Kisah Istri Seorang Debt Collector, Minta Cerai karena Udah Gak Kuat...

Jumat, 15 April 2016 – 07:35 WIB
Ilustrasi. Foto: Radar Surabaya

jpnn.com - SURABAYA—Donjuan, 45 tahun hanya bisa pasrah saat digugat cerai istrinya, sebut saja Karin, 35. Ini karena pekerjaan Donjuan yang penuh risiko. Yaitu sebagai debt collector atau penagih utang yang tentu saja sering dimusuhi dan ditakuti orang.

Saking, seringnya dimusuhi orang, Karin juga sering dilabrak ratusan orang. Kejengahan Karin, terhadap ulah orang-orang yang ditagih Donjuan membuatnya memutuskan berpisah dengan suaminya. Rabu (13/4) pagi.

BACA JUGA: Pengantin Wanita Ngaku Pria Itu Ternyata…

Keputusan itu dibuktikan dengan kedatangannya untuk menggugat cerai di Pengadilan Agama, Jl Ketintang Madya.

“Sering dilabrak wong. Hidup juga tidak tenang merasa salah terus sama orang,” cetus Karin yang sibuk menulis formulir pendaftaran. Tentu profesi debt collector Donjuan membuat hidupnya tidak tenang.

BACA JUGA: Pengantin Wanita Ngaku Pria Akhirnya Ditangkap

Bayangkan saja! Setiap seminggu sekali, wanita asal Kelurahan Ploso, Kecamatan Tambaksari harus dilabrak orang yang sudah ditagih oleh Donjuan.

Donjuan bekerja sebagai debt collector selama lima belas tahun memang sering ditelepon oleh beberapa perusahaan, seperti bank, pengadaan pinjaman motor,  pinjaman rumah dan lainnya untuk menagih  utang kepada peminjam. Badan dan suara Donjuan yang besar membuat sebagian orang takut. Ekspresi Donjuan yang tanpa senyum dan garang membuat  orang langsung membayar utangnya.

BACA JUGA: Ini Langkah Pemkab PPU Atasi Kekurangan Listrik

Jika orang-orang itu, ikhlas dan membayarkan utang kepada Donjuan, maka tenanglah Karin dan kedua putrinya. Namun, jika customer-nya tidak terima. Beberapa dari mereka malah melabrak keluarga Donjuan, bahkan seringkali mengajak warga.

“Saya sering pindah-pindah rumah untuk menghindar dari orang-orang yang melabrak ke rumah,” katanya.

Aktivitas melabrak itu membuat Karin vs Donjuan bertengkar. Maklum, Karin mempunyai pikiran untuk apa para peminjam itu melabrak Donjuan.

 “Laopo labrak nak omah, mending langsung ke bank atau kantor perusahaan yang ngutangin saja. Suami saya itu cuma nagih aja tugasnya,” katanya. 

Yang membuat Karin kewalahan, seringkali Donjuan babak belur pulang dari menagih utang lantaran dipukul oleh warga atau orang yang ditagih. Jika kondisi demikian, maka yang susah juga Karin. Dia mengaku harus mengeluarkan uang ratusan ribu untuk mengobati Donjuan. “Terus siapa yang nanggung kalau begitu?, bosnya? Banknya? Enggak kan?” cetus Karin.

Melihat kondisi kehidupan yang tidak pernah tenang, Karin sempat mengungkap keinginannya supaya Donjuan berhenti dari sebagai debt collector. Karin menyarankan usaha jualan atau lainnya. Namun, usaha itu gagal. Donjuan bersikukuh melestarikan profesi itu lantaran penghasilannya banyak serta tidak perlu ngantor seharian full seperti pekerja lainnya. “Benar uang tidak pernah kurang, tapi apa gunanya hidup tidak tenang,” katanya.

Kendati demikian, Karin mengaku meski terlihat keras dan garang, Donjuan adalah seorang suami dan ayah yang penyayang. Donjuan tidak pernah marah pada dia dan kedua putrinya. Puncak kemarahan Karin terhadap pekerjaan Donjuan ini terjadi ketika melihat putri pertamanya, sebut saja namanya Mira diporoti dan dianiaya oleh teman di kelasnya. Tapi, Mira menutup diri dan  menuruti apa yang diminta oleh rekannya.

Ketika Karin tahu, dia langsung berpikir bahwa kondisi demikian adalah bagian dari karma yang dilakukan Donjuan terhadap para peminjam. Karin berpikir bahwa orang yang utang itu lagi kesusahan dan dalam keadaan tertekan. Ini sungguh tidak adil, jika Donjuan menarik utang secara paksa pada peminjam. “Saya sudah menyuruh suami berhenti, tapi tidak digubris. Daripada nanti anak cucu saya kena karma ulah ayahnya,  mendingan bercerai saja,” katanya. (*/no/flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mayoritas Nelayan Belum Tahu Kebijakan KKP


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler