Kisah Duo WNI Pembuat Klimis Warga Negeri Kiwi

Minggu, 17 Juni 2018 – 08:08 WIB
Herman Suaeli yang mengelola GROOM Barber & Stylist di 306 Tinakori Road, Thorndon, Wellington, New Zealand sedang melayani pelanggan. Foto: Ayatollah Antoni/JPNN

jpnn.com - Di Wellington, ibu kota Selandia Baru terdapat sebuah tempat pangkas rambut atau barber yang dijalankan dua warga negara Indonesia (WNI). Meski terlihat biasa, tapi mereka menjadi salah satu ujung tombak wajah Indonesia di mancanegara.

Ayatollah Antoni

BACA JUGA: Manfaatkan Idulfitri untuk Poles Citra RI di Negeri Kiwi

TINAKORI Road merupakan sebuah kawasan elite di Wellington. Di situ pula terdapat rumah dinas perdana menteri (PM) Selandia Baru.

Tak jauh dari rumah dinas PM Negeri Kiwi itu terdapat sebuah barber. Namanya GROOM Barber & Stylist di 306 Tinakori Road, Thorndon, Wellington.

BACA JUGA: Memaknai Keberhasilan Ikhtiar Indonesia Masuk DK PBB

Tampilan depannya khas barber. Jaraknya tak sampai 100 meter dari gerbang depan rumah dinas PM New Zealand yang beralamat di 260 Tinakori Road.

Ada Herman Suaeli yang menjalankan usaha pangkas rambut di situ. Dia sudah hampir enam tahun ini mengelola GROOM Barber & Stylist.

BACA JUGA: Ngeri, Selandia Baru Bakal Musnahkan 150 Ribu Sapi

“Saya datang ke sini Desember 2012,” ujar Herman kepada JPNN yang berkunjung ke Wellington bulan lalu.

Awalnya, kakak Herman yang terlebih dahulu merantau di Wellington. Usahanya juga salon.

Sedangkan Herman merantau ke New Zealand untuk membantu kakaknya yang kala itu mengandung. Ternyata berlanjut.

Pria asal Dusun Gubuk Baru di Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara itu terlanjur kerasan. Sudah tak terhitung warga New Zealand yang menggunakan jasanya.

Lokasi Groom Barber di kawasan elite menjadikannya sering kedatangan para tokoh penting, terutama diplomat. Bahkan, John Key saat menjadi PM Selandia Baru juga sering menggunakan jasa Herman.

“Banyak diplomat. Ada Dubes Italia, Konsul Jerman ke sini. Pak Tantowi (Duta Besar RI untuk New Zealand Tantowi Yahya, red) juga ke sini,” tutur pria kelahiran 15 Juli 1987 itu.

Herman menyewa tempat seluas kurang lebih 25 meter persegi di kawasan elite itu dengan tarif NZD 370 per minggu. Di luar itu, dia masih harus membayar listrik.

Sedangkan tarif untuk pangkas rambut, kumis ataupun jenggot di GROOM Barber & Stylist beragam. Kisarannya antara New Zealand Dolar (NZD) 15 hingga NZD 38.

Yang paling murah adalah tarif untuk potong jenggot. Cuma NZD 15 atau sekitar Rp 150 ribu.

Jika pangkas rambut saja, tarifnya NZD 30. Jika tambah merapikan jenggot, tarifnya menjadi NZD 38.

Khusus anak-anak juga ada tarif sendiri berdasar golongan usia. Anak-anak usia balita dikenai NZD 23.

Sedangkan untuk usia 6-11 dikenai NZD 25. Adapun tarif pangkas rambut untuk anak-anak usia 12-16 adalah NZD 28.

Dalam sehari, paling tidak ada 20 orang yang menggunakan jasa GROOM Barber & Stylist agar tampil klimis. “Kalau akhir pekan bisa sampai 25 orang,” tutur alumnus SMA Negeri 1 Tanjung, Lombok Utara itu.

Khusus Minggu, GROOM Barber & Stylist tutup. Jam buka dari Senin hingga Sabtu adalah pukul 09.00 hingga 18.00.

Tapi, khusus Jumat, GROOM Barber & Stylist buka hingga pukul 19.00. Herman menambah jam kerja untuk Jumat.

“Karena siangnya saya jumatan, lokasi masjidnya agak jauh,” ujar bapak satu anak itu. “Kuncinya kerja keras saja.”

Sembari memotong, Herman biasanya menjelaskan tentang Indonesia, khususnya Lombok, NTB. Herman mengenalkan pulau di sebelah timur Bali itu sebagai provinsi yang kaya potensi wisata.

“Orang sini friendly,” kata pria beristri perempuan asal Cikarang, Bekasi itu.

Di Barber Groom ada mitra kerja Herman. Namanya Lulisa Kim.


Lulisa Kim di GROOM Barber & Stylist di 306 Tinakori Road, Thorndon, Wellington.

Perempuan paruh baya asal Semarang itu sudah terlebih dahulu merantau di New Zealand ketimbang Herman. “Saya sampai sini Maret 2010,” tuturnya.

Bermodal keterampilan dari sekolah penata rambut ternama di tanah air, Lulisa awalnya bekerja di sebuah salon di Wellington. Di Wellinton pula dia mengenal kakak perempuan Herman.

Dari persahabatan dengan kakak perempuan Herman, akhirnya Lulisa bergabung di Groom. “Paling tidak di sini lebih nyantai,” katanya.

Jauh dari kampung halaman sering membuat Lulisa terbayang tentang makanan-makanan enak khas Semarang. Apalagi, ibu kota Jawa Tengah itu dikenal kaya akan kuliner.

“Kadang kangen soto,” kata perempuan bersuamikan chef di jaringan hotel ternama di Wellington itu.

Dubes RI untuk New Zealand Tantowi Yahya mengatakan, WNI yang ada di perantauan menjadi showcase tentang bagaimana Indonesia. Terlebih, orang-orang seperti Herman dan Lulisa setiap hari berinteraksi dengan warga Selandia Baru dan negara lain.

“Mereka ini yang juga memerankan diri sebagai ambasador bagi kita. Mereka punya peran tentang bagaimana memberikan gambaran tentang Indonesia kepada warga mancanegara,” katanya.(ara/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jurus Budaya dalam Diplomasi Tantowi Yahya


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler