Klaster Perkantoran Membeludak, Saleh Daulay: Harus Ada Sanksi dengan Efek Jera

Kamis, 06 Agustus 2020 – 19:06 WIB
Ilustrasi Covid-19. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA -  Klaster Covid-19 di perkantoran membeludak di DKI Jakarta. Lantas apa sebab dan solusinya?

Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai tingginya orang yang terpapar Covid-19 di kantor pemerintah dan swasta menunjukkan babwa penerapan protokol kesehatan belum berjalan maksimal.

BACA JUGA: Klaster Perkantoran Meluas, Anies Baswedan: Laporkan Kalau Tempat Kerja tidak Taat Protokol

"Bahkan, oleh pegawai yang tergolong well educated people atau masyarakat terpelajar," kata Saleh saat dihubungi JPNN.com, Kamis (6/8).

Pelaksana harian ketua Fraksi PAN di DPR itu mengatakan mereka yang bekerja di perkantoran itu tentu memiliki pengetahuan yang cukup dan well inform alias mendapat informasi yang cukup dan baik terkait Covid-19.

BACA JUGA: Ini 8 Syarat untuk Wisatawan yang Ingin Liburan ke Bali

Namun, ujar Saleh, pada tataran teknis pelaksanaan mereka bisa melaksanakan seluruh protokol kesehatan yang dibutuhkan dalam rangka memutus mata rantai penyebaran corona.

"Jadi, itu indikasi yang pertama," tegas Saleh.

BACA JUGA: Catat! Ini 8 Klaster Berbahaya Rawan Penularan Covid-19

Mantan ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah itu menambahkan indikasi kedua, masing-masing kantor itu ternyata tidak begitu ketat dalam mengawal seluruh karyawan atau pegawainya menerapkan semua protokol kesehatan Covid-19.

"Kelihatan mereka juga mungkin tidak diawasi seperti apakah menerapkan social distancing, jaga jarak seperti apa, pola komunikasi pemakaian masker, bahkan mungkin juga suhu badan tidak dicek ketika masuk dalam perkantoran," terangnya.

Legislator Dapil II Sumater Utara ini menjelaskan bahwa di perkantoran itu sebagian ada ruang tertutup ber-air conditioner (AC) yang tentu sangat riskan dan rentan untuk penyebaran Covid-19.

"Jadi, indikasi kedua, mungkin perkantoran tersebut belum menerapkan protokol kesehatan secara ketat," kata Saleh.

Ketiga, Saleh melihat bahwa sanksi yang diterapkan terkait protokol Covid-19 belum bisa memberikan efek jera, dan membuat masyarakat langsung patuh terhadap seluruh anjuran yang dilaksanakan.

"Itulah sebabnya kejadian itu terus terjadi. Saya sangat khawatir kantor-kantor besar termasuk kementerian itu menjadi salah satu (tempat) penyebaran Covid-19," jelasnya.

Lantas seberapa efektif Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan yang diteken Presiden Joko Widodo 4 Agustus 2020 untuk mencegah corona termasuk di perkantoran?

Saleh menjelaskan inpres ini berkenaan juga dengan aturan turunan lain dalam bentuk peraturan kepala daerah. Nah, kata Saleh, penerapan ini juga tergantung dari peraturan kepala daerah dalam hal ini gubernur, bupati, maupun wali kota.

Saleh meyakini bila aturan yang diciptakan itu memang betul-betul bisa memberikan efek jera, maka masih ada harapan untuk dapat menghambat atau memutus mata rantai Covid-19.

Namun, kata dia, bila peraturannya biasa-biasa seperti dalam inpres tersebut yang berkenaan dengan sanksi maka sulit untuk menciptakan efek jera.

"Dalam inpres itu kan ada sanksi dalam bentuk teguran lisan, teguran tertulis, sanksi administrasi, kerja sosial. Kalau model sanksi hanya seperti itu, pertanyaan saya begini apa itu efektif untuk membuat orang jera?" tanya Saleh.

Pasalnya, Saleh menegaskan, sanksi teguran lisan dan tertulis itu sudah ada sebelum adanya inpres tersebut. Bahkan, penerapannya sudah dilakukan sejak lama.

"Sekarang ini kan aturan tertulis sudah banyak, termasuk imbauan ini itu sudah disampaikan. Orang yang ditegur lisan juga sudah sering, seperti terkait pemakaian masker, jaga jarak, tetapi belum bisa memberikan efek jera," katanya.

Nah, lanjut Saleh, belum pula diketahui kapan aturan kepala daerahnya sebagai turunan inpres itu dibuat. "Kita tidak tahu apakah bisa langsung dibuat, atau masih menunggu karena aturan turunan itu saja satu tahun lagi. Ini kan bahaya," paparnya.

Menurut Saleh, salah satu yang paling utama ialah bagaimana membangun kesadaran kolektif masyarakat untuk menjadikan Covid-19 sebagai common enemy. "Kalau ini sudah terbangun, barulah kita bisa membebaskan diri dari Covid-19, tetapi kalau kesadarn bersama tidak ada, itu agak repot. Karena nanti sebagian melaksanakan, sebagian lagi tidak," pungkasnya.

Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah menyebutkan, pihaknya menemukan sebanyak 90 klaster baru penularan vrius corona jenis baru itu di sektor perkantoran di wilayah DKI Jakarta.

Dari klaster perkantoran di DKI Jakarta, Satgas Penanganan COVID-19 mencatat sudah ada 459 kasus positif COVID-19 hingga Selasa (28/7) kemarin.

Dewi mengungkapkan data tersebut saat menjadi pembicara dalam diskusi virtual berjudul COVID-19 Dalam Angka, yang disiarkan akun Youtube BNPB Indonesia, Rabu (29/7).

Sebelumnya diberitakan Pakar Satgas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah menyebutkan, pihaknya menemukan sebanyak 90 klaster baru penularan virus corona jenis baru itu di sektor perkantoran di wilayah DKI Jakarta.

Dari klaster perkantoran di DKI Jakarta, Satgas Penanganan Covid-19 mencatat sudah ada 459 kasus positif COVID-19 hingga Selasa (28/7). Dewi mengungkapkan data tersebut saat menjadi pembicara dalam diskusi virtual berjudul COVID-19 Dalam Angka, yang disiarkan akun Youtube BNPB Indonesia, Rabu (29/7). (boy/jpnn)

 

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur : Natalia
Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler