jpnn.com - SETIAP orang punya garis kehidupan sendiri-sendiri. Banyak yang percaya itu sudah ditentukan. Begitu juga petinju legendaris Muhammad Ali yang mengembuskan napas terakhirnya Sabtu (4/6). Ya, bisa jadi Muhammad Ali tak akan menjadi petinju yang begitu menakutkan jika dia tak kehilangan sepeda hadiah natalnya pada Oktober 1954 silam.
Pencurian seeda itu seolah menjadi titik balik hidup Muhammad Ali.
BACA JUGA: Superfantastis! Rossi Juara, Marquez Kedua, Lorenzo Marah-marah
Saat itu langit wilayah Louisville, Kentucky, Amerika Serikat mendung. Hujan pun turun. Kondisi itu tidak menghalangi rencana bocah 12 tahun bernama Cassius Clay (nama kecil Muhammad Ali) datang ke sebuah bazar.
Usai mendapatkan apa yang menjadi incarannya, permen dan popcorn gratis, dia bersama temannya menghampiri sepeda yang diparkirnya di Columbia Auditorium untuk pulang ke rumah.
BACA JUGA: Tai Tzu Ying Bikin Gelar Indonesia Open Dibagi Rata
Namun, betapa kagetnya dia. Sepeda berwarna merah yang baru saja diberikan sang ayah sebagai hadiah Natal, hilang dicuri. Dengan sangat marah, Ali berusaha mencari sepeda tersebut. Dia kemudian pergi ke gym sekitar auditorium untuk menemui seorang polisi bernama Joe Martin.
"Dia bilang, 'Aku akan menghajar orang yang mencurinya'. Saya lalu bilang, 'Kamu harus belajar tinju dulu sebelum menghajar seseorang'," ujar Martin seperti dikutip dari Bleacher Report.
BACA JUGA: Istora Histeris!! Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong Juara dan Buka Baju
Setelah membantu Ali kecil membuat laporan kasus pencurian, Martin memberi formulir anggota gym kepadanya. Martin ketika itu memiliki program acara tinju Tomorrow's Champions di televisi lokal.
Jika ada yang memprediksi bocah 12 tahun dengan berat 40 kilogram dari Louisville itu akan menjadi juara dunia tinju, maka dia akan dianggap sebagai orang gila. Tapi, tidak bagi Martin. Dia melihat adanya talenta dan semangat dalam diri Ali.
Enam pekan kemudian, Ali menjalani pertarungan pertamanya di atas ring. Pada acara Tomorrow's Champions tersebut, Ali mengalahkan bocah lainnya bernama Ronny O'Keefe dengan menang angka pada pertarungan tiga ronde. Di bawah asuhan Martin, Ali berhasil meraih kepopuleran di wilayah Kentucky.
Ali berhasil meraih gelar Kentucky Golden Glove enam kali, dua National Golden Glove, dan dua gelar Amateur Athletic Union sebelum usianya 18. Total Ali menjalani 108 pertandingan amatir.
Ali kemudian terpilih sebagai wakil Amerika Serikat di Olimpiade Roma 1960 dan merebut medali emas dengan mengalahkan petinju Polandia. Lucunya, Ali awalnya menolak tampil di Roma karena takut naik pesawat terbang. Ali sempat meminta Martin menyediakan tiket kapal laut ke Roma.
Medali emas Olimpiade belum membuat Ali puas. Ali yang ketika itu disponsori konsorsium Louisville Sponsoring Group (LSG), kemudian mendapat kesempatan berlatih bersama pelatih veteran Angelo Dundee.
LSG sempat berusaha merekrut pelatih ternama seperti Mongoose, Archie Moore, dan Sugar Ray Robinson, tapi gagal. Bersama Dundee-lah Ali menjadi juara dunia kelas berat tinju dengan mengalahkan Sonny Liston. Ali berada di bawah asuhan Dundee hingga gantung sarung tinju.
Hingga kini, sampai wafatnya, Ali gagal menemukan sepeda merahnya tersebut. Selamat jalan Ali! (cnn/far/k15)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pelatih asal Lampung Ini Lolos Seleksi Wasit dan Juri Nasional
Redaktur : Tim Redaksi