Kisah Ruyati, TKI Perempuan yang Telah Dihukum Pancung di Arab Saudi

Terjebak Rayuan Calo, Pasrah Ketika Umur Jadi Lebih Muda

Senin, 20 Juni 2011 – 08:08 WIB
Een Nuraeni, putri sulung Ruyati, menunjukkan foto ibunya yang dihukum pancung di Arab Saudi. Foto : Hilmi Setiawan/Jawa Pos

Sudah lebih dari 10 tahun Ruyati, TKI yang telah dihukum mati di Arab Saudi, merantau meninggalkan kampung halamanSelama itu dua kali dia pulang

BACA JUGA: Di Ranjang seperti PSK, Harus Rela jika Suami Berpoligami

Jika saja dia menuruti keinginan anak-anaknya untuk tidak berangkat lagi pada 2008, tentu tragedi ini tak terjadi


M

BACA JUGA: Muhammad Abrary Pulungan, Pembongkar Sontek Masal di SDN 06 Petang Pesanggrahan, Jakarta Selatan

Hilmi Setiawan - Jakarta

TANGIS Een Nuraeni pecah setiap kali wartawan menanyakan tanggapan keluarga setelah mengetahui Ruyati dieksekusi Sabtu lalu (18/6)
Anak sulung Ruyati ini tidak kuasa membendung kesedihan akibat kehilangan ibunya

BACA JUGA: Tingkah Polah Para Supporter Baasyir selama sidang Pembacaan Vonis Kemarin

Terlebih lagi, pemerintah di republik ini mengaku sulit memulangkan jenazahnya.

"Seluruh keluarga sudah berpesan ke sayaIntinya, kami menuntut jenazah Ibu dipulangkan agar keluarga bisa membersihkan makamnyaItu kewajiban kami sebagai balas budi terhadap kebaikan Ibu semasa hidup," kata Een di Jakarta tadi malam (19/6)

Lebih dari satu dekade hidup Ruyati memang jauh dari keluargaKali pertama bekerja di Abu Dhabi pada 1998, lantas ke Arab Saudi pada 2004, dan pada 2008 kembali bekerja ke Arab Saudi setelah setahun beristirahat di rumah.

Saat bekerja pada periode pertama dan kedua, Ruyati tidak mendapatkan persoalan"Ibu cerita kalau majikan-majikannya yang dulu-dulu baikTidak pernah kekurangan makan, gaji tidak pernah telat, dan cukup istirahatSetiap pulang, Ibu selalu tersenyum," terang Een

Sayangnya, kondisi berbalik total saat dia berangkat untuk kali ketigaEen menjelaskan, awalnya ide untuk berangkat itu sudah ditolak tiga anak RuyatiAlasannya, seluruh anaknya sudah mandiriBahkan, mereka siap menafkahi RuyatiApalagi, Ruyati sudah berstatus janda

Tabungannya selama bekerja di luar negeri juga sudah diwujudkan dalam bentuk rumah yang cukup besar, mobil angkutan kota, hingga mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi.  Sayangnya, keberatan anak-anaknya itu kalah kuat dengan bujuk rayu calo TKI

Dari laporan Migrant Care, calo atau sponsor yang merekrut Ruyati adalah Hakim alias MuhaiminCalo itu membujuk dengan mengatakan, jika kembali menjadi TKI lagi, masa tua Ruyati bisa tenang dan tidak mengganggu anak-anaknyaRuyati pun tergiur dan memutuskan berangkat lagi sebagai TKI ke Arab SaudiDia berangkat pada September 2008.

Saat berangkat, Een menjelaskan bahwa kondisi kesehatan ibunya baik meski sudah berusia lebih dari setengah abadEen juga menjelaskan, pihak PPTKIS (Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta) memalsukan data kelahiran RuyatiAslinya, Ruyati lahir pada 7 Juli 1957, tapi diubah menjadi 12 Juli 1968Dengan berbekal usia yang sudah lanjut, Ruyati pun terbang ke Arab Saudi.

Awal-awal bekerja, Ruyati masih sering menelepon keluarga di kampungSaat menelepon, Ruyati hanya mengatakan bahwa majikannya kali ini tidak sebaik majikannya yang dulu"Ibu tidak mengeluh ada perlakuan penganiayaan," tandasnyaEen baru tahu bahwa ibunya juga dianiaya dari Warni, TKI asal Lampung yang bekerja di rumah anak majikan Ruyati.

Een menjelaskan, pengakuan dari Warni tidak perlu dipertanyakan lagiSebab, setiap libur bekerja, mereka tidur satu kamarKadang di rumah majikan Warni, kadang juga di rumah majikan RuyatiEen menjelaskan, saat tidur sekamar itulah ibunya bercerita banyak kepada Warni tentang perlakuan majikannya, terutama majikan perempuan, Khairiya Hamid binti Mijlid, yang belakangan menjadi korbannya.

Menurut Een, ibunya bercerita kepada Warni kalau sering dihantam pakai sandal dan tiba-tiba ditinjuSelain itu, Ruyati pernah selama bulan puasa tidak mendapat jatah makan untuk berbukaBahkan, kabar lain yang sampai ke telinga Een adalah kaki Ruyati juga patahEen menduga sakit di kaki ibunya itu akibat dianiaya majikannyaCelakanya, Ruyati tidak pernah dirawat di rumah sakit.

Een menuturkan, terus-menerus dianiaya dan tidak bisa keluar untuk pulang, akhirnya ibunya tidak kuatKetika terakhir menelepon pada 31 Desember 2009, ibunya mengeluh bahwa majikannya kerap berlaku kasarTelepon itu hanya berselang sepuluh hari sebelum Ruyati membunuh majikannya dengan pisau pemotong daging.

Kabar Ruyati menjadi tersangka pembunuhan sampai ke telinga Een dari penuturan WarniEen menerima kabar tersebut dua hari setelah kejadian"Rasanya saat itu seperti tersambar petirKenapa Ibu sampai seperti itu," ujarnya.
   
Persidangan pun bergulirSelama persidangan, Een mengatakan hanya mendapatkan surat resmi dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) satu kaliYaitu, tertanggal 2 Februari 2011Surat tersebut menerangkan bahwa Ruyati menjalani persidangan dengan ancaman hukuman qisasKarena ibunya didakwa membunuh, Een paham bahwa ibunya terancam hukuman mati.

Yang membuat Een kecewa kepada pemerintah, setelah surat itu turun, tidak ada lagi surat-surat lainPadahal, pihak keluarga ingin mendapatkan informasi tentang perkembangan proses persidangan.

Een sendiri tidak mau hanya menunggu petugas pengantar surat di depan rumahnyaDia juga meluncur ke Jakarta untuk mencari informasiMulai Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dan Kemenlu dia sambangiTapi, dia mengaku seperti dipingpong"Dari kantor sini disuruh ke situ, disuruh lagi ke sana," tandasnya.

Akhirnya dia meminta bantuan Migrant Care pada 15 Februari 2011Een menjelaskan, sejak itu dirinya tidak pernah mendapat informasi tentang perkembangan proses persidanganYang dia dapat hanya informasi bahwa persidangan ibunya belum tuntasJuga informasi bahwa pemerintah tetap berupaya mendampingi Ruyati.

Een akhirnya seperti tersambar petir untuk kali keduaIni terjadi setelah dia mendapatkan kabar bahwa ibunya telah dieksekusi matiDia menerima berita itu kemarin (19/6) dari KemenluSeharusnya, tutur Een, saat penjatuhan vonis pengadilan, pemerintah mengirimkan surat pemberitahuan resmi kepada keluarga"Tidak ada sama sekaliKeluarga dapat kabar setelah ibu dieksekusi," tandasnya

Sebagai anak, dirinya memiliki kewajiban membersihkan makam orang tuanyaKewajiban tersebut, menurut dia sebagai balas budi kepada orang tua yang sudah membesarkannyaEen sendiri sejatinya sudah tahu bahwa pemerintah sulit memulangkan jenazah ibunyaTapi, dia tetap berharap pemerintah bisa memulangkannya.
   
Selain permintaan tersebut, Een berharap pemerintah mencarikan asuransi kematian ibunyaInformasi yang dia dapat, ahli waris Ruyati bisa mendapat santunan asuransi Rp 100 jutaDia mengatakan, asuransi tersebut merupakan hak keluarga yang harus dipenuhi oleh negara.

Permintaan selanjutnya masih persoalan duitEen menjelaskan, gaji ibunya masih menunggak di keluarga majikan sebesar tujuh bulanGaji tersebut, paparnya, tidak dibayarkan lagi tujuh hari sebelum kasus pembunuhan

Seperti diberitakan, Ruyati membunuh majikannya pada 12 Desember 2010"Gaji itu juga masih menjadi hak Ibu saya yang harus diusahakan pencairannya oleh pemerintah," papar perempuan kelahiran 30 September 1975 ituDia menuturkan, selama bekerja ibunya mendapatkan gaji SR 800 per bulan(c2/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Otto Syamsuddin Ishak, Pria yang Rela Jadi Investigator Kasus-Kasus HAM


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler