jpnn.com, JAKARTA - MPR RI tidak pernah mengkaji wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Menurut Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Saiful Hidayat, pembatasan masa jabatan presiden menjadi dua periode merupakan perjuangan maksimal reformasi, setelah di era Orde Baru presiden bisa dipilih berkali-kali.
BACA JUGA: Luhut Binsar Sebut Soal Operasi Militer
Djarot menyebut pihaknya hanya fokus membahas terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
"Badan Pengkajian MPR tetap fokus untuk mengkaji secara mendalam tentang substansi PPHN."
BACA JUGA: Muhaimin Iskandar Segera Dideklarasikan sebagai Kandidat Presiden
"Kami tidak pernah mengkaji secara mendalam tentang keberadaan pasal-pasal di luar PPHN," ujar Djarot dalam diskusi Empat Pilar MPR bertajuk 'Urgensi PPHN dalam Pembangunan Nasional', di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/9).
Djarot membantah MPR akan mengamendemen UUD 1945 karena ingin membuka kotak pandora memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
BACA JUGA: PDIP Teratas, Perindo Buat Kejutan, Pengamat Bilang Begini
"Kita ketika reformasi berjuang maksimal untuk membatasi masa jabatan presiden karena di rezim orde baru (presiden) dapat dipilih sampai enam kali."
"Karena interpretasi dari Pasal 7 UUD 1945 itu macam-macam maka kami hentikan itu. Kami akan melakukan amendemen terbatas khususnya di Pasal 3 dan 23, itu saja," ucapnya.
Amendemen terbatas tersebut menurut dia adalah memberikan tambahan kewenangan kepada MPR RI untuk bisa mengubah dan merumuskan PPHN.
Djarot mengatakan Badan Pengkajian MPR telah melakukan kajian dan hasilnya sudah disampaikan kepada Pimpinan MPR.
"Ini adalah rekomendasi Badan Pengkajian MPR tahun 2020 yang menyangkut tentang Haluan Negara."
"Rekomendasi tersebut kami sampaikan kepada Pimpinan MPR dan disepakati anggota Badan Pengkajian serta ditandatangani seluruh pimpinan, ini agar tidak ada dusta diantara kita dalam prosesnya," katanya.
Dia menjelaskan dalam rekomendasi itu disebut bahwa bentuk hukum untuk PPHN yang terbaik adalah Ketetapan MPR.
Karena itu perlu dilakukan amandemen terbatas, khususnya terkait dengan Pasal 3 dan Pasal 23 UUD NRI Tahun 1945 dengan memberikan tambahan kewenangan kepada MPR untuk merumuskan dan mengubah PPHN.
Djarot menjelaskan untuk proses selanjutnya, rekomendasi tersebut diserahkan kepada Pimpinan MPR dan fraksi-fraksi di MPR, dan apakah akan ditindaklanjuti maka keputusan masing-masing.(Antara/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Ken Girsang