jpnn.com - JAKARTA - PT Kimia Farma (Persero) Tbk kembali menginvestasikan modalnya untuk pembangunan pabrik garam senilai Rp 76 miliar tahun ini.
Pabrik garam farmasi tahap kedua yang akan dibangun di Desa Jombok, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, ini akan berkapasitas 4 ribu ton per tahun.
BACA JUGA: Wujudkan Kedaulatan Energi, EBT Jadi Sebuah Keharusan
Pabrik itu akan menambah pasokan perseroan menjadi 6 ribu ton per tahun.
Rencananya, pabrik garam farmasi tahap kedua milik perseroan beroperasi pada semester kedua 2017.
BACA JUGA: Sambut Natal dan Tahun Baru, Mandiri Siapkan Rp 11,5 Triliun
Direktur Utama PT Kimia Farma (Persero) Tbk Rusdi Rosman menuturkan, perseroan telah menyiapkan Rp 76 miliar untuk pembangunan pabrik tersebut. Kebutuhan garam farmasi di tanah air mencapai 6 ribu ton per tahun.
”Beroperasinya pabrik tahap kedua bakal memenuhi kebutuhan garam farmasi dalam negeri hingga 100 persen,” ujarnya seperti diberitakan Indopos (Jawa Pos Group) hari ini.
BACA JUGA: Soal Izin Semen Rembang, Ini Kata KEIN
"Kami juga mengoperasikan pabrik garam farmasi tahap pertama 2 ribu ton per tahun,” katanya setelah peresmian pabrik garam farmasi tahap pertama Kimia Farma di Jombang kemarin (8/12).
Total lahan yang disiapkan perseroan mencapai 1 hektare. Garam farmasi merupakan BBO (bahan baku obat) untuk pembuatan infus, oralit, sirup, pelarut vaksin, tablet, cairan pencuci darah, dan minuman kesehatan.
Di bidang kosmetik, garam farmasi kerap menjadi bahan campuran dalam pembuatan sampo dan sabun.
”Kebutuhan garam farmasi untuk infus meningkat signifikan karena terdongkrak BPJS Kesehatan,” ucapnya.
Saat ini harga garam farmasi impor mencapai Rp 20 ribu per kg. Sementara itu, garam farmasi dari Kimia Farma hanya dibanderol Rp 13.500 per kg. Selama ini, industri farmasi di Indonesia mengimpor garam farmasi dari Selandia Baru, Jerman, Tiongkok, Australia, dan India.
Industri farmasi di Indonesia masih bergantung pada bahan baku impor 95 persen.
”Selain garam farmasi, kami mengembangkan bahan baku obat lainnya. Misalnya, singkong untuk campuran pil dan kapsul,” tutur Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang.
Dia menyebutkan, pasar farmasi dalam negeri mencapai Rp 66 triliun tahun ini. Pada 2025, pasar farmasi dapat berkembang hingga mencapai Rp 700 triliun. Rp 450 triliun berada di pasar domestik dan sisanya menyasar pasar ekspor. (ers)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bank Mandiri Total Dukung Proyek PT PP
Redaktur : Tim Redaksi