Kisruh Lelang Beton, Kepala BPPBJ DKI Diminta Tak Mencari Kambing Hitam

Kamis, 31 Oktober 2019 – 15:08 WIB
Balai Kota DKI Jakarta. Foto: dok JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Presidium Relawan Anies-Sandi, Tom Pasaribu merespon jawaban yang dilontarkan Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa (BPPBJ) DKI Jakarta, Blessmiyanda terkait kisruh soal dugaan "pelanggaran" dalam lelang e-Katalog Pengadaan Barang Kategori Beton di Pemprov DKI Jakarta.

"Syukurlah Kepala BPPBJ DKI Blessmiyanda akhirnya membuat hak jawab atas surat terbuka yang saya tujukan kepada Gubernur Anies," kata Tom menanggapi klarifikasi yang disampaikan Bless, Jakarta, Kamis (31/10/2019). 

BACA JUGA: Dugaan Permainan Lelang Pengadaan Beton Mencuat, Inspektorat DKI Dinilai Tutup Mata

Meskipun, menurut Tom, penjelasan Bless yang mencatut surat Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) RI, tak lebih hanyalah retorika kosong, alias tidak menjawab masalah apapun. Justru, Bless terkesan hendak berupaya buang badan atau 'mengkambinghitamkan' LKPP RI. 

Tom lantas mempertanyakan, klaim Bless yang menyebut bahwa pengadaan barang/jasa melalui e-Katalog untuk pekerjaan komoditas Beton, Beton Precast, dan Beton Rapid Setting sudah sesuai ketentuan berdasarkan surat tanggapan LKPP RI ber-Nomor 11097/D.2.2/11/2018 tanggal 1 November 2018. 

BACA JUGA: Inspektorat DKI Disarankan Gandeng Kejaksaan Usut Pengadaan Beton di BPPBJ

"Saudara Bless tidak jujur menerangkan apa adanya soal latar belakang surat tanggapan LKPP tersebut, bahwa yang pertama bersurat ke LKPP adalah dirinya, dengan tujuan meminta tafsir atas peraturan LKPP pasal 13 huruf F. Harusnya Bless menerangkan juga apa alasannya dia tiba-tiba bersurat memohon atau meminta tafsir terhadap pasal 13 huruf F secara spesifik," tegas Tom.

Direktur Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) ini mengaku, mengantongi bukti surat permohonan yang dilayangkan Kepala BPPBJ DKI Bless kepada LKPP RI, yang berisi 'Permohonan Penambahan atau Tafsir Kategori' pada Katalog Lokal di BPPBJ DKI. 

Tom menyebut, surat tersebut aneh bin ajaib. Dia pun mensinyalir, disinilah awal mula pintu masuk permainan dimulai. Karena mekanisme surat permohonan penjelasan tafsir lazimnya dilakukan oleh instansi pemerintah bila terdapat frasa kalimat yang dianggap multitafsir atau tidak diatur secara spesifik dalam sebuah aturan/perundang-undangan.

Sedangkan aturan ketentuan Pasal 13 huruf F Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Katalog Elektronik, menurut Tom sangat jelas dan gambang.

"Itu (surat tanggapan LKPP) justru memperkuat bukti jejak pelanggaran yang sistematis, yang direncanakan BPPBJ. Karena, jawaban LKPP tetap menekankan bahwa perusahaan Penyedia Katalog Elektronik harus berbadan usaha Prinsipal Produsen atau mata rantai pasok terdekat dari Prinsipal alias agen Prinsipal," beber Tom.

Apabila Prinsipal Produsen dan Agen tidak ada, baru BPPBJ DKI boleh menggandeng atau menyeleksi perusahaan penyedia jasa konstruksi yang memiliki izin usaha jasa konstruksi dan sertifikat badan usaha.

Tom melanjutkan, bila mengacu pada surat jawaban LKPP tersebut, mestinya yang dilakukan seleksi masuk e-Katalog terlebih dahulu adalah perusahaan-perusahaan Prinsipal Produsen sebagaimana ketentuan Pasal 13 huruf F Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Katalog Elektronik.

"Tetapi ini kan tidak, tahapan seleksi atau evaluasi terhadap Prinsipal Produsen untuk kategori Beton, Precast dan Beton Rapid Setting tidak pernah dilakukan, dan BPPBJ langsung sekaligus meloloskan perusahaan jasa konstruksi," ungkapnya.

Aroma permainan di lelang Kategori Beton, menurut Tom semakin sulit dibantah, karena di lelang proyek lain BPPBJ DKI tegak lurus menjalankan aturan LKPP. Mereka melakukan seleksi dan evaluasi serta menggandeng Produsen Prinsipal dalam Katalog Lokal lainnya, yaitu; Katalog Lokal Kategori Hotmix, Marka Jalan, Ban dan Accu, Pengolahan Air Limba, Sumur Resapan dan Penerangan Jalan Umum.

"Sedangkan pada proyek Katalog Lokal untuk Beton, Precast, dan Beton Rapid Setting dokumen persyaratannya berubah sendiri, alias bukan Prinsipal Produsen atau Dostributor/Agen," papar Tom.

Lucunya lagi, tambah Tom, Bless menyatakan mereka hanya sebagai pengguna sementara, kalau tidak sesuai sistem LKPP tidak akan diaprove padahal Katalog Lokal pengelolanya Pemprov DKI, bukan LKPP.

"LKPP berwenang dalam mengelola Katalog Nasional. Kalau untuk Katalog Lokal, LKPP hanya memberikan persetujuan pengelolaan Katalog Lokal, memberikan pendampingan, monitoring, dan evaluasi, hingga memberikan sanksi terhadap pengelola Katalog Lokal," jelas Tom.

"Bless juga mengungkapkan, 'persyaratan yang harus dipenuhi itu, yaitu, harus merupakan pabrikan atau distributor. Tapi, karena ini sasarannya adalah kontraktornya, jadi yang terdekat kepada pabrikan dan distributor. Kontraktornya juga harus mendapat dukungan dari pabrikannya'. Ini jelas pernyataan yang ambigu, dan mengindikasikan kalau dia (Bless) benar-benar ada main dengan kontraktor," dia menegaskan.

"Kalau temuan KP3I ini hoax, atau dianggap ngawur. Pertanyaannya, kenapa BPPBJ tidak melaporkannya ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik atau fitnah?," Tom menambahkan.

Belss Sudah Pernah Diingatkan

Lebih jauh, Tom kemudian buka-bukaan perihal komunikasinya dengan Bless. Dia mengaku sebelumnya sudah mencoba mengingatkan Bless melalui pesan WA agar tidak melanggar aturan, tepatnya sebelum BPPBJ DKI memulai lelang e-Katalog Beton. 

Upaya tersebut dilakukan, karena Tom ikut merekomendasikan Bless untuk kembali menjabat Kepala BPPBJ DKI, setelah sempat dicopot pada era Gubernur Djarot Syaiful Hidayat.

"Jadi, sebelumnya, saya sudah mencoba mengingatkan (Blass) melalui WA, bahwa lelang Katalog Lokal kategori Beton itu menyimpang dari aturan LKPP. Tapi, dia jalan terus," cerita Tom.

"Saya berani mengingatkan Bless, karena saya yang 'membawa' dia silaturrahmi ke ruangan Wakil Gubernur saat itu, sebelum kemudian akhirnya dia kembali ditunjuk jadi Kepala BPPBJ DKI. Jadi, saya merasa punya tanggung jawab moral untuk 'menjaga' dan menyelamatkan dia agar tidak menyimpang," sambungnya.

Saat itu, Bless bercerita panjang lebar tentang dinamika yang sempat menimpanya di internal BPPBJ DKI hingga sekitar pukul 23.00 malam.

"Singkatnya, menurut pengakuan Bless, bahwa dia dicopot dari Kepala BPPBJ di jaman Gubernur Djarot adalah korban dari perseteruan pengurus pusat salah satu partai besar dengan pengurus partai di DKI Jakarta karena persoalan proyek besar," kata Tom menirukan pernyataan Bless.

"Karena mendengar cerita tersebut, saya kemudian berani membawa dan merekomemdasikan saudara Bless untuk kembali menjabat Kepala BPPBJ DKI. Dan Bless juga berjanji akan bekerja profesional dan membenahi BPPBJ yang menurut Bless banyak permainan. Jadi, karena ucapannya itu saya mendukung Bless (kembali) jadi Kepala BPPBJ DKI," kisah Tom.

Namun, Tom melanjutkan, kini dirinya merasa tertipu. Karena Bless ternyata melanggar komitmen yang kala itu berjanji siap memperbaiki BPPBJ DKI era Gubernur Anies Baswedan.

"Jadi, apa yang diceritakan Bless kepada saya sebelum saya bawa (rekomemdasikan) ke Balaikota, ternyata itu hanya cerita pepesan kosong semata demi kembali meraih jabatan Kepala BPPBJ," sesal Tom.

"Sejujurnya, saya tidak kecewa dengan hal ini, tapi bagi saya, ini menambah pengetahuan dan wawasan saya, khususnya tentang perilaku dan kepribadian saudara Bless," sambungnya.

"Saya hanya merasa kasihan terhadap orang-orang yang dituduh Bless seperti beberapa Pimpinan DPRD DKI periode 2014-2019, dan seorang Sekjen partai besar dan sejumlah pegawai BPPBJ yang jadi korban (hasutan)," ujarnya.

"Terakhir, saya berdo'a mudah-mudahan saudara Bless sukses selalu dan panjang umur, dan terlepas dari kasus hukum," tutup Tom. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler