jpnn.com - OELAMASI – Memprihatinkan jika pembaca menyaksikan langsung kondisi kehidupan Adolfina Ninaohoni (51), warga RT 05/RW 02 Dusun III Desa Oebesi Kecamatan Amarasi Timur. Sangat memprihatinkan karena keenam orang ini (ibu, empat anak dan satu cucu) tinggal di kandang babi bersama seekor babi.
Pantauan Timor Express (Grup JPNN), gubuk berukuran 1,5 x 2 meter dengan atap daun gewang dan dinding bebak seadanya itu dijadikan tempat tinggal mereka. Beralaskan bebak dan tikar mereka tidur di atas dan dibawahnya ada seekor babi yang kesehariannya mereka beri makan dengan berharap kelak babi itu bisa dijual dan mendapat sedikit uang untuk kelangsungan hidup mereka.
BACA JUGA: Pulanglah Amir, Ibumu Sakit-sakitan
Kepada Timor Express digubuknya, Senin (25/1) Adolfina Ninaohoni bersama anak-anaknya menuturkan kisah yang memilukan itu berawal dari tahun 2004 silam, di mana kambing peliharaannya dibunuh oleh orang tak dikenal dan tetangga-tetangga melempar rumahnya hingga rusak. Dia pun melaporkan ke Polsek Amarasi Timur, namun tak pernah digubris.
Tak cukup sampai disitu, tahun berlalu hingga di tahun 2011 saat suaminya meninggal, orang-orang yang mengklaim komplek rumahnya itu adalah tanah milik mereka. Dengan menanam tanaman di komplek rumahnya. Masalah ini pun dilaporkan ke aparat kepolisian, namun juga tak digubris.
BACA JUGA: Surat Suara Raib, KPU Malut Dipolisikan
“Saat beta punya suami meninggal keluarga Agus Nenoharan bersama Aser Nenoharan yang klaim ini tanah mereka, mereka masuk dan berkebun di kintal rumah. Beta lapor polisi tapi tidak digubris juga dan singkat cerita keluarga Nenoharan ini sering ancam kami mau bunuh dan segala macam. Ini pun saya lapor ke polisi tapi polisi bilang ini masalah perdata jadi pulang,” ungkap janda berusia 51 tahun itu.
Dikatakan, ketika tahun 2014 rumah miliknya roboh. Saat itu dia berusaha membeli bahan untuk bangun kembali rumahnya, namun oleh keluarga Nenoharan tak menginzinkan.
BACA JUGA: Mobil Pengangkut Uang Hantam Badan Jalan Akhirnya Terbalik, Ini Penampakannya
“Dari situ kami disuruh tinggal di bekas kandang babi. Beta pun akhirnya dengan anak empat orang dan cucu satu tinggal dikandang babi. Kebetulan katong ada babi satu ekor jadi katong pelihara di bawah lalu katong enam orang tidur di atas, bikin bale-bale begitu,” ceritanya sambil menangis.
Menurutnya, kesehariannya dia berkebun, namun oleh keluarga Nenoharan pun melarang mereka berkebun di kebun yang selama ini digarapnya untuk menopang kehidupan keluarganya.
“Beta punya mata pencaharian ini hanya potong bebak, tapi sekarang pun mereka larang. Kebun yang dulu katong biasa tanam, sekarang mereka larang dan saat ini beta hanya menenun saja," ujarnya.
Dia mengaku memiliki empat orang anak dan seorang cucu. Anak sulungnya sekarang kelas 1 SMA dan dua orang anak lainnya SD kelas 6 dan satunya SD kelas 4, sementara cucunya baru berusia tiga tahun.
“Beta ju su lapor kepala desa dan camat, tapi sama saja, apalagi kepala desa itu anaknya pak Agus Nenoharan," tukasnya.
Yermin Tade, salah satu tetangga mengatakan sangat prihatin dan ingin sekali membantu membangun rumah, namun oleh keluarga Nenoharan mengancam, sehingga mereka pun takut membantu.
“Pernah ada satu orang prihatin sekali jadi dia bangun kasih kerangka rumah dan siap untuk angkat datang bangun, tapi keluarga Nenoharan ancam orang-orang yang mau angkat rumah itu, akhirnya sampai sekarang bahan-bahan tersebut lapuk," katanya.
Terpisah, Ketua RT 05 Dusun II Desa Oebesi Paulus Ataupah mengaku bahwa sebagai aparat desa dia tahu Adolfina dan anaknya tinggal di kandang babi.
“Saya sudah pernah panggil ibu itu untuk datang tinggal di Dusun II saja, karena memang dia itu masih warga Dusun II, hanya saja dia tinggal di Dusun III. Tapi ibu Adolfina tidak mau keluar dari kompleks tanah yang masih bermasalah itu. Saya juga sangat prihatin dengan keadaan ibu dan anak-anaknya,” ujarnya.
Kepala Desa Oebesi Kornelius Nenoharan yang ditemui di kantor desa mengaku bahwa Adolfina merupakan tetangga rumahnya dan sekaligus adalah tante kandungnya, karena Adolfina menikah dengan om kandungnya yang sudah meninggal beberapa tahun silam.
Menurutnya, tanah yang ditinggal oleh Adolfina saat ini disengketakan di pengadilan dan statusnya NO.
“Tahun lalu putusan pengadilan NO, makanya keluarga Nenoharan tidak mau ibu itu tinggal di lokasi itu lagi, namun ibu itu tidak mau keluar, makanya jadinya ruwet begitu,” katanya.
Ia menjelaskan persoalan itu selaku kepala desa sudah pernah memanggil kedua belah pihak yang bersengketa untuk mencari solusi dengan mencari lokasi lain agar Adolfina dan anak-anaknya bisa menghuni rumah yang layak, namun Adolfina bersikeras tak mau keluar dari lokasi tanah itu.
“Pemerintah desa sudah siap kasih mereka lokasi agar mereka bisa keluar dari situ, tapi ibu Adolfina tidak mau keluar dari komplek itu. Jadi kalau mau tinggal terus disitu, ya kondisinya begitu, karena pemilik tanah tidak mau ibu Adolfina bangun rumah di tanah itu,” ujarnya.
Timor Express kembali mengkonfirmasi Adolfina dan Adolfina mengaku tanah itu miliknya karena sudah dari tahun 1920-an, moyang mereka menghuni tanah tersebut.
“Kan sampai sekarang belum ada putusan tetap dari perkara ini, terus kenapa mereka bikin katong begini? Padahal dari dulu moyang katong hingga beta tinggal disini,” katanya.
Wakil koordinator P2TP2A Provinsi NTT Fatima Daniel mengatakan, kasus itu dilaporkan sendiri oleh Adolfina beberapa waktu lalu ke kantor P2TP2A karena itu mereka turun untuk melihat langsung kondisi Adolfina dan anak-anaknya. Ternyata kondisi mereka sangat memprihatinkan.
“Soal masalah tanah, itu urusan lain tapi ini menyangkut kemanusiaan, bagaimana mungkin orang dikasih tinggal di dalam kandang babi bersama babi. Bagaimana nanti dengan kesehatan anak-anak dan cucunya, sangat tidak manusiawi,” katanya.
Karena itu dia ingin lembaga publik lain bisa mengetahui ini dan membuka mata untuk bisa membantu Adolfina dan anak-anaknya dan negara harus bertanggungjawab kepada rakyatnya.(kr8/ays/fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gerebek Rumah Bandar Narkoba, Polisi Temukan 8000 Ekstasi
Redaktur : Tim Redaksi