"Kiai Ma'ruf Mengatakan kepada Kami, Sudahlah..."

Rabu, 23 November 2016 – 05:55 WIB
Presiden Joko Widodo. Foto: Fedrik Tarigan/dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Presiden Joko Widodo terus melakukan konsolidasi guna menjaga situasi politik agar tidak makin panas.

Beberapa hari belakangan, Jokowi mengundang sejumlah pucuk pimpinan partai politik untuk datang ke Istana.

BACA JUGA: Aktivis 98: Ada yang Ingin Mengganti Pancasila

Kemarin (22/11), secara bergantian Jokowi mengundang pimpinan Partai Nasdem, PPP, dan Partai Golkar untuk makan di Istana Merdeka.

Konsolidasi dimulai dengan sarapan bersama Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.

BACA JUGA: Zulkifli Larang Kader PAN Ikut Demo, Termasuk Amien Rais?

Siangnya, Jokowi mengajak Ketua Umum PPP Romahurmuziy untuk santap siang di ruang makan Istana Merdeka.

Sorenya, giliran Ketum Partai Golkar Setya Novanto yang makan berdua dnegan Jokowi di tempat yang sama.

BACA JUGA: Jokowi Minta KPK Dikuatkan, Kejaksaan dan Polri Harus Bebenah Lagi

Jokowi mengisyaratkan bahwa rangkaian pertemuan seharian kemarin ada kaitannya dnegan rencana aksi lanjutan 2 Desember mendatang.

Dia menuturkan, sebagai bangsa yang majemuk, rakyat Indonesia harus siap menghadapi berbagai perbedaan.

Solusinya adalah dengan kembali kepada konsep negara hukum.

Dia mengingatkan, pegangan Indonesia adalah konstitusi sebagai negara hukum. Sebagai negara hukum, maka semua harus berjalan atas hukum dan bukan atas dasar pemaksaan kehendak.

’’Apalagi dengan menggunakan kekuatan massa. Hukum harus menjadi panglima di negara kita,’’ ujarnya usai makan siang dengan Romy.

Dia juga menuturkan bahwa kegiatan yang dia namai konsolidasi kebangsaan itu mengingatkan seluruh elemen bangsa tentang pentingnya Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, juga UUD 1945.

’’Pada saat konsolidasi itu, baik ke TNI, Polri, ulama, tokoh, kita semakin tahu apa yang harus kita perbaiki,’’ lanjutnya.

Senada, Romy menjelaskan bahwa agama Islam tumbuh di Indonesia sebagai pemersatu bangsa.

Untuk itu, wajah Islam yang dikembangkan adalah wajah yang ramah, bukan wajah yang garang dan menimbulkan ketegangan.

Menurut dia, sudah cukup pelajaran dari negara-negara Timur Tengah yang tidak bisa mengakomodir berbagai perbedaan, bahkan dalam hal politik.

“Perbedaan terkait hal-hal yang sifatnya furu'iyah, yang merupakan cabang-cabang agama, mengakibatkan mereka keras-kerasan,’’ tuturnya.

Karena itulah, berkaitan dengan kasus hukum yang membelit Gubernur DKI Jakarta Nonaktif Basuki Tjahaja Purnama, Romy meminta ada pengawalan proses hukum.

Namun, caraya bukan dengan melakukan aksi demonstrasi lanjutan.

’’Hasil musyawarah nasional alim ulama pekan lalu yang dibuka Presiden, kami mengimbau agar aksi tanggal 2 Desember 2016 untuk tidak dilaksanakan,’’ lanjutnya.

Pihaknya juga sudah bertemu dengan Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin. Dalam pertemuan sekitar 3,5 jam itu, ucap Romy, Ma’ruf juga menyatakan sikap senada terkait aksi 2 Desember.

“Kiai Ma'ruf sendiri mengatakan kepada kami, sudahlah, kita sudah pada titik di mana menghantarkan proses hukum itu ke koridornya,’’ tutur politikus 42 tahun itu.

Sementara itu, Setya Novanto memastikan, partai politik, dalam hal in Golkar juga melakukan berbagai konsolidasi internal hingga ke akar rumput.

Tujuannya sama, yakni menciptakan suasana sejuk dan damai.

’’Kami juga mengadakan silaturahmi ke partai lain, untuk menciptakan suasana yang damai,’’ tuturnya. (byu/dod/sam/jpnn)

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tito: Baca Google, Siapa yang Ingin Jatuhkan Pemerintah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler