Kisah Titi dan Nurbaitih, Rela Meninggalkan Ortu yang Sakit demi Honorer K2

Kamis, 10 September 2020 – 07:50 WIB
Tiga pimpinan Perkumpulan Hononer K2 Indonesia Nunik Nugroho (berdiri), Titi Purwaningsih, Nur Baitih (jilbab putih) saat menunggu rapat Panja ASN yang bersifat tertutup, di Senayan,Senin (24/2). Foto: Mesya/JPNN.com

jpnn.com - Para honorer K2 sudah tentu mengenal kiprah dan sosok Titi Purwaningsih dan Nurbaitih.

Dua guru honorer K2 itu yang rajin bertemu pejabat publik. Baik di forum resmi, maupun yang sifatnya lobi.

BACA JUGA: Seluruh PNS dan PPPK, Mohon Simak Penjelasan MenPAN-RB Tjahjo Kumolo

Baik di daerah masing-masing maupun tingkat pusat.

Mereka juga populer di kalangan wartawan yang konsisten memberitakan nasib honorer K2.

BACA JUGA: Selamat Pagi, Ini Kabar Baik bagi Honorer K2 Lulus PPPK

Setiap ada kebijakan pemerintah terkait honorer, dua orang itulah yang jadi target pewarta untuk dimintai tanggapan.

Jan terbang mereka yang cukup tinggi dalam mengelola organisasi honorer membuat keduanya dipercaya para legislator Senayan.

BACA JUGA: Anies Baswedan: Kegiatan Usaha Jalan Terus, Kegiatan Kantor Jalan Terus, tetapi...

Ya, untuk menyemprit para menteri seperti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), para pimpinan Komisi II dan X DPR RI kerap menghubungi mereka.

Di awal pelantikan anggota DPR RI periode 2019-2024, mereka juga aktif bergerilya untuk mendekati politisi baru.

Sebab, penyambung suara mereka banyak yang gagal di Pileg 2019, tidak lolos menuju Senayan.

Sangat rapi, cerdik, dan terstruktur cara kerjanya. Padahal keduanya hanya seorang guru honorer di Sekolah Dasar.

Dan, tanpa dibesar-besarkan, berkat keduanya lah beberapa kebijakan pemerintah bisa keluar. Salah satunya regulasi untuk seleksi CPNS 2013 dan CPNS 2018.

Mau dibantah atau tidak, tetapi setiap ada kebijakan pemerintah terkait honorer K2, tidak terlepas dari peran Titi dan Nurbaitih.

Namun, dua tahun belakangan, kedua Srikandi ini mendapatkan tantangan begitu besar dari rekan-rekannya sesama honorer K2.

Titi yang merupakan Ketum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) memutuskan ikut tes PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) pada Februari 2019 dan dinyatakan lulus.

Bagi anggotanya, langkah Titi itu dianggap mengingkari perjuangan honorer K2 yang fokus memperjuangkan status PNS.

Ada alasan kuat Titi ikut seleksi PPPK ini.

Secara pribadi dia melihat menjadi PPPK adalah langkah awal menuju PNS. Ibarat mobil harus punya ban serep.

Namun, Titi meyakinkan, status PPPK tidak akan menghentikan gerakannya memperjuangkan honorer K2 yang belum terakomodir.

Dilihat dari jumlah honorer K2 yang ada di data base BKN sebanyak 439.590 orang, baru sekitar 59 ribu yang terakomodir di CPNS ( 8 ribuan) dan PPPK (51 ribuan).

Berarti masih ada plus minusnya 390 ribu terkatung-katung nasibnya.

Besarnya jumlah honorer K2 yang belum terakomodir itulah yang membuat Titi dan Nur terus bergerilya.

Mereka harus berjuang untuk kepentingan honorer K2.

Di sisi lain ada tanggung jawab keduanya sebagai tenaga pendidik dan seorang ibu bagi anak-anaknya.

Keduanya tidak pernah gentar dan mundur meski banyak rintangan mengadang mereka.

Rintangan dari dalam organisasi PHK2I paling kencang. Kelompok yang ngotot jadi PNS menghujat Titi habis-habisan.

Sedangkan Nur yang belum lulus PPPK ikut dihujat karena sering mendukung Titi.

Namun, hujatan tidak membuat mereka mundur dari patah arang. Mereka makin menunjukkan eksistensi sebagai pejuang honorer K2 sejati.

Dalam dua pekan terakhir, Nur mengawal Komisi II dan X DPR RI. Kepada pimpinan dan anggota komisi, dititipkan pesan agar masalah penyelesaian honorer K2 menjadi aparatur sipil negara (ASN) dituntaskan pemerintah.

Bahkan Nur secara khusus menyampaikan langsung kepada Mendikbud Nadiem Makarim agar guru honorer K2 dan tenaga kependidikan diprioritaskan di 2021.

Begitu juga saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR RI dengan KemenPAN-RB dan BKN pada 8 September 2020, Titi dan Nur mengawal langsung.

Kendati saat itu keduanya tengah kesusahan. Ibunda Titi dirawat di rumah sakit. Sebagai anak tertua, dia harus merawat ibunya.

Namun, demi memperjuangkan nasib honorer K2 dia rela meninggalkan ibunya yang sedang sakit.

"Ibu saya masih dirawat di rumah sakit. Berat hati saya untuk meninggalkan beliau tetapi mau bagaimana lagi, ada ratusan ribu honorer K2 yang harus saya perjuangkan," kata Titi kepada JPNN.com, Kamis (10/9).

Bukan hanya Titi, ayahanda Nur juga sakit.

Bedanya ayahanda Nur rawat jalan sehingga dia harus membagi waktunya dengan cermat.

"Habis mengajar langsung ke DPR. Kemudian membahas strategi perjuangan untuk honorer K2. Setelah itu merawat ayah saya dan tengah malam baru bisa istirahat," tuturnya.

Hari ini, 10 September, ketika keduanya masih dihadapkan dengan orang tua sakit, mereka berusaha tegar menuju Istana Negara.

Ada mandat penting yang mereka bawa. Memperjuangkan nasib honorer K2 baik yang lulus PPPK Februari 2019 dan yang belum.

"Visi misi kami hanya satu, seluruh honorer K2 harus terakomodir menjadi ASN. Jangan sampai ada yang tertinggal," kata Titi.

Sedangkan Nur menegaskan, mereka tidak mau banyak kata tetapi ingin menunjukkan hasil.

"Kami berjuang bukan untuk dipuji tetapi tanggung jawab moril. Bagi saya perdebatan dalam organisasi adalah pelecut untuk membuktikan kalau kami benar-benar berjuang untuk semua honorer K2. Bukan hanya untuk kelompok tertentu," pungkasnya. (esy/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler