Suka Kunjungi Negara yang Dimusuhi Amerika dan Eropa

Minggu, 06 Maret 2011 – 07:06 WIB
KELILING - Anton Krotov, pengelana ekstrem asal Rusia, sang pendiri Akademi Backpacker Internasional, ketika mampir di Jakarta, Kamis (4/3). Foto: Zulham Mubarak/Jawa Pos.
Di antara para backpacker yang hobi berkeliling dunia, nama Anton Krotov sangat tersohorPria 35 tahun itu adalah pelopor metode berkeliling dunia dengan cara ekstrem dan tak jarang tanpa membawa uang saku sepeser pun.

Laporan ZULHAM MUBARAK, Jakarta

JARUM jam menunjuk pukul 23.00 Kamis lalu (4/3)

BACA JUGA: Ketika Perekonomian Jordania Kehilangan Oksigen Akibat Revolusi Arab

Jalanan di Jakarta sudah senyap
Seorang pria kulit putih berjenggot lebat tampak sedang berkonsentrasi menghadap layar komputer jinjing di sebuah rumah di bilangan Pulo Gadung, Jakarta Timur.

Beberapa kali pria itu membenahi sarung yang melingkar di pinggangnya

BACA JUGA: Effendi Soleman, Bulan Depan Keliling Nusantara dengan Kapal Rancangan Sendiri

Dahinya mengernyit sembari mengetik deretan kalimat dalam bahasa Rusia
Dialah Anton Krotov, salah seorang pencetus metode perjalanan ekstrem berkeliling dunia tanpa modal.

Malam itu adalah hari terakhir dia tinggal di Jakarta

BACA JUGA: Maryani dan Ponpes Khusus Waria di Jogjakarta

Beberapa minggu sebelumnya, dia sempat tinggal di Aceh sebelum mampir dua malam di JakartaDalam kunjungan keempatnya ke Indonesia kali ini, Anton berencana menyusur Pulau Jawa dengan kereta dan transit di Solo, Jawa Tengah, serta Kota Malang, Jawa Timur.

Minggu depan, dia segera melanjutkan perjalanan ke Papua Nugini"Dalam setahun, sembilan bulan saya habiskan berkelana di jalanan dan berkeliling duniaTiga bulan sisanya saya pulang ke Moskow atau menetap di satu negara," ujar Anton dalam bahasa Inggris berlogat RusiaJawa Pos berhasil menemuinya malam itu atas bantuan Duta Besar Backpacker Indonesia Nancy Margaretha.

Anton mencatat, dirinya telah berkelana ala hitchhiking atau menumpang gratis kendaraan darat sekitar 700 ribu kilometerMantan wartawan itu pun telah memublikasikan informasi perjalanan dan ragam tip dalam situs berbahasa Rusia www.avp.travel.ru.

Dia juga telah menerbitkan 37 judul buku yang sebagian telah diterjemahkan dari bahasa Rusia ke beragam bahasa, termasuk bahasa IndonesiaAnton sukses menjual sekitar 200 ribu kopi berbagai judul buku perjalanan tersebutYang paling diminati adalah buku saku berjudul Practice of Free Travels or Free Travel in PracticeBuku itu memuat cara-cara berkeliling dunia dan bertahan hidup di medan-medan sulit, termasuk teknik berkelana tanpa modal.

Anton memulai hobi berkelana ekstrem pada 1991 ketika berusia 15 tahunSaat itu, dia menyisir daratan Uni Soviet yang luasnya 2/3 seluruh daratan bumiPadahal luas resmi negara yang kini bernama Rusia itu tercatat 17.075.400 kilometer persegi atau sembilan kali luas Indonesia.

Ketika itu, dia hanya membawa satu koin 60 sen dan menjelajahi bekunya suhu Rusia selama dua bulanPerjalanan ditempuh dengan numpang semua jenis moda transportasi, mulai mobil pribadi, truk barang, sampai helikopter.

Sukses menaklukkan 86 di antara total 89 provinsi di Rusia yang dinilai merupakan medan terberat di muka bumi membuat dirinya ketagihanAnton pun mulai intensif menjejakkan kaki di benua-benua lain dan berkelanaHingga saat ini, dia telah berkunjung ke 49 negara.

Ciri khas Anton adalah gemar mengunjungi negara yang dimusuhi Amerika Serikat (AS) dan EropaTerutama yang dicap negara konflik, negara teroris, negara endemi penyakit, atau negara miskinDengan begitu, dia bisa memberitakan kepada dunia tentang fakta-fakta riil di kawasan tersebut melalui buku serta situsnya.

"Kesimpulan saya, tidak ada manusia jahatSaya pergi ke Somalia, Angola, Sudan, Madagaskar, Afghanistan, Pakistan, Tajikistan, Indonesia, serta negara-negara lain, mereka semua ramah kepada saya," ujarnya.

Menurut pria yang 10 tahun silam memeluk Islam itu, di negara-negara konflik justru banyak tersembunyi tempat eksotisSpot wisata tersebut terkubur kesan angker yang diembuskan negara-negara Eropa dan ASMelalui buku dan tulisannya, Anton membuka tabir dan mengoreksi travel warningTulisannya mendalam dan objektif karena rata-rata dua hingga empat kali dia mengunjungi negara yang sama dalam kurun waktu berbeda sejak 20 tahun terakhir.

Dalam satu dekade belakangan, kata dia, kesan orisinalitas bangsa dunia telah lunturDampak globalisasi dan modernisasi telah menyentuh pedalaman Afrika, Timur Tengah, serta AsiaAfghanistan dan Pakistan, misalnya, bukan lagi negara Islam layaknya 10 tahun silamWarga di sana, lanjut Anton, sangat materialistis setelah listrik, internet, dan telepon seluler menjamurSemakin banyak yang mahir berbahasa Inggris dan kerap menaikkan harga jika bertemu turis kulit putih"Sedikit-sedikit dollar Mister, dollar Mister..Mereka kini menyembah uang," ungkapnya lantas tersenyum kecut.

Ironisnya, di negara-negara Islam itu mulai banyak berdiri kafe, supermarket, dan barPenduduk kini bisa mengonsumsi bir secara bebas menirukan budaya BaratDi Tajikistan Timur misalnya, pada 1999"2001, siapa saja bisa masuk tanpa visaTuris cukup membayar dengan tembakau atau beberapa belas dolar saja.

Negara yang sulit dijelajahi backpacker, kata Anton, adalah TiongkokSebab, sangat sedikit warganya yang pandai berbahasa asingUntuk memudahkan berkomunikasi ketika berada di negara itu, dia merancang metode khusus dengan kartu kataDia mencetak 50 kata penting dalam kartu bolak-balikSatu sisi bertulisan bahasa Mandarin dan sisi lain bahasa RusiaJika menginginkan sesuatu, dia tinggal menunjukkan kartu kata tersebut kepada warga lokal.

Tip simpel lain, mereka yang ingin berkeliling dunia setidaknya harus mempelajari 200 kata dalam bahasa lokal di tiap negara yang akan dikunjungiKata-kata itu sebaiknya berkaitan dengan kebutuhan primer seperti makan, sandang, dan tempat berteduhNamun, Anton lebih suka menghafal satu kalimat manjurApa itu" "Saya tidak punya uang," ujarnya lantas tertawa.

Tip-tip itu juga disusun dalam materi kurikulum dan diajarkan kepada sesama backpacker melalui lembaga pendidikan informal, yakni Academy of Free TravelAnton menjabat presiden di lembaga yang kursusnya dilangsungkan berpindah-pindah di berbagai negara ituUntuk keperluan tersebut, setahun sekali dia menetap selama sebulan dan menyewa rumah di sebuah negaraDi sana, Anton mengundang murid-muridnya dari berbagai negara untuk datang dan berbagi ilmuSetelah kursus selesai, mereka pun menyebar kembali berkelana membelah penjuru globe.

Menjelang wawancara berakhir, Anton sempat meminta peta dunia buatan Indonesia dan sebuah penaSembari ngobrol, dia menunjukkan bahwa peta cetakan lokal itu memiliki banyak kesalahanMisalnya, sejumlah perbatasan negara yang tidak sesuai di wilayah Afrika dan Timur TengahAda juga pulau-pulau milik Rusia yang dimasukkan ke wilayah JepangDia juga menggambar jaringan jalan baru yang diketahuinya dalam perjalananSebab, bagi pengelana seperti dirinya, pengetahuan peta dan kompas merupakan hal nomor satu yang wajib dimiliki.

Selain memperbaiki peta, Anton memiliki kebiasaan lain, yakni selalu menelepon orang tuanya sebelum tidur dengan fasilitas telepon internetItu dilakukan untuk menghormati ayah dan ibunyaSelain itu, agar keselamatan selalu diberikan Allah SWT"Yang saya pelajari sebagai orang Islam, jika saya salat dan tidak minum alkohol, di mana pun berada, saya akan dibantu dan disayangi orang asing," katanya.

Sepanjang 2012, jadwal Anton sudah padatDia akan mengunjungi Damaskus (Syria), Krasnoyarks (Rusia), Kunming (Tiongkok), dan mengadakan kelas Academy of Free Travel di GuatemalaPada 2013, kelas akan berpindah ke MadagaskarDia berjanji membawa berita-berita baik ke negara-negara itu dan berharap bisa membawa pesan damai Islam di mana pun berada(c5/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Wayan Mertayani yang Menjuarai Lomba Foto Internasional berkat Kamera Pinjaman


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler