jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah berusaha meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan secara berkelanjutan dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance di antaranya dengan gerakan kota bersih, hijau dan sehat, serta pengendalian pencemaran air dan udara.
Untuk menggugah kesadaran pemerintah daerah dan masyarakatnya menjaga kebersihan dan keteduhan wilayahnya, KLHK menggelar Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Adipura 2019 di Jakarta, Selasa (23/7).
BACA JUGA: Ditjen GakkumKLHK Pamerkan Hasil Kinerja Lima Tahun
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, program Adipura di tahun 2019 direvitalisasi dan ditingkatkan menjadi Program Adipura 2025 dengan mendorong praktik-praktik pengurangan sampah dari sumber hingga circular economy dengan pelibatan seluruh lapisan masyarakat.
Vivien menjelaskan, saat ini kota-kota di Indonesia mengalami peningkatan tekanan terhadap kualitas lingkungan perkotaan. Hal ini seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi perkotaan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat. Berbagai kondisi ini menyebabkan terjadinya berbagai persoalan lingkungan, khususnya persoalan persampahan yang semakin lama magnitude dan dimensinya mengalami peningkatan.
BACA JUGA: KPH Malang Padamkan Karhutla di Gunung Panderman Jawa Timur
BACA JUGA: Menteri Siti Ungkap Rahasia Indonesia Bisa Tekan Deforestasi
Menurut Vivien, ada lima permasalahan mendasar soal persampahan di Indonesia. Pertama adalah tingkat kapasitas pengelolaan persampahan dari pemerintah daerah yang relatif masih rendah. Walaupun angka tingkat pelayanan semakin meningkat dari tahun 2015 sebesar 63,70 persen menjadi 71,59 persen di tahun 2018, namun pengelolaan sampah yang baik dan benar baru menyentuh angka 32 persen.
BACA JUGA: Selamat ! Para Peneliti KLHK Dikukuhkan Sebagai Profesor Riset
“Hal ini disebabkan karena operasional TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang masih dominan dioperasikan secara open dumping (pembuangan terbuka). Pada tahun 2018, TPA open dumping tercatat masih menduduki 55,56 persen secara nasional,” urai Vivien.
Permasalahan kedua yaitu tingkat kepedulian publik yang masih sangat rendah berkaitan dengan pengelolaan sampah. Hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 menunjukkan Indeks Ketidakpedulian Masyarakat Indonesia terhadap sampah mencapai angka 72 persen.
Permasalahan ketiga adalah tren peningkatan sampah plastik. Pada tahun 1995, komposisi sampah plastik sembilan persen, meningkat menjadi sebelas persen di tahun 2005, dan pada tahun 2016 sebesar 16 persen. Apabila tren ini berjalan secara normal business as usual, maka persoalan sampah plastik ini menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan dan lingkungan hidup. Selanjutnya permasalahan keempat adalah peran dan tanggung jawab produsen yang belum menjadi sebuah kewajiban. Terakhir adalah penegakan hukum.
Kelima persoalan mendasar pengelolaan sampah di Indonesia tersebut semakin berat saat ditambah beban baru terkait sampah ikutan dari import scrap (bahan baku) industri kertas, plastik, logam, karet, kaca, dan kain.
Oleh karena itu, upaya menjaga kualitas lingkungan perkotaan menjadi sangat penting. Selain untuk menjaga sustainabilitas pembangunan, kualitas lingkungan perkotaan yang baik dapat meningkatkan daya saing kota dan bangsa Indonesia. Hal ini dapat tercapai jika kota semakin bersih dan bebas pencemaran, sehingga kota semakin sehat dan nyaman serta masyarakat terbebas dari penyakit. (cuy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sambut HKAN, KLHK Sosialisasikan Spirit Konservasi Alam Milenial
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan