Klasemen Ustaz Radikal

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Selasa, 08 Maret 2022 – 13:48 WIB
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Presiden Joko Widodo mengingatkan jajaran TNI dan Polri supaya tidak sembarangan mengundang penceramah dalam pengajian.

Jokowi mengingatkan jangan mengundang ustaz yang radikal. Rupanya, dari hasil intipan ke grup WA TNI-Polri dan keluarganya Jokowi tahu ada ustaz radikal yang sering diundang ke pengajian-pengajian keluarga TNI-Polri.

BACA JUGA: Reaksi Ustaz Felix Siauw Soal Namanya Masuk Daftar Penceramah Radikal: Kapan Aku jadi Nomor 1?

Peringatan itu disampaikan Jokowi dalam acara rapat pimpinan TNI-Polri di Mabes TNI Cilangkap (1/3). Pernyataan Jokowi itu memantik reaksi luas karena Jokowi dianggap terlalu mengurusi hal-hal yang remeh-temeh.

Jokowi dianggap memberi perhatian yang tidak perlu dengan pendekatan micro-management seperti itu.

BACA JUGA: BNPT Ungkap Ciri Penceramah Radikal, Komentar Anwar Abbas Menohok

Tidak berselang lama setelah itu muncul daftar ustaz radikal yang masuk daftar cekal.

Ada daftar pendek yang berisi sepuluh ustaz yang diindikasikan radikal dan intoleran. Ada juga daftar panjang sampai 180 ustaz yang diindikasikan intoleran dan radikal.

BACA JUGA: BNPT Sebut 5 Ciri Penceramah Radikal, Novel Bamukmin Bereaksi, Simak

Tidak jelas siapa yang membuat daftar yang beredar luas di media sosial dan grup percakapan WA itu. Pada daftar sepuluh ustaz radikal nama-nama yang tercantum umumnya dikaitkan dengan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sudah dibubarkan oleh Jokowi pada 2017.

Dalam daftar itu nama Ustaz Ismail Yusanto menempati posisi top klasemen paling atas.

Di urutan selanjutnya terdapat nama-nama ustaz terkenal seperti Ustaz Felix Siauw yang berada pada posisi runner-up, dan Ustaz Abdul Somad (UAS) yang ada di posisi keempat.

Ustaz Felix Siauw mengomentari beredarnya list ini dengan bercanda. Alhamdulillah, konsisten di posisi kedua. Begitu canda Ustaz Felix dalam unggahan di akun media sosialnya.

Ustaz Felix istikamah berada di posisi kedua klasemen terbaru itu. Sebelumnya, pada 2017 Ustaz Felix juga berada pada posisi runner-up di bawah pemimpin klasemen Habib Rizieq Shihab (HRS) yang berada pada urutan paling atas.

Tahun ini, karena HRS masih berada di penjara namanya tidak masuk dalam daftar. Sebagai gantinya muncul nama Ustaz Ismail Yusanto yang selama ini dikenal sebagai juru bicara HTI.

Pada daftar itu muncul nama UAS di urutan keempat. Seumpama klasemen sepak bola, UAS masuk dalam zona Liga Champions karena masuk dalam empat besar.

Selama ini UAS tidak mempunyai afiliasi dengan HTI dan dikenal sebagai ustaz yang dekat dengan mazhab ahlu sunnah wal jamaah. Namun, materi ceramah UAS yang tajam dalam menjalankan amar makruf nahi munkar membuat namanya dimunculkan di daftar.

Pernyataan Jokowi akhirnya menjadi bola liar dengan munculnya daftar gelap itu. Belum ada otoritas resmi yang mengeluarkan daftar semacam itu. Pencekalan terhadap ulama atau ustaz pasti akan menimbulkan resistensi yang sangat tinggi.

Karena itu otoritas resmi tidak akan mengambil risiko dengan mengeluarkan list semacam itu.

Beberapa waktu yang lalu otoritas keamanan mendata pesantren dan masjid di seluruh Indonesia untuk melakukan deteksi dini terhadap penyebaran radikalisme dan terorisme.

Tindakan itu memantik reaksi negatif dari kalangan umat dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafly Amar meminta maaf kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) atas tindakan itu.

Upaya pencekalan dalam daftar hitam (black list) tidak akan efektif untuk mencegah publik mendengarkan materi ceramah dari para ustaz yang diidolakan. Memasukkan Ustaz Felix dan UAS dalam daftar cekal malah akan membuat dua ustaz itu makin populer.

Sudah menjadi fitrah manusia, makin dilarang semakin tinggi tingkat kuriositas publik terhadapnya.

Selama ini para ustaz yang masuk dalam daftar cekal itu sudah menggunakan metode dakwah modern dengan memanfaatkan ‘’dakwan bil yutub’’ dakwah dengan mempergunakan media sosial. Para ustaz itu mempunyai follower dan subscriber jutaan orang dan materi-materi ceramahnya ditonton dan disebarkan secara luas.

Para ustaz itu memakai kanal Youtube sebagai sarana dakwah dan berhasil menarik jutaan umat untuk mendengarkan materi-meteri yang diunggahnya. Para ustaz itu bebas melakukan amar makruf nahi munkar tanpa harus risau terhadap cekal.

Sebuah daftar yang dirilis Februari 2022 memuat sepuluh ustaz dengan subscriber tertinggi menempatkan UAS pada top ranking dengan 2,45 juta pelanggan, dengan jumlah total penonton lebih dari 155 juta.

Di urutan kedua ada nama Ustaz Hanan Attaki yang dikenal sebagai ustaz milenial dengan pengikut yang sangat banyak dari kalangan milenial. Kanal Youtubenya mempunyai pelanggan 2,2 juta dan video views mencapai 84 juta. Ustaz Hanan digandrungi oleh kaum milenial karena isi ceramahnya yang easy listening dan kefasihannya dalam menggunakan media sosial sebagai media dakwah.

Pada urutan ketiga ada Ustaz Das’ad Latif asal Sulawesi Selatan yang terkenal dengan ceramahnya yang jenaka dan mengundang tawa. Dengan dakwahnya yang ringan dan lucu, Ustadz Das’ad mampu meraih subscriber 2,18 juta dan viewer 205 juta.

Ustad Khalid Basalamah, yang bikin heboh karena dianggap mengharamkan wayang, berada di posisi keempat dengan jumlah subsriber 2.12 juta, dan video views sebanyak 135 juta.

Serangan dan rundungan akibat kasus wayang tidak membuat popularitasnya menurun, malah sebaliknya viewer di kanal Youtube-nya makin meningkat.

Ustad Adi Hidayat (UAH) yang terkenal dengan daya ingatnya yang mengagumkan berada di urutan ke-8 dengan jumlah subscriber sebanyak 920 ribu dengan video views mencapai 127 juta.

UAH punya ciri khas daya hafal yang kuat hingga mampu menyampaikan urutan surat dan ayat Al-Qur'an, hingga posisi ayatnya di lembar Al-Qur'an.

Para ustaz itu mempunyai staregi dakwah yang berbeda-beda dan mempunyai pangsa pasar masing-masing. Dengan jumlah pelanggan yang besar dan penonton yang tinggi penghasilan para ustaz itu bisa menyamai youtuber-youtuber top Indonesia.

Dengan penghasilan yang tinggi dari media sosial para ustaz itu menjadi lebih independen dalam menyampaikan dakwah.

Para ustaz yang berada pada top ranking sepuluh besar bisa dikategorikan sebagai modernis yang mendakwahkan pembaruan ajaran Islam. Banyak di antaranya yang dengan serta-merta digolongkan sebagai salafi dan wahabi yang kemudian didiskreditkan sebagai anti-nasionalisme.

Ketegangan antara gerakan Islam modernis dan tradisionalis sudah terjadi sejak sebelum masa kemerdekaan, ketika pengaruh gerakan pembaruan dari Timur Tengah mulai masuk ke Indonesia dengan dibawa oleh muslim yang baru pulang dari ibadah haji.

Gerakan pemurnian dan kebangkitan Islam ini diperkenalkan oleh Jamaludin Al-Afghani di Mesir melalui gerakan politik Pan-Isamisme. Kemudian ada Muhammad Abduh dari Mesir juga yang memperkenalkan pemurnian dan kebangkitan Islam melalui pendidikan.

Di jazirah Arab muncul Muhammad bin Abdul Wahab yang mengajarkan pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada tradisi salaf era Nabi Muhammad saw.

Ajaran Al-Afghani dan Abduh membawa pengaruh di Indonesia dengan lahirnya gerakan pembaruan dan modernisme yang antara lain melahirkan organisasi Muhammadiyah pada 1912 yang berorientasi kepada pendidikan.

Pada tahun yang sama HOS Tjokroaminoto mendirikan Sarikat Islam yang lebih berorientasi politik.

Gerakan pembaruan dan modernisme ini banyak berbenturan dengan tradisionalisme Islam yang masih mempraktikkan Islam sinkretik. Pada 1926 berdiri Nahdlatul Ulama (NU) yang lebih akomodatif terhadap praktik ibadah sinkretik ala Islam Jawa.

Clifford Geertz membagi strata sosial masyarakat Jawa menjadi santri, priyayi, dan abangan. Kalangan santri lebih banyak mempraktikkan pemurnian Islam, sementara kelompok priyayi dan abangan masih setia dengan pengamalan Islam yang sinkretik yang berbaur dengan mistisisme Jawa.

Ketegangan itu berlanjut sampai sekarang dan mengakibatkan polarisasi yang lebar di antara para pengikunya. Ada kelompok cebong ada kelompok kadrun. Kegaduhan soal wayang adalah bagian dari rentetan ketegangan itu. Daftar ustaz radikal juga buntut dari ketegangan itu.

Polarisasi ini, tampaknya, sengaja dikelola menjadi industri politik yang bisa menghasilkan uang besar, terutama menjelang suksesi 2024 nanti. (*)


Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler