Di tengah situasi negaranya yang tidak stabil, timnas sepak bola Palestina mencoba bangkitSenin malam lalu (22/8), mereka unjuk gigi di Solo, Jawa Tengah, bertanding dengan timnas Indonesia
BACA JUGA: Pak Hakim, Minggu Depan Saya Dicerai Suami
Kisah seputar kebangkitan tim sepak bola Palestina itu ternyata sarat akan cerita sedihM
BACA JUGA: Gaya Hidup Nazaruddin di Mata Orang Dekatnya, sebelum Ditangkap KPK
ALI MAHRUS, SoloPALESTINA hingga kini memang identik dengan negeri yang sedang berperang
BACA JUGA: Keluarga Mulyadi, Keluarga Paling Sakinah Se-Nusantara Versi Kementerian Agama
Di tengah situasi negara yang tak menentu itu, sepak bola Palestina ternyata tak pernah matiOlahraga yang paling digemari di kolong jagat tersebut terus menggeliat di sanaSaat ini Palestina berusaha membangkitkan gairah sepak bolanyaMulai musim lalu, untuk kali pertama Palestina menggulirkan kompetisi sepak bola
"Karena kondisi di negara kami yang seperti itu, geliat persepakbolaan di Palestina terbagi menjadi dua, di wilayah Tepi Barat dan Jalur GazaMusim lalu, untuk kali pertama sepanjang sejarah, kami menggelar kompetisi penuh di Tepi BaratSedangkan di Gaza, sejauh ini masih sebatas turnamen," papar Ibrahim Qatari, manajer timnas Palestina, kepada Jawa Pos Minggu lalu (21/8), ketika ditemui di salah satu hotel di Solo.
Kompetisi sepak bola di Tepi Barat saat itu diikuti sepuluh klubSedangkan even di Gaza diikuti 12 klub"Kebetulan yang menjadi juara dalam liga perdana di Tepi Barat adalah klub saya, Al Ammari," tutur Ibrahim
Menurut Ibrahim, seperti di belahan dunia lain, menjadi pesepak bola adalah salah satu karir yang diincar banyak anak muda PalestinaPendapatan dengan menjadi pemain bola cukup menggiurkanSaat ini gaji tertinggi pemain di liga lokal?Palestina mencapai USD 8 ribu per bulan atau sekitar Rp 65 juta
Sayang, karena situasi di penjuru negeri yang tak pernah tenang, sampai saat ini tidak ada satu pun sekolah sepak bola (SSB) di PalestinaPembinaan hanya dilakukan apa adanya oleh klub-klub"Dengan kondisi seperti itu, kami terus melakukan pendekatan kepada FIFA dan AFC agar ikut membantu pengembangan sepak bola di PalestinaBagi kami, sepak bola bukan hanya olahraga, melainkan juga pelipur lara di tengah situasi yang semua tahu seperti apa di Palestina," terang Ibrahim
Meski saat ini belum ada pemain asing yang berani berlaga di kompetisi Palestina, beberapa pemain Palestina bisa bersaing di liga mancanegaraAntara lain, Omar Jarun yang bermain di Liga Primer Polandia, Arka Gydinia, Abdellatif Bahdari (Hajer Club/Arab Saudi), Mohammed Samara (Arab Contractors/Mesir), dan Imad Zatara (Syiarianka FC/Syria)
Pemain-pemain itulah yang menjadi tulang punggung timnas Palestina saat iniPada putaran II babak kualifikasi Piala Dunia Zona Asia bulan lalu, tim berjuluk Al Fursan (The Knight) tersebut kalah agregat 3-2 oleh Thailand
Tetapi, para pemain kunci itu tidak dibawa serta saat beruji coba melawan Indonesia Senin malam (22/8)Kali ini pelatih Abdel Nasser Barakat hanya membawa para pemain mudaBukan tidak menganggap serius uji coba melawan timnas Indonesia, Nasser menyatakan membawa para pemain muda karena ke depan merekalah yang menjadi tulang punggung timnas.
Nasser mengungkapkan, tantangan mengembangkan sepak bola di Palestina luar biasaSelain faktor infrastruktur yang jauh dari standar, intimidasi dari Israel dan konflik antarpartai yang berkepanjangan ikut ambil bagian dalam mengebiri sepak bola PalestinaSaat ini di Palestina hanya ada dua stadionKapasitas?penonton dua stadion tersebut pun hanya 10 ribuanSelain itu, Palestina hanya punya satu lapangan rumputLainnya menggunakan rumput artifisial."
"Jika situasi agak terkendali, kami bisa melakukan persiapan di dalam negeriTetapi, jika tidak, kami terpaksa melakukan pemusatan latihan di negeri tetanggaItu pun tidak bisa lamaPaling sering di Jordania," ujar Nasser
Mantan pemain timnas Palestina tersebut juga mengungkapkan satu hal yang sangat mirisKarena konflik berkepanjangan, bukan hal aneh lagi ketika pertandingan sepak bola digelar atau timnas sedang berlatih, tiba-tiba ada roket atau bom yang meledak
"Sangat sering, saat kami berlatih atau bermain tiba-tiba ada bom yang meledak atau roket nyasar serta beberapa pemain dan penonton terlukaItu sudah biasa bagi kamiBegitulah kehidupan yang harus kami hadapi," beber Nasser sambil tersenyum kecut
Untung, perbedaan pilihan partai tidak sampai mengganggu koharmonisan timnasNasser mengakui, saat ini pandangan politik para pemain timnya berbeda-bedaAda yang ikut Hamas (fraksi berhaluan garis keras yang melawan Israel), ada pula pengikut Fatah (yang lebih lunak terhadap Israel)
"Saat pemain kami panggil ke timnas, kami camkan terlebih dahulu kepada mereka untuk melupakan perbedaan politikMereka semua patuhJadi, tidak pernah ada persoalan di timnas tentang urusan politik karena kami satu kata bahwa sepak bola hanyalah urusan sport," terangnya
Selain bertempur dengan lawan yang sesungguhnya di lapangan hijau, Al Fursan harus berhadapan dengan keculasan Israel setiap kali hendak bermainFederasi Sepak Bola Palestina (PFA) selalu menghadapi masalah dalam mengorganisasi timnasItu terkait dengan pemberlakuan pembatasan perjalanan oleh Israel tehadap penduduk Palestina yang bermukim di Jalur Gaza dan Tepi Barat
Dengan alasan tidak jelas, Israel kerap menolak mengeluarkan visa beberapa pemainBahkan, pernah satu tim sekaligusPada November 2006 Palestina gagal bertanding di babak kualifikasi Piala AFC karena pengajuan visa seluruh pemainnya yang berasal dari Tepi Barat dan Jalur Gaza tidak dikabulkan oleh IsraelAkibatnya, Palestina dianggap WO dan Singapura yang kala itu menjadi tuan rumah diberi kemenangan 3-0 oleh AFC
Yang dialami timnas Palestina pada 2006 tersebut kemudian mengilhami pembuatan sebuah film yang berjudul Goal DreamsSelain itu, di seri dokumenter BBC, muncul judul Frontline Football.
Pada Mei 2008 timnas Palestina tidak diizinkan melakukan perjalanan ke AFC Challenge CupSetelah menjalani laga kualifikasi Piala Dunia 2011 Zona Asia dengan melawan Thailand bulan lalu, dua pemain inti mereka, Mohammed Samara dan Majed Abusidu, ditolak masuk lagi ke Tepi BaratKarena itu, mereka tidak bisa melakukan perjalanan lagi bersama tim dari Thailand
Tahun lalu striker Ziyad Al Kord dilarang bepergian dan rumahnya dihancurkan tentara IsraelSelama 2008?2009 konflik Israel-Gaza, tiga pemain Palestina, Ayman Alkurd, Shadi Sbakhe, dan Wajeh Moshtahe, menjadi korban"Begitulah kehidupan kamiTetapi, kami harus tetap optimistisPerjalanan kami sangat panjangKami yakin bisa," ucap Nasser
Nasser menuturkan bahwa laga melawan timnas Indonesia bukan saja urusan sepak bola"Tetapi, kami juga ingin mengunjungi saudara kami di sini untuk bersilaturahmiSetelah ini, kami yang akan mengundang timnas Indonesia bermain di Palestina," terang dia(c11/kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hendry Soelistyo, Melihat Peluang Bisnis dari Kemacetan Jakarta
Redaktur : Tim Redaksi