jpnn.com - Jongky Goei saat berkunjung ke Malang Post (Grup JPNN.com) untuk mengenang kisah perjuangannya memperkenalkan budaya dan seni Indonesia ke penghujung dunia.
Secara status kewarganegaraan Jongky Goei kini bukanlah Warga Negara Indonesia (WNI), tetapi kecintaannya terhadap tanah air, terutama dalam bidang kesenian dan budaya, bahkan melebihi cinta WNI akan tanahnya sendiri.
BACA JUGA: Jokowi Diminta Tegur Menteri yang Lebih Berpihak ke Importir Daging
Usianya tak lagi muda, 62 tahun, tetapi semangatnya menyebarluaskan kesenian dan budaya Indonesia tak kalah dengan pemuda Indonesia usia 17 tahun. Semangatnya di bidang seni dan budaya memang patut diacungi jempol, puluhan wilayah di benua Eropa pernah ia kunjungi untuk sekedar memperkenalkan tarian kecak dari Bali. “Baru-baru ini saya mengundang tari kecak dari Bali dan tari saman dari Aceh dengan jumlah peserta sebanyak 70 orang, saya kenalkan ke orang-orang Jerman,” katanya.
Meskipun kini ia resmi berkebangsaan Jerman, namun rasa nasionalismenya tak perlu diragukan. Perjuangannya memperkenalkan seni dan kebudayaan Indonesia berakar dari kemirisannya atas ketidak-tahuan warga di seluruh dunia tentang Indonesia.
BACA JUGA: YES! TNI Bakal Punya Rudal Galak yang Bikin Australia dan Singapura Tak Bahagia
“Indonesia itu belum cukup eksis, bayangkan ketika saya cerita tentang Indonesia mereka balik tanya sama saya, Indonesia apanya Bali?” ujarnya.
Berangkat dari keinginannya memperkenalkan Indonesia kepada dunia dan kecintaannya kepada seni. Jongky muda yang pada masanya berusia 20 tahunan memulai petualangannya ke penjuru Jerman memperkenalkan Indonesia melalui cintanya, seni dan budaya.
BACA JUGA: Jaksa Agung Dinilai Memang Harus Mundur
“Waktu itu saya berfikir melakukan segala sesuatu berdasarkan kecintaan saya, ya melalui seni dan budaya, beda dengan anak sekarang yang money oriented,” tegasnya.
Ia mengisahkan perjuangannya bukanlah hal yang mudah. Pasalnya usaha yang ia lakoni berdiri atas nama pribadi dan menggunakan dana pribadi, bukan dari pemerintah. Sehingga selain dari segi pendanaan, ia juga acap kali merasa kesulitan dalam proses perijinan.
“Swasta disana susah, peraturan pemerintah sangat ketat berbeda dengan Indonesia, jadi bisa dibayangkan perjuangan saya bagaimana sampai bisa mengantarkan seni budaya asing kesana. Bukan main sulitnya,” ujar pria berpostur tinggi besar itu.
Kecintaannya kepada seni bermula ketika sang suster memperkenalkan Jongky kecil menyaksikan pertunjukkan Jawa seperti ketoprak, ludruk, wayang kulit dan wayang orang di kota Malang pada tahun 1950-an.
“Sampai sekarang saya sangat sayang dengan beliau, karena berkat beliau lah saya mengenal dan mulai mencintai dunia seni, terutama seni panggung,” katanya.
Sayangnya dengan jujur ia mengaku peminat seni dan budaya Indonesia di sana masih sedikit, pada saat pertunjukkan pengunjung yang datang pun tidak memenuhi target auditorium. Oleh karena itu misi dan kedatangannya ke Indonesia kali ini untuk mengajak grup Jakarta Teater Keliling (JTK) beraksi di Jerman.
“Mereka sudah lama sekali ingin ke Jerman, persiapannya sudah dari akhir Oktober sampai November kemarin, saya yakin kalau mereka kesana aksi mereka akan memukau dan Indonesia akan semakin terkenal,” tegasnya dengan penuh keyakinan.
Menurutnya, JTK memiliki keunikan dari segi drama cerita dan tidak tergantung dari segi bahasa. Ia menilai pembicaraan tidak akan ada artinya jika orang yang menonton tidak mengerti maksud dan tujuannya. “Karena kalau drama harus lihat aksinya, kalau JTK bisa berkomunikasi tanpa harus berbicara, itu ketertarikan dan keunikannya,” terang pria yang 42 tahun tinggal di Jerman.
Ia menambahkan banyak dari kebudayaan Indonesia yang dapat disatukan, yang kemudian melahirkan sebuah harmoni dan dieskplorasi ke seluruh dunia.
“Seni Indonesia itu seperti pelangi, yang bisa mewarnai dunia hingga ke pelosok-pelosoknya, maka perlu dikelola dan dieskplorasi lagi,” harapnya.
Ia berharap pemuda-pemudi Indonesia masa kini memiliki semangat yang kuat untuk mempelajari dan eksplorasi kesenian tanah air agar dikenal di penjuru dunia. “Mereka harus punya semangat, ini kan juga harta mereka sendiri, mereka yang harus mengeksplorasi dan mengembangkannya lagi,” pungkasnya.
Berdasarkan ceritanya, Jongky yang lulusan dari sekolah musik di Jerman, pernah menjadi pianis pengiring pertunjukan salah seorang ballerina tersohor di dunia, Marcia Haydee di tahun 1994.
Perjalanannya ke Jerman bermula setelah ia menyelesaikan sekolahnya di tahun 1973. Sebagai salah satu etnis Tionghoa, ia merasa kesulitan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi di Indonesia, kalau toh bisa pasti membutuhkan biaya yang sangat mahal dan melalui jalur “dalam”.
“Kemudian saya berfikir, daripada uang yang segitu banyaknya waktu itu dihabiskan di Indonesia lewat jalur dalam, lebih baik saya berangkat ke Jerman dan survive disana,” ujarnya saat menceritakan keputusan yang telah disepakati oleh sang bunda.
Perjalanannya ke Jerman mempertemukan ia dengan istrinya, sehingga keputusan terberat pun harus ia lakoni dengan pindah kewarga-negaraan menjadi seorang Jerman. Hanya saja kini ia telah berpisah dengan istrinya dan memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan menggali potensi seni Indonesia yang semakin unggul untuk diperkenalkan ke seluruh dunia. (mg6/fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ternyata Ini Keinginan PKS dalam Reshuffle Kabinet
Redaktur : Tim Redaksi