jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kembali menargetkan realisasi pemulihan ekosistem gambut dengan tambahan luasan 1.070.940 hektar melalui 147 perusahaan perkebunan.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) M. R. Karliansyah saat membuka acara Pembinaan Teknis Penyusunan Dokumen Rencana Pemulihan Ekosistem Gambut pada Areal Usaha dan/atau Kegiatan Perkebunan di Gedung Bidakara, Senin (26/11).
BACA JUGA: Presiden Serahkan SK Perhutanan Sosial di Sumatera Selatan
“Hingga saat ini, kita telah berhasil memulihkan ekosistem gambut baik berupa pemulihan fungsi hidrologis maupun pemulihan vegetasi seluas 2.589.213,98 hektar dari 167 perusahaan IUPHHK - Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan. Acara hari ini adalah lanjutan pemulihan tahap kedua kepada 147 perusahaan perkebunan yang tergabung dalam grup perusahaan untuk bersama-sama melakukan perbaikan pengelolaan ekosistem gambut dengan potensi pemulihan 1.070.940 hektar lagi,” ucap Karliansyah.
Berdasarkan Keputusan Menteri LHK nomor SK.130/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional, bahwa Indonesia memiliki 865 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dengan luas 24,7 juta hektar yang terdiri atas 12,4 juta hektar di fungsi lindung dan 12,3 juta hektar di fungsi budidaya.
BACA JUGA: KLHK Terus Dorong Perusahaan Lakukan Pengendalian Karhutla
KHG tersebut, termasuk lahan gambut di dalamnya, tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Menurut Karliansyah, jumlah izin di perkebunan maupun HTI yang berada pada KHG sejumah sekitar 600 izin yang telah diterbitkan. Jumlah tersebut secara berangsur-angsur akan mendapat surat perintah pemulihan seluruhnya.
BACA JUGA: Masyarakat Sumatera Selatan Terima SK Perhutanan Sosial
Pada 2017, Kementerian LHK melalui Direktorat Jenderal PPKL telah menerbitkan surat perintah pemulihan tahap pertama terhadap 225 perusahaan perkebunan dan 100 perusahaan HTI.
Surat perintah pemulihan tersebut telah ditindaklanjuti oleh 167 perusahaan HTI dan perkebunan dan saat ini telah ditetapkan sebanyak 8.514 unit titik penataan tinggi muka air tanah manual dan 828 unit titik penataan tinggi muka air tanah otomatis serta 560 titik stasiun pemantauan curah hujan.
Saat ini juga telah terbangun sebanyak 16.546 unit sekat kanal dengan perencanaan sampai tahun 2026 terbentuk 7.726 unit sekat kanal tambahan.
Berdasarkan data pengukuran tinggi muka air tanah yang telah dilaporkan oleh perusahaan secara rutin baik pada perusahaan HTI maupun perkebunan, secara umum menunjukkan hasil yang cukup memuaskan meskipun berbagai upaya perbaikan tetap dilakukan untuk mencapai tinggi muka air tanah 0,4 meter sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2014 Juncto PP nomor 57 Tahun 2016 yang menjadi acuan dalam pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
“Dengan mempertahankan level air 0,4 meter, maka kondisi gambut akan tetap basah sehingga ini menjadi pencegahan awal terhadap potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Dibutuhkan komitmen yang tinggi dan upaya bersama agar pengelolaan ekosistem gambut dapat dilakukan secara berkesinambungan agar dapat memberikan manfaat secara ekonomi namun juga sekaligus menjaga lingkungan untuk terus lestari,” tegas Karliansyah.
Pemulihan Ekosistem Gambut yang rusak menjadi tanggung jawab bersama antara Kementerian LHK melalui Ditjen PPKL, Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, pihak swasta dan masyarakat umum.
Kementerian LHK terus meningkatkan target pemulihan ekosistem gambut setiap tahunnya melalui upaya perbaikan tata kelola air gambut (restorasi fungsi hidrologis) dengan pembuatan sekat kanal hingga pembentukan kemandirian masyarakat.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Isu Lingkungan Hidup Tetap Menjadi Prioritas Daerah
Redaktur & Reporter : Natalia