Kualitas udara di Jakarta kembali menjadi sorotan dalam beberapa hari terakhir.

Selasa pagi (13/06), situs IQAir menyatakan kualitas udara di Jakarta berada di peringkat tiga terburuk dunia.

BACA JUGA: Festival CANGKUL X Jakarta Entrepreneur Mendorong Pelaku UMKM Melek Digital

Peringkat Indonesia terus menurun, setelah pekan lalu situs yang sama menunjukkan Jakarta berada di peringkat keempat setelah kota New York, Lahore, dan Dubai,

Indeks kualitas udara di Jakarta pagi tadi berada di angka 155 dengan polutan utama PM 2,5 dan nilai konsentrasi 62.9 µg/m³ (mikrogram per meter kubik).

BACA JUGA: Gelar Penertiban Balap Liar, Polisi Tilang 40 Motor

Dengan demikian udara di Jakarta dinyatakan dalam kategori tidak sehat.

"Konsentrasi PM 2,5 di Jakarta saat ini 12,6 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO," terang situs IQAir.

BACA JUGA: Ekstremisme Kulit Putih Meningkat, Australia akan Larang Simbol NAZI

Menurut IQAir, angka kualitas udara di Jakarta didapat dari 21 kontributor, termasuk dari PurpleAir, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan AirNow.

Urutan pertama kualitas udara terburuk di dunia hari ini dipegang oleh Dhaka, Bangladesh, yang memiliki indeks kualitas udara 173, dan di urutan kedua adalah Delhi, India, dengan indeks kualitas udara 164.'Saya tiup saja'

Pejabat Gubernur DKI, Heru Budi Hartono, memberikan komentar soal kualitas udara Jakarta yang membahayakan kesehatan warganya.

"Saya tiup saja," kelakar Heru sambil memeragakan cara meniup di hadapan awak media, Senin (12/06) kemarin.

Meski tidak menjelaskan dengan rinci upaya yang akan ditempuh oleh Pemprov DKI Jakarta, Heru menyebut masalah polusi udara di Jakarta disebabkan bahan bakar kendaraan bermotor, sehingga solusinya adalah mendorong penggunaan kendaraan bertenaga listrik.

"Ya dipercepat motor listrik, mobil listrik, terus bahan bakarnya yang memang memenuhi syarat. Ya, harus semua pihak mengikutilah," kata Heru.

Menurut Pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, mobilitas masyarakat yang terus pulih menjadi penyebab kualitas udara Jakarta kian memburuk.

"Aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat semakin normal, artinya kembali seperti sebelum pandemi Covid-19, berarti potensi kemungkinan besar polusi semakin meningkat," ujar Yayat.Sumber polusi udara Jakarta

Penggunaan kendaraan pribadi sebagian besar memengaruhi kondisi udara di Jakarta, menurut Yayat.

Pengguna motor di Jakarta saat ini mencapai 13 juta unit, sementara pengendara mobil mencapai 4 hingga 5 juta unit, jelasnya.

"Berarti ada hampir 18 juta unit kendaraan pribadi yang berputar di Jakarta, artinya ini menambah potensi polusi udara yang semakin meningkat," ujarnya.

Yayat menilai jumlah ini masih tidak imbang dengan fasilitas transportasi umum yang tersedia, karenanya target 60 persen penggunaan transportasi publik belum tercapai.

Pembenahan fasilitas transportasi umum sebenarnya sudah dilakukan melalui berbagai pembangunan di sejumlah titik, tapi menurut Yayat hal ini belum bisa menyelesaikan buruknya kualitas udara Jakarta.

Walaupun berkontribusi pada kualitas udara di Jakarta, pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu mengatakan banyaknya kendaraan bermotor tidak melulu sebagai penyebabnya.

"Kendaraan bermotor hanya salah satu penghasil polusi sekitar 30-40 persen," ujar Yannes kepada media Pikiran Rakyat.

"Lalu, ada lebih dari seratus industri dalam radius 100 kilometer dari Jakarta, ada sekitar 10 PLTU batubara yang berkontribusi sekitar 20-30 persen," tambahnya.

"Selebihnya, pembakaran sampah oleh banyak warga dari kawasan radius 100 km dari Jakarta yang diperkuat oleh perubahan pola udara yang membuat stagnasi pergerakan udara yang terakumulasi di Jakarta dan tidak adanya hujan dan kelembaban udara," ujarnya.Putusan pengadilan yang belum dijalankan?

Kualitas udara Jakarta pekan ini mengingatkan kita pada putusan pengadilan dua tahun yang lalu.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan tiga gubernur yaitu Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat, telah melakukan perbuatan melawan hukum dan bertanggung jawab atas terjadinya pencemaran udara di Jakarta.

Dalam putusan 16 September 2021, majelis hakim menghukum kelima tergugat agar melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta.

Hukuman terhadap Tergugat I, yakni Presiden RI, adalah "untuk mengetatkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi," seperti yang dikatakan Ketua Majelis Hakim Saifuddin Zuhri di ruang sidang Hatta Ali PN Jakarta Pusat.

Majelis hakim juga menghukum Gubernur DKI Jakarta untuk melakukan pengawasan terhadap ketaatan setiap orang mengenai ketentuan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup.

Sementara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dihukum agar mensupervisi Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas ketiga provinsi.

Namun, juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Bondan Andriyanu mengatakan belum melihat putusan hakim tersebut dijalankan oleh para tergugat, khususnya oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Gubernur DKI Jakarta juga diminta menetapkan status mutu udara ambien daerah setiap tahunnya dan mengumumkannya kepada masyarakat," kata Bondan, seperti yang dikutip dari Kompas.com.

"Tinggal dicocokan saja apa yang sudah dilakukan Pemprov DKI," tambahnya.

Namun, ia menegaskan masalah polusi udara dan kualitas udara Jakarta juga menjadi tanggung jawab Jawa Barat dan Banten yang statusnya turut tergugat, sehingga "apa apa yang harus dilakukan Jakarta sudah selayaknya dan sepatutnya pula dilakukan oleh Jawa Barat dan Banten, bukan hanya Jakarta."

Bondan juga sepakat, sumber pencemar udara di wilayah DKI Jakarta tidak hanya berupa sumber transportasi, tetapi juga dari sumber tidak bergerak berupa industri, yang harus menjadi perhatian semua pihak.

"Bahkan CREA (Penelitian Energi dan Udara Bersih) pernah membuat modeling bagaimana PLTU di sekitar Jakarta polusinya bisa sampai ke kota Jakarta pada kondisi dan musim tertentu," jelasnya.

Sambil menunggu langkah pemerintah lebih lanjut untuk memperbaiki kualitas udara kota Jakarta, situs IQAir menyarankan warga untuk memakai masker apabila sedang berada di luar, menyalakan penyaring udara atau 'air purifier', menutup jendela untuk menghindari udara yang kotor, serta menghindari aktivitas di luar ruangan.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahasiswa Indonesia Berharap Jam Kerja Mereka di Australia Tak Perlu Dibatasi

Berita Terkait