jpnn.com, JAKARTA - Belajar ilmu Islam tidak hanya bisa dilakukan di negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim seperti Timur Tengah, Turki, Indonesia, dan lain sebagainya.
Belajar ilmu tentang keislaman bisa dilakukan di negara yang penduduk muslimnya minoritas.
BACA JUGA: Syahganda Ajak Umat Islam Proaktif Dukung Pemerintahan Prabowo
Seperti yang dilakukan oleh Atssania Zahro dan Melati Ismaila yang belajar Islam di Amerika Serikat.
Atssania dan Melati yang merupakan mahasiswa S2 dari PTIQ adalah awardee beasiswa LPDP yang bekerja sama dengan Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKU MI) mendapat kesempatan kuliah di Hartford International University, Amerika Serikat, selama tiga bulan.
BACA JUGA: Pendaftaran Beasiswa TELADAN 2024, Ada Kuota untuk KIP Kuliah
“jadi teman-teman yang mengikuti program ini tidak hanya menjadi ulama yang berwawasan Indonesia atau mungkin Timur Tengah tetapi harapannya lebih dari itu yaitu menjadikan para peserta menjadi ulama yang berwawasan global,” kata Melati di seperti dikutip dari YoutubeChannel USAID TEMAN LPDP.
Senada dengan Melati, Atssania mengatakan bahwa program ini mengharapkan para awardee setelah tiga bulan belajar di Hartford International University bisa lebih berwawasan yang moderat dan mampu menyebarkan nilai-nilai toleransi di tengah masyarakat.
BACA JUGA: Hari Anak Nasional, Grup MIND ID Perkuat Program Beasiswa Hingga Pengentasan Stunting
Ketika ditanya host Intan Selni terkait tantangan yang dihadapi, Atssania bercerita awalnyabanyak yang mempertanyakan bagaimana mungkin mahasiswi yang berlatarbelakang ilmu Islam bisa menuntut ilmu ke Amerika Serikat.
Selain itu, banyak anggapan dari luar terkait kehidupanmuslim yang kurang baik di negara tersebut.
Dalam kesempatan itu, Atssania menjelaskan ternyata di Amerika Serikat banyak yang bisa dipelajari tentang Islam, terutama terkait toleransi dan budaya-budaya Islam lain yang didapatnya dari sesama pelajar.
“Terkait anggapan adanya pandangan yang tidak baik terhadap muslim di sana saya tidak merasakannya sama sekali. Hal ini bisa dirasakan ketika kami yang memakai hijab tidak memengaruhi pandangan masyarakat disana untuk saling sapa dan saling membantu,” tambah Melati.
“Bahkan untuk kami yang muslim tidak sulit untuk menemukan tempat untuk beribadah karena disedikan oleh pihak kampus. Di sinilah saya melihat bahwa kehidupan di kampus di Amerika Serikat menjunjung tinggi nilai toleransi jadi kami bisa tenang dalam menjalankan salat. Selainitu, jika ada acara-acara kampus para panitia juga memerhatikan keberadaan pelajar muslim dengan menjamin makanan-makanan yang tersedia halal untuk dimakan,” tambah Atssania.
Atssania pun mengimbau kepada para mahasiswa/mahasiswi Indonesia yang berkeinginan kuliah di Amerika Serikat untuk tidak perlu takut mendengar kabar miring tentang kehidupan muslim di negara adidaya tersebut.
Menurutnya, kehidupan umat muslim di AS tak jauh berbeda dengan Indonesia karena masyarakatnya punya toleransi yang tinggi.
Selain itu, tidak perlu khawatir kesulitan menemukan tempat salat karena di setiap kampus menyediakan tempat ibadah untuk mahasiswa
Untuk informasi program yang didapat Atssania dan Melati ini adalah program khusus dari LPDP yang menyasar mahasiswa dan mahasiswi dari kampus yang berbasis ilmu Islam di Indonesia.
Jadi, untuk apply program ini, harus mendaftar di LPDP seperti beasiswa pada umumnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia