jpnn.com, WASHINGTON - Situasi mencekam dan kacau masih mewarnai Bandara Kabul, Afghanistan setelah negara tersebut dikendalikan kelompok Taliban.
Tidak diketahui pasti berapa jumlah kerabat dari warga AS yang belum keluar dari Afghanistan akibat kekacauan di bandara Kabul sebelum misi evakuasi berakhir pada Selasa.
BACA JUGA: Taliban Diprediksi Segera Jadi Kelompok Tajir, Ini Sumber Duitnya
Kisah pilu dialami Sharifa Afzali, istri seorang veteran Angkatan Darat AS bernama Hans Wright.
Sharifa Afzali sempat dipukuli Taliban dan berdesakan dengan warga Afghanistan lain di gerbang bandara Kabul.
BACA JUGA: Pelaku Bom Bandara Kabul Akhirnya Rasakan Pembalasan Amerika
Sharifa Afzali menyerahkan ponselnya kepada seorang tentara AS agar dapat berbicara langsung dengan suaminya, seorang veteran Angkatan Darat AS di Oklahoma.
"Saya bilang ke istri saya, 'Hei, coba apakah dia bisa bicara denganku'. Saya tidak berpikir dia mau melakukannya, tapi ternyata dia mau," kata Hans Wright yang memohon kepada tentara AS itu agar membolehkan wanita yang dicintainya masuk ke bandara.
BACA JUGA: Gaji ke-13 PNS 2022 Tanpa Tunjangan Kinerja, Jangan Pukul Rata!
Istri Wright tidak memegang visa dan hanya membawa sertifikat pernikahan mereka.
"Dan berkat anugerah Tuhan, dia mengizinkan istri saya dan penerjemahnya masuk," kata dia.
Afzali berhasil keluar dari Afghanistan. Dia menjadi satu di antara mereka yang beruntung.
Tidak diketahui pasti berapa jumlah kerabat dari warga AS yang belum keluar dari Afghanistan akibat kekacauan di bandara Kabul sebelum misi evakuasi berakhir pada Selasa.
Mereka dan warga Afghanistan yang bekerja pada AS berisiko menjadi sasaran pembalasan Taliban yang kini menguasai Afghanistan.
Banyak dari mereka yang mendatangi bandara melalui pos-pos pemeriksaan Taliban dihadapkan pada pilihan yang sulit.
Mereka harus meninggalkan kerabat tercinta atau membahayakan hidup mereka jika tetap tinggal, kata aktivis jaringan ad hoc yang membantu mereka keluar dari negara itu.
"Kami berurusan dengan banyak kasus keluarga yang terpaksa berpisah atau diberi tahu bahwa hanya anggota keluarga pemegang paspor biru (AS) dan kartu hijau yang dibolehkan masuk," kata Stacia George, mantan pejabat USAID.
Beberapa orang terpaksa meninggalkan anak-anak pada kerabat mereka meski anak-anak itu berhak menjadi warga AS, kata dia.
Sebagian yang lain bisa menitipkan anak-anak mereka pada anggota keluarga orang Amerika atau pemegang kartu hijau.
Joe McReynolds, seorang advokat pengungsi, mengatakan dia telah mendokumentasikan belasan kasus tentara AS kelahiran Afghanistan --masih aktif atau pensiun-- yang berjuang mendapatkan Visa Imigrasi Khusus (SIV) bagi kerabat mereka.
"Jika tentara itu ada di Afghanistan, kami mungkin bisa membawa kerabatnya," kata dia.
McReynolds menambahkan ada satu kasus yang seperti itu. Namun dia menolak menjelaskan lebih rinci karena alasan keamanan.
Keberhasilan Afzali dipengaruhi oleh tekadnya, keberuntungan, suaminya, sertifikat pernikahan mereka, dan aplikasi SIV-nya.
Bantuan penting juga datang Ashley Sogge, seorang mantan perwira operasi khusus AD AS, yang mengirim surat elektronik ke juru bicara Gedung Putih Jen Psaki.
Dia yakin suratnya itu ikut membantu memasukkan nama Afzali ke dalam daftar orang-orang yang akan dievakuasi dari bandara Kabul.
"Ini berita baik. Namun sayangnya tak bisa ditiru. Benar-benar bersifat ad hoc," kata Sogge.
Dimintai komentarnya, Psaki mengatakan mereka yang bertanggung jawab menyelamatkan jiwa ribuan orang adalah para tentara, badan keamanan nasional dan tim Departemen Luar Negeri di Kabul.
Wright yang berasal dari Grove, Oklahoma, pensiun pada 2009 sebagai sersan satu setelah 24 tahun mengabdi, lalu bekerja di perusahaan yang menjadi konsultan pasukan khusus Afghanistan.
Dia bertemu Afzali yang saat itu bekerja di perusahaan tersebut pada 2017.
Ketika Wright pindah perusahaan pada 2019, Afzali masih bekerja sebagai penerjemah namun di lokasi yang berbeda.
"Hubungan kami berkembang lewat pesan teks, email, dan Facebook," kata dia.
Mereka ke Dubai pada April untuk menikah dan pernikahan mereka diresmikan seorang hakim di Utah secara daring.
Uni Emirat Arab tidak bisa memberi dokumen "karena saya Kristen dan dia Islam", kata Wright.
Sertifikat pernikahan mereka ditandatangani gubernur Utah. "Benar-benar keren," kata dia.
Namun pernikahan itu tidak membantu mereka melewati halangan birokrasi. Afzali tidak bisa mengajukan visa AS sebagai istri karena dia sudah mengajukan SIV pada 2018 dan masih dalam proses.
Wright meninggalkan Afghanistan pada Mei dan berharap visa Afzali disetujui. Namun muncul peristiwa pengambilalihan Kabul oleh Taliban yang memaksa ribuan orang bergegas meninggalkan Afghanistan.
"Selama dua minggu terakhir, saya tidak bisa tidur," kata Wright.
"Banyak malam saya habiskan untuk berkomunikasi dengan militer (AS), dengan perantara militer Afghanistan."
Sogge dikenalkan dengan Wright pada Senin oleh seorang anggota dinas AS yang melihat salah satu unggahannya di Instagram yang membantu membebaskan orang-orang.
Dia bekerja lewat telepon dengan memanfaatkan jaringan evakuasi ad hoc, mengirimkan gambar-gambar dokumen Afzali dan apa yang akan dia kenakan kepada sejumlah kontak di bandara Kabul, serta memantau situasi di luar bandara melalui jaringannya.
Dia mendesak Wright untuk menghubungi anggota Kongres dan memintanya untuk memberitahu Afzali agar berangkat menuju bandara pada Selasa.
Wright dan Soge terus komunikasi dengan Afzali lewat telepon dan pesan teks.
Afzali dan penerjemahnya berangkat sekitar pukul 8 malam. Perlu waktu 16 jam perjalanan bagi mereka untuk tiba di gerbang bandara, di mana Afzali merasakan pukulan tongkat anggota Taliban.
Sejumlah tentara AS meminta mereka pindah ke gerbang yang lain.
"Dia menderita beberapa luka akibat pukulan itu. Orang-orang saling dorong dan berdesakan. Saya bilang ke dia untuk tidak menyerah," kata Wright.
Mereka pun sampai di gerbang kedua. Namun pasukan AS lagi-lagi menolak mereka masuk karena visa Afzali belum disetujui.
Sogge menyuruh Afzali lewat pesan teks untuk bertahan karena dia telah memberitahu Wright bagaimana Afzali harus berbicara kepada tentara.
"Saya mengajarinya," kata Sogge. "Apa yang harus dikatakan istrinya ketika sampai di gerbang dan bagaimana menekankan bahwa dia adalah istri yang sah dari anggota militer dan warga Amerika, dan dia membawa sertifikat pernikahan. Saya merasa, 'Inilah yang harus dia sampaikan,' dan bahwa dia memiliki kasus SIV yang tertunda."
Dia meminta Wright memberitahu istrinya untuk bersikap sopan dan gigih.
Dan itu dilakukan ketika Wright meminta Afzali menyerahkan ponselnya ke tentara AS.
Ketika Afzali dan penerjemahnya berhasil masuk dengan selamat, Sogge mengatur penerbangan untuk mereka. Saat itu, kata Wright, tujuan mereka tidak diketahui.
"Dia menelepon saya pagi ini," kata Wright pada Jumat. "Dia ada di Jerman." (Reuters/antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Soetomo