jpnn.com, SURABAYA - Bayi berusia tiga bulan didiagnosis sebagai anak dengan HIV/AIDS (ADHA). Dia tertular ibunya yang tak sadar tertulari suaminya yang kini sudah meninggal.
Di tengah kondisi sulit tersebut, kesehatan Diandra (bukan nama sebenarnya) terus menurun.
BACA JUGA: Ratusan Penderita AIDS Baru Muncul di Kota Ini
SEPTINDA AYU PRAMITASARI
---
BACA JUGA: Sedihnya...Anak Tertular HIV AIDS dari Orang Tuanya
DIANDRA tergolek di Ruang Bona RSUD dr Soetomo, Surabaya. Di tangannya dipasang slang infus.
Satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan gizi. Perutnya membuncit. Dia mengalami kerusakan lambung.
BACA JUGA: Kini Bermunculan Ibu Hamil Idap HIV/AIDS
Sang ibu berkali-kali mengangkatnya dari tempat tidur untuk diÂgendong. Dia berusaha menenangkan Diandra yang menangis.
Mungkin akibat rasa sakit. Wajah sang ibu tidak bisa tenang. "Nangis terus ini," katanya saat ditemui.
Sudah seminggu Diandra menjalani rawat inap. Kondisinya semakin buruk lantaran bayi tersebut juga terkena HIV/AIDS bawaan ibunya. Sang ibu tidak bisa berbuat banyak.
Dia bersama anaknya sudah dibuang oleh keluarganya di Malang. Kini mereka tinggal di Surabaya di bawah pengawasan Yayasan Abdi Asih.
Pengurus yayasan Lilik Sulistyowati mengatakan, ibu Diandra tertular HIV dari suami. Selama hamil, dia sama sekali tidak mengetahui penyakit suaminya.
Kondisi ekonomi yang serba kekurangan juga membuat sang ibu tidak bisa memeriksakan kehamilan kepada tenaga medis.
"Lahirnya di dukun bayi. Bukan bidan," kata Mbak Vera, panggilan akrab Lilik.
Kelahiran buah hati seharusnya menjadi kado terindah bagi sepasang suami-istri. Namun, tidak bagi mereka.
Suaminya meninggal setelah tiga hari Diandra dilahirkan. Pada saat itu pula, ibu Diandra baru mengetahui bahwa suaminya pengidap HIV/AIDS.
"Kaget. Shock. Tapi, dia (ibu Diandra) ) belum mengetahui kalau dirinya juga terkena HIV," ujar Mbak Vera.
Terbentur masalah ekonomi, sang ibu sempat memberikan Diandra kepada orang tua asuh.
Seminggu kemudian, Diandra dikembalikan karena diketahui terinfeksi HIV. Si ibu yang penasaran kemudian memeriksakan diri dan diketahui juga positif HIV.
"Hasil diagnosis dokter membuat dia stres. Orang tua mengetahui, tetapi tidak mau menerima," katanya.
Tetangga sekitar menggunjingkan ibu dan anak itu. Sang ibu merasa tidak memiliki harapan hidup. Apalagi dia tidak bekerja. Tidak ada penghasilan.
"Sampai akhirnya dia tiba di rumah saya atas rekomendasi seseorang pada 22 Juli lalu," tuturnya.
Sang ibu kemudian disewakan kos-kosan oleh Mbak Vera. Pengobatan antiretroviral (ARV) dilanjutkan. Namun, pengetahuan sang ibu dalam mengurus anak sangat minim. Dia memberi bayinya makan pisang.
"Seharusnya kan tidak boleh. Lambungnya belum siap menerima makanan pendamping," ujarnya.
Selama seminggu Diandra disuapi pisang. Setelah itu, tubuhnya demam. Dia dibawa ke RSUD dr Soetomo untuk diperiksa.
"Awalnya, tidak terdeteksi penyebab sakitnya itu karena lambung rusak. Saya bawa dia ke Poli UPIPI (Unit Perawatan Intermediet dan Penyakit Infeksi)," kata Vera.
Kondisi Diandra kian parah. Kemudian, dilakukan rontgen oleh dokter. Dari situ diketahui bahwa Diandra mengalami kerusakan lambung. Satu-satunya jalan adalah operasi.
Namun, untuk itu, dibutuhkan biaya yang sangat besar. Belum lagi biaya rawat inap yang harus ditanggung.
"Jujur, saya tidak sanggup kalau untuk membiayai operasi," ujar Mbak Vera.
Saat ini ibu Diandra belum memiliki kartu BPJS Kesehatan. Tidak mudah mengurus pembuatan kartu itu baginya.
Apalagi dia sudah diusir keluarganya. Belum lagi pengurusan di RT dan RW di kampungnya. "BPJS juga butuh KK (kartu keluarga)," katanya.
Sementara ini, seluruh biaya pengobatan Diandra belum dibayar. Begitu juga rencana operasi. Mbak Vera tengah mengurus T4 (tempat tinggal tidak tetap).
"Saya kasihan dengan bayi ini. Kondisinya semakin parah jika tidak dioperasi. Harapan kami ada yang bisa ikut membantu kami menolong bayi ini," harapnya. (*/c6/ayi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jakarta Canangkan Zero AIDS 2030
Redaktur & Reporter : Natalia