Kinerja Industri Kosmetik dan Jamu Menukik

Rabu, 02 Agustus 2017 – 10:38 WIB
Ilustrasi jamu. Foto: Radar Semarang/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Kinerja industri riil menunjukkan tren melandai sepanjang semester pertama 2017.

Penurunan konsumsi domestik juga dirasakan industri kosmetik dan jamu.

BACA JUGA: Konsumen Loyal Beranjak Tua, Industri Jamu Gencar Regenerasi Pasar

Perlambatan kinerja penjualan mencapai tujuh persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Direktur Utama PT Martina Berto Bryan Tilaar menyebutkan, permintaan pasar di sektor kosmetik cenderung stagnan.

BACA JUGA: Strategi Industri Kosmetik Hadapi Produk Impor

’’Martha Tilaar Grup masih tumbuh di sekitar sepuluh persen. Tapi, kalau PT Martina Berto Tbk, pertumbuhannya agak so-so (stagnan, Red). Daya beli masyarakat tidak terlalu bagus,’’ ujarnya, Selasa (1/8).

Berdasar data Nielsen, sektor fast moving goods yang memiliki 55 kategori hanya tumbuh sekitar empat persen.

’’Bisa dibilang itu sangat buruk. Sebab, tahun lalu pertumbuhan bisa mencapai sebelas persen,’’ terangnya.

Menurut Bryan, masyarakat membatasi belanja barang mewah dan mengerem entertainment.

’’Mereka memiliki uang, tapi cenderung menahan belanja. Entah untuk saving atau untuk keperluan yang lebih diprioritaskan,’’ tambahnya.

Pada semester kedua tahun ini, kelesuan di industri jamu dan kosmetik diharapkan berakhir.

Beberapa aspek disebut dapat mengangkat kinerja pada paruh kedua 2017.

Terutama event promo yang dilakukan ritel modern. ’’Mudah-mudahan itu bisa membantu,’’ terangnya.

Selain industri kosmetik, industri jamu merasakan beratnya kinerja di semester pertama 2017.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia Dwi Ranny Pertiwi Zarman mengungkapkan, posisi industri jamu lokal semakin terdesak dengan produk-produk impor.

Bahkan, sejumlah industri jamu kecil terpaksa tutup karena belum mampu mencapai standar yang ditetapkan pemerintah.

Misalnya, bentuk usaha yang masih perusahaan komanditer tidak mampu bersaing dengan perusahaan terbuka.

’’Dari 1.200 pengusaha, kini jadi sekitar 900 pengusaha jika dibandingkan dengan importir yang jumlahnya mencapai 1.600 pengusaha,’’ terangnya.

Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah untuk menggairahkan pasar industri-industri tersebut adalah melalui ajang pameran.

Berdasar data Kemenperin, terdapat 986 industri jamu yang terdiri atas 102 industri obat tradisional (IOT) dan usaha kecil obat tradisional (UKOT).

Sektor itu mampu menyerap lebih dari 15 juta tenaga kerja.

Menurut Dirjen IKM Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih, tiga juta pekerja terserap di industri jamu yang berfungsi sebagai obat.

Selanjutnya, 12 juta pekerja terserap di industri jamu yang berkembang ke industri makanan, minuman, kosmetik, spa, dan aromaterapi. (agf/c22/noe)


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler