jpnn.com, JAKARTA - Balai Taman Nasional Gunung Ciremai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) tengah melakukan bioprospecting mikroba. Kerja sama ini merupakan upaya untuk meningkatkan produktivitas pertanian sehat tanpa pupuk kimia dan pestisida.
Direktur Jenderal (Dirjen) Konservasi dan Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno mengatakan, selama ini penggunaan pupuk kimia dan pestisida telah menyebabkan hilangnya serangga dan burung sehingga membuat penyerbukan gagal.
BACA JUGA: KLHK: Komodo Aset Wisata BesarÂ
Nah, kata Wiratno, salah satu mikroba di Taman Nasional Gunung Ciremai ternyata mampu mempercepat pertumbuhan akar. Penggunaannya diyakini bermanfaat mengurangi kerusakan air tanah, air minum, dan menyehatkan lingkungan.
"Jadi ketika sudah uji lapangan, petani tidak perlu lagi memakai pupuk kimia," kata Wiratno dalam jumpa pers terkait "Bioprospecting Mikroba di Taman Nasional Gunung Ciremai untuk Meningkatkan Produktivitas Pertanian Sehat" di kantor KLHK, Jakarta, Senin (27/5).
BACA JUGA: KLHK Ajak untuk Mengendalikan Penggunaan Plastik
BACA JUGA: KLHK Ajak untuk Mengendalikan Penggunaan Plastik
Menurut Wiratno, penemuan mikroba itu menjadi bukti bahwa kawasan taman nasional merupakan gudang masa depan dalam pengembangan pertanian sehat. "Itu sumbangan kawasan konservasi yang dianggap seolah tidak berguna padahal sangat penting. Masa depan kita nanti adalah bioprospecting," ujar Wiratno.
BACA JUGA: Dharma Wanita Persatuan KLHK Dukung Indonesia Bersih Sampah
"Kalau memang terbukti skala pangan bagus, kenapa tidak untuk ditawarkan ke presiden sebagai program nasional," paparnya.
Dia menjelaskan bahwa hutan hujan tropis juga memiliki banyak materi berguna untuk kehidupan kemanusiaan jangka panjang. "Ini menjadi harta karun nasional, dan menjadi tantangan bersama," ungkapnya.
KLHK menyatakan sebagian besar petani dari 54 desa penyangga langsung menggunakan bahan kimia buatan sebagai penyubur tanaman maupun pembasmi hama.
Praktik yang sudah dilakukan bertahun-tahun ini, dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan ekosistem alam. Baik yang ada di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai maupun di luarnya.
Kondisi ini mengundang keprihatinan Kepala Balai Taman Nasional Gunung Cermai 2015-2017 Padmo Wiyoso. Mulai 2017, dilakukanlah kerja sama penelitian antara Balai Taman Nasional Gunung Ciremai dengan Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB.
Penelitian dilakukan pejabaf fungsional Pengendali Ekosistem Hutan Balai Taman Nasional Gunung Ciremai dan peneliti dari Laboratorium Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB yang dipimpin Suryo Wiyono.
Sebanyak 37 sampel dikumpulkan dari tanah, akar-akaran, dan daun dari berbagai tanaman untuk mendapatkan mikroba berguna. Berdasar hasil isolasi, uji hemolysis, dan uji hipersensitif, menghasilkan tiga kelompok mikroba yang berguna bagi tanaman.
Pertama, cendawan patogen serangan hama, khususnya kelompok wereng dan kutu-kutuan yaitu cendawan hirsutella sp dan lecanicillium sp. Kedua, isolat bakteri pemacu pertumbuhan (plant growth promoting rhizobacteria / PGPR) yaitu C71 yang mampu meningkatkan panjang akar bibit tomat 42,35 persen. Kemudian meningkatkan daya kecambah 178 persen. PGPR tersebut juga mampu membuat tomat lebih tahan penyakit bercak daun.
Ketiga, bakteri yang paling efektif dalam menekan dampak frost bagi tanaman, yaitu PGMJ 1 (asal Kemlandingan Gunung), dan A1 (asal Anggrek Vanda sp), yang keduanya dengan tingkat keefektifan 66,67 persen.
Uji coba lapangan pada tanaman cabe rawit, tomat, dan terong ungu di Seksi Pengolahan Taman Nasional Wilayah I Kuningan, Desa Bandorasa Kulon, Kecamatan Cilimus, Kuningan, sejak Agustus 2018 menunjukkan sejumlah hasil positif. Pun demikian saat uji coba di SPTN Wilayah II Majalengka, pada demplot tanaman padi dan kentang di Desa Bantaragung, Kecamatan Rajagaluh, Kabupaten Majalengka.
Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa mikroba berguna (PGPR) dadi kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai dapat meningkatkan pertumbuhan, menyehatkan tanaman, dan meningkatkan produktivitas.
Bakteri antifrost merupakan sarana alternatif penanganan masalah frost pada tanaman. Bakteri ini merupakan efirit tanaman dataran tinggi seperti Kemlandingan Gunung dan Anggrek Hutan. Bakteri epifitik pada tanaman itu merupakan bagian dari mekanisme adaptasi tanaman menghadapi cekaman suhu rendah maupun frost. Hingga saat ini, penggunaan bakteri epifit asal tanaman dataran tinggi untuk menanggulangi frost pada tanaman, merupakan yang pertama di Indonesia bahkan dunia. Sebagai tindak lanjut penelitian, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai, dan Fakultas Pertanian IPB dengan melibatkan pihak terkait akan menyusun peta jalan yang memuat tahapan karakterisasi molekuler, pengujian dan implementasi lapangan dalam skala yang lebih luas.
Hasil bioprospecting mikroba berguna di Taman Nasional Gunung Ciremai tersebut, merupakan bukti nyata kawasan konservasi adalah genetic tank yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas. Serta mengembangkan pertanian sehat tanpa pupuk kimia atau pestisida.
Padmo Wiyoso menyatakan, bioprospecting sangat berguna sekali bagi masa depan. Karena itu, ujar dia, salah satu dari beragam kekayaan alam Indonesia ini harus dijaga.
"Indonesia dikarunai segitu banyaknya kekayaan alam. Mudah-mudahan ini bisa memberikan kemaslahatan. Pemerintah juga harus amanat dan memberikan kemaslahatan," kata Padmo. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Populasi Satwa Liar Prioritas di Indonesia Meningkat
Redaktur & Reporter : Boy