jpnn.com, JAKARTA - Dua siswa SMP memenangkan permohonan ke Pengadilan Agama Bantaeng Sulawesi Selatan untuk melangsungkan pernikahan di bawah umur alias pernikahan dini. Keduanya masih umur 14 dan 15 tahun.
Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lenny Rosalin mengatakan, kasus tersebut sebetulnya hanya bagian dari puncak gunung es kasus pernikahan dini di Indonesia. Sebab, persoalan pernikahan dini di Indonesia sangatlah komplek.
BACA JUGA: Pernikahan Dini, Dua Mempelai Sama-sama Usia 14 Tahun, Viral
"Di ASEAN saja, kita nomor dua setelah Kamboja," ujarnya saat dikonfirmasi, Minggu (15/4). Lenny menambahkan, saat ini pihaknya tengah mengkaji perubahan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Di mana salah satu norma yang akan diatur ulang terkait dispensasi.
Dia menjelaskan, putusan Pengadilan Agama Bantaeng yang memperbolehkan dua siswa SMP menikah mempertimbangkan norma dispensasi. Sebab, pada awalnya keduanya di tolak Kantor Urusan Agama (KUA) setelah syarat umur tidak terpenuhi.
BACA JUGA: Sebaiknya Generasi Muda tak Lakukan Pernikahan Dini
Padahal, kata dia, tidak ada alasan mendesak bagi kedua ABG itu untuk menikah di bawah umur. Menurut informasi yang diterima, dispensasi dikabulkan karena sang perempuan kerap ditinggal ayahnya bekerja. Sementara ibunya sudah tidak ada.
“Kita perlu pengaturan pemberian dispensasi lebih ketat,” imbuhnya. Bahkan, lanjutnya, bukan tidak mungkin, dispensasi pernikahan di bawah umur akan dihapuskan.
BACA JUGA: Pengadilan Agama Pusing, Banyak Pasangan di Bawah Umur
Selain itu, norma lain yang akan diubah menyangkut usia minimal. Lenny beralasan, yang diatur dalam UU Perkawinan bertentangan dengan sejumlah UU lainnya. Misalnya UU 35 tahun 2014 tentang Perlindungan anak. Di UU Perkawinan umur minimal laki-laki 19 tahun dan 16 tahun untuk wanita.
Padahal, lanjutnya, definisi anak dalam UU Perlindungan Anak adalah 18 tahun. “Naikkan usia pernikahan. Minimal gak bertengangan dengan UU anak 18 tahun meski idealnya 21 tahun,” tuturnya. Saat ini, pihaknya masih menyusun draf naskah akademik untuk mengajukan revisi.
Lenny menjelaskan, pernikahan anak memiliki dampak negatif yang sangat banyak. Mulai dari rawan kekerangan dalam rumah tangga, membahayakan kesehatan ibu dan bayi, meningkatkan angka putus sekolah, hingga melahirkan pekerja anak. Semua itu berdampak pada rendahnya indeks pembangunan manusia dan membebani negara.
Lantas, bagaimana dengan pernikahan sirri yang tak terpantau? Dia menambahkan, untuk kasus nikah sirri, pendekatan yang bisa dilakukan hanyalah upaya persuasif. Yakni dengan terus mensosialisasikan bahaya nikah muda.
Upaya itu sendiri, kata dia, sudah terus dilakukan pemerintah. Baik ke anak-anaknya langsung, ke keluarga, ke sekolah, hingga terhadap tokoh-tokoh agaman dan tokoh masyarakat. (far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anak Perempuan Terpilih Jadi Gubernur NTT selama Sehari
Redaktur & Reporter : Soetomo