jpnn.com, NEW YORK - Michelle Carter tidak berhenti menangis selama menjalani sidang vonis kematian pacarnya.
Kamis (3/8) perempuan 20 tahun asal Negara Bagian Massachusetts itu dinyatakan bersalah atas kasus bunuh diri kekasihnya, Conrad Roy.
BACA JUGA: Bunuh Diri Lompat dari Kapal Berlayar, 3 Hari Belum Ditemukan
Dia terbukti menyemangati Roy agar bunuh diri. Karena itu, dia diganjar hukuman 15 bulan penjara.
’’Terdakwa terbukti dengan meyakinkan menghilangkan nyawa orang lain meski tidak berniat demikian,’’ kata hakim Lawrence Moniz yang memimpin sidang.
BACA JUGA: Pria Ini Tusuk Perut hingga Ususnya Terburai, Duh Mengerikan Sekali...
Dalam kasus kematian Roy pada Juli 2014 itu, dia menyebut Carter dan korban sebagai orang-orang yang mengalami kelainan mental.
Karena itu, selain menjatuhkan vonis penjara, dia memberikan kesempatan kepada Carter untuk menjalani rehabilitasi.
BACA JUGA: Bunuh Diri Melompat dari Kapal Sedang Berlayar, Terekam CCTV
Kuasa hukum Carter menyatakan bahwa vonis tersebut tidak sesuai untuk kliennya. Meskipun, hakim menjatuhkan hukuman yang lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa.
Menurut pengacara tersebut, Carter mengalami semacam halusinasi gara-gara obat antidepresi yang dikonsumsinya.
Namun, Moniz menyatakan bahwa peran Carter tersirat dalam ratusan SMS yang kini menjadi barang bukti pengadilan.
Dalam komunikasi tertulis dengan Roy, Carter memang membicarakan bunuh diri. Dalam salah satu SMS, dia seolah-olah menyemangati Roy agar segera bunuh diri.
Beberapa jam kemudian Roy ditemukan tewas di truknya karena keracunan karbon monoksida.
Moniz juga menggarisbawahi fakta bahwa Carter tidak melarang Roy bunuh diri. Sebaliknya, dia malah menyemangatinya.
Selain itu, saat Roy memutuskan bunuh diri dalam truk, Carter juga tidak melarang. Padahal, saat itu mereka masih berkomunikasi lewat telepon.
Seharusnya, menurut Moniz, Carter bisa menghubungi polisi atau keluarga Roy saat kekasihnya akan bunuh diri.
’’Mengapa Michelle Carter harus bersikap sekeji itu? Dia mendorong anak lelaki saya agar mengakhiri hidupnya. Di mana rasa kemanusiaannya?’’ ungkap Conrad Roy Sr, ayah Roy.
Dalam pernyataan resmi yang dibacakan di pengadilan, keluarga Roy menyebut Carter sebagai gadis pencari sensasi.
Mereka menuduh Carter hanya berusaha mendapatkan banyak perhatian dan simpati dengan mendorong Roy bunuh diri.
Vonis terhadap Carter itu menuai perhatian American Civil Liberties Union (ACLU). Sebab, dalam konstitusi Amerika Serikat (AS), tidak ada pasal yang mengatur tentang kalimat atau kata-kata yang mendorong aksi bunuh diri.
’’Vonis itu bisa melanggar hak dasar tentang kebebasan berpendapat,’’ kata David Rossman, pakar hukum dari Boston University.
Jika SMS atau kalimat Carter bisa membuatnya masuk penjara, akan ada kasus-kasus serupa lain yang muncul. Terutama di dunia medis. Sebab, dokter pun kadang-kadang menganjurkan pasien yang sudah dalam kondisi parah untuk dibawa ke rumah karena tidak punya harapan hidup lagi.
Euthanasia pun, menurut dia, nanti bisa menjadi kasus serius jika dipandang dari kasus Carter. (AFP/CNN/hep/c4/any)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sering Dibully, Siswi SMA Ini Bunuh Diri dengan Cara Tragis
Redaktur & Reporter : Soetomo