Kisah Para Karyawan Merpati Setelah 3 Bulan Tanpa Gajian

Ada yang Tetap Santai, Ada yang Diusir Karena Tak Mampu Bayar Kos Lagi

Senin, 10 Maret 2014 – 19:44 WIB
Ketua Asosiasi Pilot Merpati (APM), Captain Sardjito dalam jumpa pers bersama para pilot dan pegawai Merpati Nusantara Airlines, beberapa waktu lalu. Foto: Yessy Artada/JPNN.Com

jpnn.com - Malang benar nasib pegawai PT Merpati Nusantara Airlines (MNA). Di tengah lilitan utang perseroan yang sudah mencapai Rp 7,3 triliun dan berhentinya operasional penerbangan, Merpati kini makin tak berdaya. Lantas bagaimana nasib para pegawainya?

Yessy Artada, Jakarta

BACA JUGA: Taipei Cycle 2014, Tempat Membuka Mata Melihat Inovasi Sepeda

BULAN ini genap tiga bulan ratusan pegawai Merpati belum menerima hak mereka seperti gaji, tunjangan hari raya tahun 2013 atau bahkan pesangon. Sebagian dari mereka ada yang sudah mencari tempat kerja baru untuk menghidupi keluarganya. Namun, tak sedikit pula karyawan yang masih bertahan. Beragam cara pun dilakukan para karyawan perusahaan BUMN itu demi menyambung hidup.

"Ya macem-macem, ada yang sampai jual harta bendanya. Kalau saya pakai uang tabungan, alhamdulillah masih ada sisa," kata Ketua Asosiasi Pilot Merpati (APM), Captain Sardjito saat ditemui JPNN beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: Banyak Belajar saat Berada di Amerika

Ditemui secara terpisah, salah satu pilot senior Merpati, M Fadjarudin mengatakan, dirinya sebenarnya sudah pensiun. Namun, pria 58 tahun itu mengaku mengantongi kontrak sebagai pilot bantuan. Sementara untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari selama belum digaji, ia membuka usaha catering kecil-kecilan.

"Saya menawarkan makanan-makanan yang dibantu dibuat oleh istri saya, lalu dijual ke sekolah cucu saya. Saya bawa ke situ untuk dijual. Ada juga yang telepon, SMS untuk membeli makanan dari saya. Jadi saya cari makan dari situ. Ya catering kecil-kecilan lah, jadi itu halal," kisahnya.

BACA JUGA: Mama Ade Sara: Saya Yakin Mereka Anak yang Baik

Meski begitu, ada kesulitan yang ia temui. Yakni ketika harus membiayai kuliah anak. Dia mengaku harus memutar otak untuk mendapatkan uang.

Sementara, pilot senior lainnya, Eman Supriatman mengaku tak mau dibuat stres dengan kondisi Merpati yang belum juga memberikan titik terang. Karenanya, dia lebih memilih untuk menikmati hidup sembari menunggu kejelasan nasib gajinya. Sehari-hari, pria yang sudah mengabdi di Merpati selama 35 tahun itu memilih memanfaatkan waktunya bersama keluarga.

"Ya kondisi ini memang tak mudah bagi hidup kami, setiap individu pasti merasakan kesulitan yang berbeda. Kalau saya coba untuk tetap berkegiatan dan melakukan hal positif, seperti berkebun, ke sawah, main sama cucu. Ya menikmati hidup dari sisa THR kemarin," terang pria berambut ikal ini.

Lain lagi yang dialami oleh Sekjen Asosiasi Pekerja Merpati (APM) Adhitya Priyo. Bernasib sama dengan karyawan lain yang belum menerima gaji, Adhitya harus putar otak kala anak ketiganya lahir ke pada 5 Maret 2014. Dia mengaku sempat kebingungan mendapatkan biaya untuk istrinya melahirkan. Akhirnya, ia harus menjual berbagai perabotan yang laku dijual.

"Istri saya baru melahirkan kemarin, dengan kondisi yang seperti ini saya mikiri, saya harus gimana? Saya enggak mau menyia-siakan anugerah Allah. Tabungan saya sudah saya pakai selama ini, saya juga sudah jual segala macam," beber bapak tiga anak ini.

Aksi Adhit ini sudah menuai protes dari keluarga, terutama istri tercinta yang prihatin jerih payah suaminya tak juga membuahkan hasil. Kata Adhit, istrinya sampai ngambek berhari-hari karena masih keukeuh memperjuangkan para pekerja Merpati lainnya dan lontang-lantung tanpa penghasilan.

"Mana ada istri yang mau ditinggal pergi pagi pulang malam terus-terusan hanya untuk berjuang demi Merpati? Istri saya marah-marah terus, ibu saya juga tanya dan cemas soal nasib saya. Beliau cemas karena mikir mau dikasih makan apa anak istrinya kalau terus-terusan seperti ini," beber Adhit.

Apa yang dialami Adhit ternyata masih terbilang belum seberapa. Dituturkannya, ada pegawai Merpati yang kisahnya lebih tragis lagi karena dari indekos karena tak mampu lagi bayar sewa kamar kos-kosan. Akhirnya Adhit pun menjati tempat berkeluh kesah.

"Saya enggak tega, mereka itu ngeluhnya pada ke saya semua. Dari porter sampai tingkat manager. Ada petugas flight operator diusir dari kos-kosannya karena belum bayar. Ada lagi anak istrinya sampai tidur di emperan jalan karena memang sudah enggak punya apa-apa lagi. Mereka mau pulang ke daerah asal juga enggak punya uang. Ini saya cerita enggak mengada-ada," tegas pria yang sudah 19 tahun bekerja di Merpati itu.

Adhit mengakui bahwa dirinya sempat mencari kerja di maskapai lain. Hanya saja kecintaannya pada Merpati masih melekat sehingga mengaku belum puas bila belum ikut berjuang bersama rekan-rekannya untuk mempertahankan perusahaan pelat merah itu.

"Saya saat ini masih mikirin Merpati, karena saya sayang sama Merpati. Saya kerja di sana dari nol, dari enggak punya apa-apa, sampai bisa nyicil rumah, beli mobil. Jadi saya masih ngerasa punya utang budi sama Merpati. Belum puas rasanya kalau saya enggak berjuang mati-matian, istilahnya sampai titik darah penghabisan," kata dia bersemangat.(chi/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengunjungi Feira Hippie de Ipanema, Pasar dengan Semangat Hippie


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler