan dan kemitraan Yahya Cholil dengan gerakan Zionis internasional sudah tercium lama, hingga akhirnya terbuka saat kunjungannya ke Israel pada 2018 silam saat menjadi Katib Aam PBNU.
Kunjungan Gus Yahya ke Israel dan pertemuannya dengan Presiden Israel, Benjamin Netanyahu, adalah tindakan yang mencederai perjuangan bangsa Palestina dan mengkhianati semangat Nahdlatul Ulama (NU) yang berkomitmen untuk memerdekakan Palestina.
Tindakan itu dinilai para kiai di Jabar, bentuk pengkhianatan yang tidak hanya melukai hati umat Islam Indonesia, tetapi juga merusak citra PBNU sebagai organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
"Kedekatan dengan Zionis bertentangan dengan prinsip-prinsip yang dipegang teguh oleh NU. Al-Qur'an dan hadis mengajarkan umat Islam untuk berdiri di pihak yang tertindas, bukan merangkul penjajah," kata Kiai Syakur Majalengka.
Dia mengingatkan bahwa Qanun Asasi NU dan Pembukaan UUD 1945 dengan jelas menegaskan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina.
"Tindakan Yahya Cholil Staquf ini tidak hanya menunjukkan ketidakpekaan terhadap penderitaan rakyat Palestina, tetapi juga menunjukkan sikap yang bertentangan dengan dasar-dasar perjuangan bangsa Indonesia," tutur Kiai Syakur.
Terakhir soal pernyataan publik yang dikeluarkan oleh sejumlah pengurus PBNU dalam beberapa tahun terakhir seringkali menciptakan kegaduhan dan konflik, baik di kalangan internal NU maupun di masyarakat luas.
Fenomena ini menimbulkan keprihatinan mendalam karena NU, sebagai organisasi ulama terbesar di Indonesia, memiliki sejarah panjang dalam menjaga muruah dan kehormatan melalui kebijakan yang bijaksana dan santun.
Namun, Kiai Syakur memandang belakangan ini banyak pernyataan dari PBNU yang justru memancing kontroversi, yang pada gilirannya memengaruhi kepercayaan dan simpati publik terhadap NU.
"PBNU harus menyadari bahwa setiap pernyataan yang dikeluarkan memiliki dampak yang luas. Pernyataan yang memancing kegaduhan akan merusak kepercayaan dan simpati publik terhadap NU," ujarnya.
Oleh karena itu, Kiai Syakur menilai sangat penting bagi PBNU untuk kembali ke prinsip dasar NU yang selalu menjaga kesantunan dan kebijaksanaan dalam bersikap.
"Dengan demikian, NU dapat kembali dihormati sebagai organisasi ulama yang kompeten dan berwibawa, serta mampu menjalankan peran strategisnya dalam menjaga kedamaian dan keutuhan masyarakat Indonesia," kata Kiai Syakur menutup.(fat/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam