jpnn.com - Isu seputar pernikahan dini kembali menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Kasus Syamsuddin, 15, dan Fitrah Ayu, 14, warga Bantaeng, Sulsel, yang ingin menikah dini menjadi salah satu pemicunya. Pesta pernikahan telah digelar tapi negara belum memberi restu.
MUH IKSAN-ARDIANSYAH, Bantaeng
BACA JUGA: Remaja Berhubungan Seks Luar Nikah kok tak Dirisaukan?
Resepsi pernikahan telah digelar 1 Maret lalu. Syamsuddin dan Fitrah Ayu, gagah dan cantik dalam balutan pakaian pengantin adat Bugis-Makassar.
Namun, Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bantaeng menolak permohonan pernikahan Syamsuddin dan Fitrah Ayu.
BACA JUGA: Menteri Yohana: Setop Pernikahan Dini !
Bukan tanpa sebab KUA menolak permintaan untuk menikah. Syamsuddin dan Fitrah Ayu masih di bawah umur. Masing-masing berusia 15 tahun 10 bulan dan 14 tahun 9 bulan. Mempelai perempuan masih kelas dua SMP.
Show must go on. Kendati ijab kabul tak terlaksana karena penolakan KUA untuk menikahkan, resepsi pernikahan tetap jalan. Undangan telanjur disebar.
BACA JUGA: Dua Siswa SMP Boleh Nikah Dini, Picu Polemik Batas Usia
Keduanya juga tak patah arang. Anak baru gede alias itu tetap berjuang agar pemerintah mengakui dan KUA menikahkan.
Setelah mendapat blangko N9 atau penolakan pencatatan dari KUA, mereka mengajukan permohonan dispensasi ke Pengadilan Agama Bantaeng.
Di Pengadilan Agama, permohonan dispensasi mereka dikabulkan. UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memang mengatur norma dispensasi pernikahan untuk pasangan di bawah umur.
Untuk kedua kali, Syamsuddin dan Fitrah Ayu mengagendakan pernikahan. Rencananya di KUA Kecamatan Bantaeng. Tanggal pernikahan dipilih Senin, 16 April, kemarin.
Namun, dispensasi dari Pengadilan Agama Bantaeng tak memuluskan langkah Syamsuddin dan Fitrah Ayu menjadi pasangan suami istri yang sah. Pemerintah Kecamatan Bantaeng selaku pemerintah setempat, belum memberikan dispensasi. Rencana pernikahan sejoli ini lagi-lagi batal.
"Rencana hari ini mau menikah, tapi belum diberi dispensasi dari Pak Camat," ungkap Fitrah Ayu yang masih kelas 2 SMPN di Kecamatan Bantaeng kepada FAJAR (Jawa Pos Group), Senin, 16 April.
Fitrah yang harus menunggu lagi restu pemerintah untuk bisa mensahkan hubungan suami istri, menuturkan awal perkenalannya dengan Syamsuddin. Tepatnya awal 2017 lalu. Saat itu, dia hendak pulang dari sekolahnya.
Temannya memperkenalkan Syamsuddin ke Fitrah. Dia lalu diantar pulang ke rumahnya di Kelurahan Letta, Bantaeng.
Dari perkenalan itu, mereka kemudian sering berkomunikasi melalui akun Facebook. Hubungan pun kian terjalin dan berlanjut menjadi pacaran hingga akhirnya memutuskan untuk menikah. Keduanya sadar masih belum cukup.
"Setelah lima bulan pacaran, saya kasih kenal orang tuaku dan akhirnya memutuskan untuk menikah. Semua undangan sudah tersebar, jadi terpaksa pestanya dirayakan meskipun belum menikah," ungkap Syamsuddin.
Atas dasar itulah, mereka mengajukan dispensasi ke Pengadilan Agama Bantaeng. Syamsuddin yang pendidikannya hanya sampai kelas lima SD mengakui bahwa mahar atau uang panai untuk melamar pujaan hatinya tidak terlalu banyak. Dia hanya membawa uang tunai Rp10 juta. Dia juga memberikan sebidang tanah seluas 5 are dan beras sebanyak 200 liter.
Sayang impiannya kandas sampai di pelaminan saja. Negara belum memberikan pengakuan untuk menikahkan mereka.
Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Dinas PMDPPPA Bantaeng, Syamsuniar Malik mengaku prihatin dengan kejadian tersebut. Dia berharap ada regulasi yang tegas mengatur tentang perlindungan perempuan dan anak.
Revisi UU Perkawinan makin mendesak. Kasus dua siswa SMP yang memenangkan permohonan di Pengadilan Agama Bantaeng untuk menikah, salah satu pertimbangan.
Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lenny Rosalin mengatakan, kasus tersebut sebetulnya hanya bagian dari puncak gunung es kasus pernikahan dini di Indonesia.
Persoalan pernikahan dini di Indonesia sangatlah komplek. "Di ASEAN saja, kita nomor dua setelah Kamboja," ujarnya saat dikonfirmasi, Minggu, 15 April.
Lenny menambahkan, saat ini pihaknya tengah mengkaji perubahan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Salah satu norma yang akan diatur ulang terkait dispensasi.
Dia menjelaskan, putusan Pengadilan Agama Bantaeng yang membolehkan dua siswa SMP menikah mempertimbangkan norma dispensasi. Sebab, pada awalnya keduanya ditolak Kantor Urusan Agama (KUA) setelah syarat umur tidak terpenuhi.
Padahal, kata dia, tidak ada alasan mendesak bagi kedua anak baru gede alias ABG itu untuk menikah di bawah umur. Menurut informasi yang diterima, dispensasi dikabulkan karena sang perempuan kerap ditinggal ayahnya bekerja. Sementara ibunya sudah tidak ada.
"Kita perlu pengaturan pemberian dispensasi lebih ketat," imbuhnya. Bahkan, lanjutnya, bukan tidak mungkin, dispensasi pernikahan di bawah umur akan dihapuskan.
Selain itu, norma lain yang akan diubah menyangkut usia minimal. Lenny beralasan, yang diatur dalam UU Perkawinan bertentangan dengan sejumlah UU lainnya. Misalnya UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pada UU Perkawinan, umur minimal laki-laki 19 tahun dan 16 tahun untuk wanita.
Sementara definisi anak dalam UU Perlindungan Anak adalah 18 tahun. "Naikkan usia pernikahan. Minimal tidak bertentangan dengan UU anak 18 tahun meski idealnya 21 tahun," tuturnya. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pernikahan Dini, Dua Mempelai Sama-sama Usia 14 Tahun, Viral
Redaktur & Reporter : Soetomo