KLKH Ungkap Penyebab Kualitas Udara Jakarta Sangat Buruk Belakangan Ini

Jumat, 11 Agustus 2023 – 17:45 WIB
konferensi pers mengenai “Isu Kualitas Udara Jabodetabek” di kantor Ditjen PPKL Kementerian Lingkungan Hidup, Kebon Nanas, Jakarta Timur, Jumat (11/8). Foto: Ryana Aryadita/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLH Sigit Reliantoro mengungkap penyebab kualitas udara Jakarta sangat buruk belakangan ini.

Hal itu dijelaskan dalam konferensi pers mengenai “Isu Kualitas Udara Jabodetabek” di kantor Ditjen PPKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kebon Nanas, Jakarta Timur, Jumat (11/8).

BACA JUGA: Udara Jakarta Memburuk Lagi, Pakar Ingatkan Penyebabnya dan Putusan Sidang yang Belum Dijalankan

"Jadi, kalau dari segi siklus memang bulan Juni Juli Agustus itu selalu terjadi peningkatan pencemaran di Jakarta karena dipengaruhi oleh udara dari Timur yang kering,” ucap Sigit.

Menurut dia, pihaknya sudah melakukan upaya dari mana sebetulnya sumber pencemaran di DKI Jakarta itu.

BACA JUGA: Rahmania Astrini Kaget Dipilih Jadi Pembuka Konser Coldplay di Jakarta

Pada 2020, Pemprov DKI, Bloomberg, filantropis, kemudian Vita Strategis itu sudah melakukan kajian inventarisasi industri pencemar udara di DKI Jakarta.

Sigit lalu memaparkan dari segi bahan bakar yang digunakan di DKI Jakarta itu bahan bakar itu sebagai sumber emisi, yakni batubara 0,42 persen, minyak 49 persen, dan dari gas itu 51 persen.

BACA JUGA: DPRD DKI Dukung Heru Budi Pilih RDF Dibanding Program ITF Era Anies, Alasannya Begini

"Kalau dilihat dari sektor-sektornya maka transportasi itu 44 persen, industri 31 persen, industri energi manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen, dan komersial 1 persen,” kata dia.

Dari evaluasi, terdapat sejumlah kebijakan untuk mitigasi atau pengendalian pencemaran udara yang mulai ditingkatkan, tetapi ada peluang-peluang yang perlu diperbaiki.

Dia menjelaskan bahwa peluang terbesar untuk memperbaiki kualitas udara adalah dari sektor transportasi, reliable energi, dan alat pengendali pencemaran di industri.

“Sisanya ini tidak terlalu signifikan di DKI itu dari pengendalian peternakan, mencegah pembakaran sampah langsung, mengganti kayu, dan minyak dengan gas untuk kompor kompor listrik,” tuturnya.

Sigit menambahkan bahwa Jakarta juga bisa belajar dari luar negeri untuk memperbaiki emisi. Salah satunya adalah Bangkok.

“Bangkok dulu nomor satu di dunia untuk pencemarannya, tapi sekarang sudah berhasil karena menerapkan teknologi kendaraan bersih,” tambah Sigit. (mcr4/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler