KLHK Pastikan tidak Ada Merkuri di Poboya

Jumat, 06 Oktober 2017 – 21:23 WIB
Ilustrasi pertambangan. Foto: Jawa Pos.Com/JPNN

jpnn.com, PALU - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) cukup yakin masyarakat penambang di Poboya, Palu, Sulawesi Tengah, sudah cukup lama meninggalkan penggunaan merkuri untuk pertambangan.

Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Yun Insiani mengatakan, kini warga penambang menggantikan merkuri dengan sianida.

BACA JUGA: Wujudkan Bebas Sampah di Gunung, Sungai Hingga Laut

“Mereka saat ini sudah menggunakan sianida, kalau merkuri sudah mereka ditinggalkan,” kata Yun, Jumat (6/10).

Yun menjelaskan, dari hasil pengambilan sampel rambut saat KLHK melakukan observasi langsung ke area pertambangan sekitar Maret dan Agustus 2017 lalu, didapati ada rambut penambang yang mengandung merkuri.

BACA JUGA: Pencegahan Dini, KLHK Berhasil Turunkan Luas Karhutla

Namun, tegas dia, dari hasil pengamatan KLHK itu merupakan dampak penggunaan merkuri di beberapa tahun sebelumnya.

“Efeknya kan akumulasi, makanya merkuri itu disebut bioakumulasi,” ujarnya.

BACA JUGA: Kerja Keras Manggala Agni Menurunkan Titik Api

Menurut dia, mungkin sudah dua atau tiga tahun mereka tidak pakai merkuri. Tetapi sebelumnya mereka pakai merkuri.

“Sehingga itu bisa kami lihat di rambutnya,” kata Yun.

Dia menjelaskan, kini warga sudah mendapat edukasi yang baik soal penggunaan sianida.

Karena itu, KLHK menginginkan penambang bisa memakai sianida secara bertanggung jawab.

Tim KLHK akan mengawasi dan selalu mengedukasi penggunaan sianida di penambangan emas.

Lebih lanjut dia mengatakan, masalah pembinaan masyararakat tambang memang menjadi fokus KLHK.

Termasuklah upaya mereka bekerja dari hulu buat memutus mata rantai perdagangan merkuri.

Sejauh ini, kata Yun, untuk penggunaan merkuri, masih terjadi di sekitar 850 hotspot area penambangan emas skala kecil di seantero tanah air.

Karena itu, dalam waktu dekat pihaknya akan menggalakkan sosialisasi.

“Lalu sianida itu harus ada edukasinya juga. Karena kita sedang mengembangkan teknologi ramah lingkungan, dan itu dapat dijadikan bahan sosialisasi nantinya,” ungkap Yun.

Selain itu, setelah ada ratifikasi Konvensi Minamata di Jenewa yang tertuang dalam UU Nomor 11 tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury.

Yun mengatakan PP Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun juga akan disesuaikan secepatnya dengan menambahkan aturan kalau merkuri itu dilarang di tambang rakyat.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Wira Yudha menyebutkan untuk kepentingan pertambangan saat ini, sianida bisa digunakan sebagai pengganti merkuri.

Sianidasi emas, yang juga dikenal sebagai proses sianida atau proses MacArthur-Forrest adalah teknik metalurgi untuk mengekstraksi emas dari bijih kadar rendah dengan mengubah emas ke kompleks koordinasi yang larut dalam air.

Proses inilah yang paling umum digunakan untuk ekstraksi emas. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KLHK Menangkan Kasus Lingkungan Bernilai Rp 17,82 Triliun


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler