jpnn.com - Usaha dan tekad yang bulat untuk menggapai cita-cita tergambar jelas dalam diri Darwati, seorang pembantu rumah tangga (PRT) yang bisa meraih gelar sarjana. Meski menerima ejekan dari teman kuliahnya, ia tetap tekun dan berusaha keras hingga lulus sarjana dengan predikat cumlaude. Seperti apa?
EKO WAHYU BUDIYANTO, Semarang
BACA JUGA: Kisah Ngeri Pengungsi Rohingya, Saling Bunuh di Kapal, yang Takut Berkelahi Nyebur ke Laut
NAMA Darwati yang tercatat sebagai salah satu wisudawati Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang ini memang patut diacungi jempol. Meski memiliki keterbatasan ekonomi, namun dengan tekad kuat dia mampu menyelesaikan kuliahnya. Tak tanggung-tanggung, mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untag itu mampu menyelesaikan kuliah dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,7.
Terlahir sebagai anak petani boro (petani tanpa lahan, red) di Kabupaten Blora, kehidupan keluarga Darwati terbilang jauh dari mapan. Namun, perempuan kelahiran 1992 itu memiliki tekad baja untuk menjadi seorang sarjana meski kondisi perekonomian keluarganya terbatas. Ia ingin memperbaiki nasib keluarganya yang hidup di bawah garis kemiskinan.
BACA JUGA: Kisah SMK 1 Juarai Lomba Pidato dan Poster Design di Thailand dan Hongkong
”Saya kuliah sambil kerja. Kerjanya ya serabutan. Bisa dibilang PRT (pembantu rumah tangga) lah,” katanya di sela mengikuti pelepasan calon wisudawan-wisudawati di Kampus Untag Semarang.
Mahasiswi program studi (Prodi) administrasi bisnis itu memang bekerja sebagai PRT di Kabupaten Grobogan. Karenanya, putri pasangan Sumijan dan Jasmi ini seakan masih tak percaya bisa menjadi sarjana.
BACA JUGA: Jembatan Lantainya Terbuat dari Batu Bacan, tak Ada yang Berani Mencukil
”Rasanya saya tidak percaya bisa sampai selesai kuliah, dan jadi sarjana. Dulu saya sering diejek, lha wong babu kok ngimpi dadi sarjana (PRT kok mimpi jadi sarjana, red),” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Ejekan-ejekan yang diterimanya itu tak menyurutkan langkahnya untuk terus menuntut ilmu. Warga Desa Gunungan, Kecamatan Todanan, Blora itu justru menjadikan ejekan sebagai cambuk agar dirinya semakin semangat menggapai cita-citanya.
Seusai menyelesaikan pendidikannya di SMA di Blora, Darwati sempat merantau ke Jakarta menjadi PRT. Sempat bertahan beberapa lama di ibu kota, Darwati merasa tidak betah hingga akhirnya kembali ke kampung halamannya.
Nah, ketika kembali ke kampung halamannya itulah dia berjumpa dengan keluarga dermawan. Yakni, keluarga Lely Astati Bachrudin yang berdomisili di Purwodadi. Lely adalah seorang dokter gigi yang sempat menduduki berbagai jabatan penting di kota itu. Singkat cerita, Darwati kemudian bekerja di keluarga Lely dan diberikan kesempatan untuk kuliah.
”Di rumah Bu Lely, saya bekerja bersih-bersih. Dari mencuci sampai mengepel lantai rumah, saya lakukan semua. Keluarga Bu Lely juga sangat baik, karena memberi kesempatan saya kuliah pada akhir pekan. Saya juga menerima tambahan uang saku untuk ongkos naik bus ke Semarang,” paparnya.
Darwati menyelesaikan kuliahnya dengan cara nglaju dari Purwodadi ke Semarang setiap akhir pekan. Gaji yang diterimanya bekerja sebagian masuk tabungan, dan jika sudah terkumpul cukup pada akhir semester dia gunakan untuk membayar biaya kuliah. Darwati pun berhasil menyelesaikan kuliahnya dengan skripsi berjudul ’Pengaruh Strategi Harga (Bauran Pemasaran) Terhadap Keputusan Pembelian di Swalayan Luwes Purwodadi’.
Menurut keterangan beberapa teman sekampusnya, Darwati merupakan salah satu mahasiswi terbaik. Darwati pun dianggap ikut membuat bangga almamaternya.
”Kami sangat bangga dari fakultas ini dicetak sarjana yang bermanfaat. Saya pesan sama Darwati agar tidak perlu minder. Teladani jejak banyak alumni senior yang kini kiprahnya sudah sangat diakui,” ungkap salah satu teman sekampusnya yang tidak ingin disebutkan namanya. (*/aro/ce1/radarsemarang/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cinta Segitiga di Taman Marga Satwa, Duo Pejantan Birahi, Sari Mati Diperkosa
Redaktur : Tim Redaksi