Kisah Yaimun, Mengabdi Jadi Kepala Desa di Kampung Idiot

Pernah Kesal dengan Dokter yang hanya Beri Ceramah

Selasa, 08 Maret 2011 – 08:08 WIB
Yaimun, Kepala Desa Pandak, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo.

Jika di desa lain, menjadi kepala desa (kades) adalah jabatan menggiurkan hingga sampai diperebutkan, mungkin itu tidak berlaku di Desa Pandak, Kecamatan Balong, Kabupaten PonorogoSelain sangat miskin, desa ini adalah salah satu kawasan yang banyak dihuni warga idiot

BACA JUGA: Menikmati Laut Mati, Wisata Kesehatan yang Jadi Magnet Jordania

Apa yang membuat Pak Kades di sana betah?

===========================
  DHIMAS GINANJAR, Ponorogo
===========================

PRIA itu masih muda, umurnya 38 tahun
Perawakannya tegap

BACA JUGA: Suka Kunjungi Negara yang Dimusuhi Amerika dan Eropa

Dialah Yaimun, dan sudah tiga tahun ini menjabat sebagai Kepala Desa Pandak, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo


Di kalangan warganya, Yaimun dikenal dengan motornya, yakni sebuah Honda Win

BACA JUGA: Ketika Perekonomian Jordania Kehilangan Oksigen Akibat Revolusi Arab

Jika ada suara motor yang terdengar dari kejauhan, meski belum lihat siapa yang mengendarai motor itu, warga sudah bisa menebak, pasti lah itu Pak Kades Yaimun"Karena yang punya motor di sini sangat jarangBisa dihitung dengan jariApalagi, suara motor saya nggak ada yang menyamai," kata bapak satu anak itu, sambil tertawa ngakak

Dengan motor itu lah, Yaimun secara berkala mengunjungi warganyaSecara keseluruhan, medan di Desa Pandak sangat tidak ramah untuk dilalui kendaraan bermotorWarga di sana, lebih suka berjalan kaki untuk bepergianMaklum, jalan desa yang memiliki luas  10,185 ha itu masih berupa tanah dengan medan tanjakan dan turunan ekstrim"Dengan motor saya ini, saya bisa sampai ke pucuk-pucuk gunung," kata Yaimun membanggakan motor kesayangannya itu

Kondisi Desa Pandak memang memprihatinkanLebih dari 90 persen wilayahnya berupa tanah liatRumah-rumah penduduk di sana, hampir semuanya tak ada yang berdinding tembokKebanyakan berdinding kayu atau gedek (anyaman bambu)Alas rumah pun dibiarkan seadanya, berupa tanah, tanpa ada ubin, apalagi keramik

Menjadi kepala desa yang wilayahnya banyak dihuni warga idiot (down syndrome) atau alami keterbelakangan mental, menjadi tantangan tersendiri bagi Yaimun"Yang bisa saya lakukan, hanya mengunjungi mereka, sambil mengusahakan bantuan untuk mereka," kata pria lulusan STM iniDari data yang ada, jumlah warga idiot di Desa Pandak 53 orangMereka terdiri dari usia balita hingga 35 tahun

Siang itu (3/3), Jawa Pos diajak mengunjungi beberapa warga Yaimun yang mengidap keterbelakangan mental dengan mengendarai motornyaTempat pertama yang didatangi adalah keluarga pasangan Misman (30) dan Jarmiatin (27)Pasangan suami-isteri ini sungguh kasihanSelain miskin, anak mereka satu-satunya, Sahrul Rosikin (7) tumbuh tidak normal"Kadang, dia suka kejang dan tubuhnya membiru seperti pasien jantung bocor," kata Yaimun

Selain itu, tangan dan kaki Sahrul mengecilUkuran yang tidak proporsional itu membuat tangan dan kakinya tidak berfungsiKetika ditanya Jawa Pos, pandangan kosong Jarmiatin lantas tertuju ke kandang ternak yang ada di sisi kanan rumahnya

Dia menceritakan proses bagaimana Sahrul yang ada dalam pangkuannya itu lahirDia masih ingat betul, saat kehamilan anaknya, dia tidak banyak mengkonsumsi makanan bergizi"Setiap hari makan tiwul (makanan dari singkong) tanpa susu atau makanan tambahan," kenangnya, sedih

Saat itu dia sangat khawatir, anaknya bakal mengalami cacat saat lahirApalagi, dia juga tahu bahwa banyak warga lainnya punya anak idiotKetika Sahrul lahir, Jarmiatin sempat merasa lega"Saat itu, saya bersyukur, bayi saya seperti bayi normal," katanyaNamun, semua itu berubah saat usia anaknya menginjak lima bulan"Dia kejang dan membiruDi bawa ke dokter, katanya saraf otak yang kena," imbuhnya.

Karena didera kemiskinan, membuat dia dan suaminya tidak bisa berbuat banyakDia pun merawat Sahrul semampunya"Suami saya cuma kuli bangunanTahun ini maunya saya membawa anak saya ke dokterTapi, panen gagal," lanjutnya.

Gara-gara kepahitan hidup itulah, Jarmiatin mengaku trauma kalau ingin punya anak lagiDia masih takut mengandung dalam kondisi miskin meski dia sadar harus punya anak lagi untuk melanjutkan keturunan"Kami takut, kalau punya anak lagi, nanti cacat," ujarnya

Setelah dari rumah Jarmiatin, Jawa Pos lantas diajak ke rumah JanemPerempuan 70 tahun itu tinggal dengan dua anaknya yang sama-sama idiotMereka adalah Bandi (43) dan Jemari (40)Saat Jawa Pos bertamu ke rumah Janem, Bandi dan Jemari sedang duduk-duduk santai di dapurKeduanya selalu tertawaKadang, Bandi dan Jemari bergantian mengejar ayam, sambil terus tertawa"Ya seperti itu mereka setiap hari," kata Janem

Menurut Yaimun, keluarga Janem adalah salah satu keluarga yang dia pantau hampir setiap hari"Saya selalu mengecek persediaan makanannyaKalau mau habis, saya carikan bantuan," ujar Yaimun yang asli warga Desa Pandak ini

Seperti itu lah aktivitas Yaimun selama menjabat KadesKetika ditanya, apa yang membuatnya tertarik menjadi Kades, dia tak langsung menjawabTak lama berselang, dia menjawab, "Sejak saya kecil sampai sekarang, kondisi di desa ini tak banyak berubahIni lah yang membuat saya tertantang untuk maju menjadi KadesSaya ingin membangun desa ini," katanya bersemangat

Berbagai proposal untuk pembangunan di desanya sudah banyak dia bikinTetapi, cibiran dan tidak diindahkannya proposal itulah yang kerap dia dapatPadahal, permintaan pria kelahiran 1973 itu cukup sederhana: segera dibangun akses jalan untuk transportasi"Percuma diberi bantuan makan, kalau kami tetap terisolasi di sini," paparnya.

Desa Pandak memang seperti terisolirMemasuki kawasan itu pengunjung harus melewati jalan yang cukup panjang yang kanan kirinya berupa sawah atau hutanSembako sudah masuk ke Pandak meski akses transportasi sulit"Butuh sedikitinya 8 km perjalanan untuk bisa dapat sembako," jelasnya

Tidak hanya itu, minimnya akes transportasi juga membuat 3.980 warga di desa itu terkungkung di wilayahnyaRoda perekonomian jelas macet karena warga tidak bisa leluasa menjual hasil sawah merekaUntuk jagung misalnya, di Pandak harga sekilonya hanya Rp 2.000Padahal, di luar desa bisa ditebus hingga Rp 3.200"Jual beli hanya berputar di dalam desa," terangnya.

Musim kemarau dinilai Yaimun lebih parahSemua pohon dikawasan Pandak akan keringAir menjadi sulit untuk dicariSaat musim hujan seperti ini  saja, satu sumur yang memiliki kedalaman hingga 30 meter digunakan ramai-ramai oleh warga hingga radius 300 meter"Di sini memang serba susah," tuturnya.

Oleh sebab itu, sebagai putera daerah, Yaimun punya keinginan agar desanya segera dibangun jalanSaat ini, dari total 15 km akses jalan, yang diaspal baru 500 meterJalan makadam sekitar 10 km dan sisanya masih berupa tanah liatPerkembangan desa dinilainya sangat lambat

Dia juga pernah merasa kesalSaat tim dokter pernah datang ke Pandak beberapa waktu yang laluYaimun kesal karena dokter itu tidak membawa obat-obatanMelainkan hanya memberi ceramah kepada warganyaPadahal, untuk datang ke lokasi pertemuan itu warganya harus berjalan kaki cukup jauhWarga juga dikatakannya banyak yang kesal saat itu.

Meski demikian, sebagai Kades dia mengaku kerap terhibur juga dengan keberadaan warga yang menderita down syndromeSaat ada kritik pedas akan pekerjaannya, dia berkunjung ke warganya yang sakit ituBeban dan penat yang ada bisa langsung hilang melihat senyum atau tingkah warganya yang punya keterbelakangan mental itu"Melihat mereka, membuat saya bersyukurKarena saya bisa hidup normal seperti ini," katanya lantas tersenyum.(kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Effendi Soleman, Bulan Depan Keliling Nusantara dengan Kapal Rancangan Sendiri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler