Kisah Warga Venezuela Bertahan Hidup di Tengah Krisis dan Arogansi Penguasa

Minggu, 17 Februari 2019 – 11:59 WIB
Warga Venezuela mengantre untuk masuk ke wilayah Kolombia. Foto: Reuters

jpnn.com, CUCUTA - Maria berjalan pelan di sepanjang perbatasan Venezuela-Kolombia. Perempuan 52 tahun itu menarik sebuah kereta dorong penuh muatan besi. Dia tak sendiri. Beberapa penduduk Venezuela lainnya melakukan hal serupa. Mereka mencari jalan yang penuh ilalang rimbun agar tak terdeteksi pasukan keamanan Venezuela saat menyeberang ke Kolombia.

Jalan yang dilalui Maria adalah satu di antara sekitar 30 perlintasan ilegal dua negara. Sejak kekacauan di Venezuela, penduduk biasanya menggunakan jalan-jalan tersebut untuk menyeberang ke negara tetangga. Mereka menjual apa saja yang bisa mereka kumpulkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mulai besi-besi tua, kotak plastik, hingga kardus bekas.

BACA JUGA: Krisis Venezuela: Maduro Kerahkan Pasukan Elite Meneror Pendukung Oposisi

"Saya masuk Kolombia dengan kereta dorong ini. Melalui jalan berlumpur ini. Tapi, ketika kembali, saya melewati jembatan,"' ujar ibu yang memiliki dua anak itu seperti dilansir The Sun Daily.

Saat pulang, dia lewat Simon Bolivar International Bridge yang menghubungkan Kolombia-Venezuela. Jembatan yang menghubungkan San Antonio del Tachira, Venezuela, dan La Parada, Kolombia, itu ditutup bagi kendaraan, tapi pejalan kaki masih boleh melintas dengan bebas. Orang-orang yang tinggal di perbatasan dua negara bebas melintas tanpa paspor atau dokumen tertentu.

BACA JUGA: Rakyat Venezuela Menderita, Maduro Malah Tuduh AS Kirim Bantuan Busuk

Hal serupa dilakukan Dayana Pirela. Perempuan 29 tahun yang pernah mengenyam pendidikan di universitas itu tak lagi bisa menggunakan ijazahnya untuk mencari kerja. Sekarang dia adalah pemulung dan menjual rongsokan hasil kerjanya ke negara tetangga seperti Maria.

"Jalan-jalan kecil ini kini adalah jalan hidup kami, jalan kami untuk menafkahi diri sendiri," ujar ibu dua anak itu sambil membawa 7 kerat plastik yang hampir menutupi wajah. Maria, Dayana, dan orang-orang lainnya biasanya berjalan sambil berbicara berbisik. Mereka menyalahkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro atas penderitaan yang dirasakan penduduk saat ini.

BACA JUGA: Oposisi Selangkah Lagi Kuasai Duit Minyak Venezuela

Tak ada yang tahu berapa orang yang melintas di jalur-jalur ilegal itu setiap hari. Namun, versi pemerintah Kolombia, per hari ada 40 ribu orang yang melintasi Simon Bolivar International Bridge. Tidak diketahui apakah mereka berangkat dan pulang dari jalur yang sama atau lewat jalur ilegal seperti Maria.

Dulu jalur-jalur ilegal itu memang digunakan untuk menyelundupkan barang. Tapi, bukan plastik bekas dan besi tua seperti saat ini. Melainkan bahan bakar. Sebagai negara kaya minyak, Venezuela memberikan subsidi besar-besaran kepada penduduk. Minyak murah itulah yang dijual ke negara tetangga dengan menaikkan harganya.

Sebagian penduduk tidak hanya menjual rongsokan. Mereka mencoba menjual daging ke Kolombia. Krisis membuat kontrol kebersihan di Venezuela tak terjaga. Artinya, hewan-hewan yang dipotong di negara tersebut dan dijual murah di Kolombia memiliki risiko kesehatan yang tinggi.

"Kami telah menyita sejumlah besar daging selama setahun terakhir," ujar Wakil Komandan Polisi Cucuta, Kolombia, Kolonel Francisco Gelvez.

Krisis pangan itu tak membuat pemerintah bergerak. Maduro tetap tak mau membuka pintu berbatasan agar bantuan asing bisa masuk. Dia memang mengirimkan bantuan makanan ke wilayah-wilayah miskin, tapi jumlahnya tak mencukupi. Dilansir BBC, oposisi memperkirakan sekitar 300 ribu penduduk bakal meninggal kelaparan jika bantuan kemanusiaan tak segera datang. Namun, versi Maduro, negaranya baik-baik saja.

"Tidak ada kelaparan di Venezuela," tegasnya dalam sebuah wawancara dengan BBC. Menurut dia, selama ini media hanya membesar-besarkan. (sha/c10/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Krisis Venezuela: Perawat Beralih Profesi Jadi PSK


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler