jpnn.com - KERJA tim medis Rumah Sakit Paru Jember, Jawa Timur, patut diapresiasi. Mereka sukses melakukan operasi langka. Yakni ”membuka” mulut bocah Naila Mutasyarofah yang sejak lahir mengalami kelainan rahang atas dan bawah merekat serta bibir terkatup. Naila pun kini mulai bisa bersuara.
RANGGA MAHARDIKA, Jember
BACA JUGA: Kisah Bocah Cantik Ini Mengharukan, Melihat Bunga Ingat Almarhum Ibunya
FERLYNDA PUTRI, Surabaya
”Pulang... pulang... sakit,” rintih Naila di ruang High Care Unit (HCU) Hiperbaric RS Paru Jember Kamis lalu (25/8). Meski suaranya tak jelas, ibunya bisa memahami arti ucapan Naila. Maka, sang ibu Ningwati terus menenangkan buah hatinya itu.
BACA JUGA: Punya Empat Istri, kok Hanya Tiga yang Diajak Berangkat Haji? Ternyata
Kondisi Naila memang masih lemah dengan balutan perban di kepala. Senin lalu (22/8) dia baru saja menjalani operasi besar. Mulutnya yang sejak lahir tertutup rapat dan rahangnya yang tidak bisa digerakkan mesti dibedah.
Untuk tahap tersebut, operasi terbilang sukses. Mulut Naila pun sudah bisa digerakkan meski masih kaku. Suaranya juga mulai terdengar kendati masih kurang terang.
BACA JUGA: Top, Eka Pratiwi Meski Tunanetra Tapi Jadi Sarjana dan Cum Laude Pula
Yang jelas, Ningwati terlihat sangat bahagia melihat kondisi anaknya yang mulai bisa bersuara. Sudah lama dia merindukan suara keluar dari mulut anaknya itu. Bahkan sejak Naila lahir. Kalau toh selama ini terdengar ”suara” dari mulut bocah tersebut, ”Yang paham artinya hanya ibunya,” ucap Nurul, staf Kecamatan Jelbuk, Jember, yang mendampingi keluarga Naila.
Bungsu tiga bersaudara pasangan (almarhum) Buhari dan Ningwati itu sejak lahir mengalami kelainan mulut terkatup. Di wajah bocah tersebut sebenarnya sudah terbentuk mulut lengkap. Tetapi, bibir atas dan bawahnya menyatu.
Bukan hanya itu, bagian belakang rahang bocah kelahiran 6 Maret 2010 tersebut juga merekat sehingga tidak bisa digerakkan. Otomatis, mulut bocah asal Dusun Lengkong, Desa Sucopangepok, Kecamatan Jelbuk, Jember, itu terkunci.
Lantas, bagaimana selama ini Naila makan dan minum hingga bisa tumbuh normal? Ternyata, ada lubang kecil di belahan bibir yang cukup untuk memasukkan sedotan. Lubang sebesar setengah sentimeter itu dibuat dukun saat Naila masih berumur tiga bulan. Dari lubang tersebut, ibu Naila dengan telaten memasukkan air susu melalui lubang hidung anaknya.
Ketika Naila sudah cukup umur, Ningwati juga mulai memberi makan. Caranya ialah melumat makanan menjadi butiran-butiran kecil dan memasukkan melalui lubang mungil di bibir Naila. Satu demi satu. ”Biasanya Naila suka telur dan susu,” ucap Ningwati sembari menyeka air mata.
Meski memiliki kelainan seperti itu, Naila tetap tumbuh dan berkembang layaknya anak-anak normal. Dia juga bersekolah. Kini dia tercatat sebagai murid kelas I di SDN Sucopangepok 4 Jelbuk. Bahkan, walau organ mulutnya tidak normal, Naila memiliki hobi menyanyi. ”Biasanya menyanyi Sakitnya Tuh di Sini,” ungkap Ningwati.
Selama enam tahun, Naila bertahan hidup dengan kondisi seadanya tanpa pertolongan medis. Apalagi, rumah orang tuanya cukup terpencil. Dari Kantor Kecamatan Jelbuk, masih harus melakukan perjalanan satu jam ke lereng Pegunungan Argopuro.
Beban Ningwati makin berat saat suaminya yang bekerja sebagai TKI di Malaysia meninggal dunia. Dia pun hanya bisa pasrah karena ketiadaan biaya untuk mengobatkan anaknya. Akhirnya ada bidan desa yang mengetahui kondisi Naila. Dibantu relawan Sedekah Rombongan Jember dan staf Kecamatan Jelbuk, Naila bisa tertangani secara medis.
Beberapa kali Naila dibawa ke rumah sakit. Namun, tidak ada perkembangan berarti. Baru, ketika ada program pengobatan dari RS Paru Jember untuk masyarakat miskin, Naila tertangani lebih baik. Bahkan, RS milik Pemprov Jatim itu langsung membentuk tim dokter untuk menangani pasien istimewa tersebut.
Sebagai ketua tim, ditunjuklah dr Ulfa Elfia MKes SpBP-RE, spesialis bedah plastik. Lalu, ketua tim anestesi dipercayakan kepada dr Wahib. Mereka didampingi tim supervisi yang dipimpin dr Magda Rosalina Hutagalung SpBP-RE (KKF), spesialis bedah plastik wajah dari RSUD dr Soetomo Surabaya.
Menurut dr Ulfa, penanganan terhadap Naila tidak mudah. ”Ini bukan penyakit, melainkan kelainan bawaan saat lahir,” katanya.
Yakni kelainan caput mandibulae (rahang bawah) lebih kecil dan ada perlekatan dengan maksila (rahang atas). Akibatnya, rahangnya mengunci. Otot-otot di sekitar tulang pipi pun kaku karena tidak pernah digerakkan. ”Langit-langit pasien juga tidak terbentuk sempurna,” ujar Ulfa.
Itulah yang membuat Naila tidak bisa membuka mulut. Belum lagi bentuk lidah yang kecil atau mikroglosia. Bibirnya juga tidak seperti bibir pada umumnya. Lebih kecil.
Bentuk tersebut memengaruhi posisi gigi Naila. Normalnya gigi berdiri sejajar. Namun, gigi Naila tidur ke arah dalam. Selain itu, terdapat karies di hampir seluruh giginya. Terutama di daerah geraham.
Maka, dalam operasi tersebut, beberapa gigi Naila dicabut. Namun, hal itu tidak mengkhawatirkan. Sebab, gigi Naila tergolong masih gigi susu. Sehingga bisa tumbuh lagi. ”Untuk giginya, akan dikonsultasikan dengan dokter gigi,” ujarnya.
Penanganan kepada Naila sebenarnya dilakukan sejak tiga bulan silam. ”Namun, kami mengalami keterbatasan dalam pemeriksaan CT scan,” ungkap Ulfa.
CT scan di Jember masih slice terbatas sehingga tidak bisa menggambarkan jaringan keras dan lunak dengan detail. Karena itu, pihaknya harus melakukan CT scan terhadap Naila di Surabaya. Hasil CT scan itulah yang kemudian menjadi dasar perencanaan operasi.
Dari hasil pemeriksaan diketahui, tindakan operasi yang akan dilakukan terhadap Naila tidak mudah dan tak bisa ditangani dokter spesialis plastic surgeon biasa.
”Karena tidak hanya membuka mulut, tapi juga memisahkan rahang atas dan bawah serta sedikit pemotongan supaya rahangnya bisa digerakkan dengan bebas,” ucapnya.
Tim dokter RS pun lalu meminta pendampingan dr Magda Hutagalung yang selama ini mendalami craniofacial. Bukan hanya pendampingan tenaga, melainkan juga mesin khusus yang dipinjam RS Paru Jember dari Surabaya.
Anestesi dilakukan dengan cara modern melalui fiber optik sehingga tidak perlu melubangi leher untuk saluran pernapasan pasien. ”Proses operasinya berlangsung sekitar tujuh jam dengan tambahan anestesi tiga jam. Jadi, total sekitar sepuluh jam,” jelas Ulfa.
Secara umum, menurut Ulfa, proses operasi berjalan lancar. Sebab, persiapannya cukup matang. Bahkan, lima hari setelah operasi, Naila sudah diperbolehkan pulang. ”Indikasi kondisi pasien cukup baik, makan-minumnya sudah adequate (memenuhi kebutuhan minimum, Red) jika infus dibuka,” katanya.
Selain itu, pembengkakan seusai operasi mereda dan produksi drain pascaoperasi sudah sangat minimal. Untuk memudahkan kontrol, Naila untuk sementara diminta pulang ke rumah singgah relawan Sedekah Rombongan di Patrang, Jember.
Pihak RS Paru Jember akan terus mengawasi perkembangan kondisi Naila. ”Sebab, Naila masih dalam tahap tumbuh kembang. Sehingga kami perlu tahu perkembangan dan pertumbuhan tulangnya,” jelas Ulfa.
Sambil terus diobservasi, Naila juga harus menjalani terapi buka tutup mulut agar tulang rahangnya tidak kembali kaku. Untuk saat ini, tim dokter masih lebih mengutamakan fungsi live saving agar Naila bisa melanjutkan hidup dan kondisinya mendekati sama dengan orang normal lainnya. (*/har/c9/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kaya Potensi Bahari, Sitaro Andalkan Produk Kerakyatan
Redaktur : Tim Redaksi