Peringatan Hari Pahlawan

KNPI Dorong Penguatan Identitas Kebangsaan di Era Milenial

Sabtu, 11 November 2017 – 11:35 WIB
Ketua Umum DPP KNPI Muhammad Rifai Darus. Foto: Dok. KNPI

jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) mendorong generasi muda untuk memaknai peringatan hari pahlawan sebagai momentum untuk menguatkan identitas kebangsaan di era milenial saat ini. Tekad memperjuangkan nasionalisme itu berkaca pada semangat kepahlawanan 72 tahun silam, semangat kepahlawanan begitu membara dan menjadi perekat persatuan melawan kolonialisme Jepang, Belanda sampai Inggris atau tentara sekutu.

“Hanya dengan kekuatan tekad, dan bermodal semangat baja, pasukan sekutu kewalahan menghadapi kekuatan rakyat Indonesia yang saat itu tidak didukung oleh persenjataan mutakhir,” kata Ketua Umum KNPI Muhammad Rifai Darus dalam keterangan persnya diterima Sabtu (11/11).

BACA JUGA: Koarmabar Peringati Hari Pahlawan

Menurutnya, para pejuang, pahlawan, pendiri negara ini telah lama menyadari bersama bahwa kemerdekaan yang diperjuangkan tidak sekadar mendirikan negara, berdaulat atau mempertahankannya. Lebih jauh lagi, kesepahaman dan kesadaran kesejarahan cukup lama, tertanam dalam relung kebatinan untuk membentuk sebuah bangsa.

Kini, di saat abad milenial tantangannya telah bergeser. Tantangan kaum muda abad milenial, begitu pelik, kompleks dan tidak mudah. Tantangan eksternal meliputi kebebasan dan keterbukaan lalu lintas barang, modal, informasi, hingga budaya dari satu negara ke negara lain.

BACA JUGA: Indonesia Peringati Hari Pahlawan, Ini Pesan dari Fadli Zon

Menurut MRD sapaan Muhammad Rifai, fenomena globalisasi itulah yang menciptakan iklim kebebasan, persaingan begitu kompetitif, ketat dan tajam. Mengingat, tidak semua ekses globalisasi itu berdampak positif dan selaras dengan kebudayaan dan tradisi yang telah mengakar kuat di Indonesia.

MRD mengungkapkan arus informasi yang sejalan dengan revolusi industri telekomunikasi dan interkoneksi, dapat dengan mudah menggeser pemahaman dan kesadaran kesejarahan kaum muda. Melalui smartphone, kita bisa mendapatkan, memproduksi atau menyebarkan informasi. Tidak jarang, media sosial menjadi medium penyebaran informasi, konten hoaks atau yang sarat dengan ujaran kebencian (hate speech).

BACA JUGA: Kelakuan ASN, Lainnya Upacara, Ini Malah Berteduh

Ia mengingatkan informasi yang menyebar begitu deras dan cepat, tanpa filter dan verifikasi lebih lanjut, berujung pada retaknya persatuan dan persaudaraan sesama anak bangsa. Meski telah terbit UU ITE dan SE Kapolri tentang ujaran kebencian, tetapi upaya komprehensif berikut tata aturan hukum penindakannya harus diatur lebih khusus.

Berikutnya, tantangan internal kita adalah tersebar di level makro dan mikro. Pada level makro meliputi krisis ketauladanan dan rapuhnya mentalitas kebangsaan. Indikasinya, kita begitu mudah menciptakan kegaduhan di level elit akibat pernyataan-pernyataan politik yang memperkeruh iklim persatuan.

Tak kalah penting adalah ketimpangan, ancaman (potensi) daya beli masyarakat, pengangguran serta ketahanan fiskal kita untuk memenuhi kebutuhan domestik sekaligus penopang pembangunan.

Pada aspek mikro, menurut MRD, kita melihat begitu mudahnya antar kelompok masyarakat tergiring oleh isu atau informasi yang menyesatkan serta menjadi korban dari komoditas politik kelompok elit. Pada level tertentu, bila hal itu bertalian dengan demokrasi elektoral, kita menyaksikan betapa mudahnya masyarakat terpecah untuk membela atau menyalahkan kubu tertentu. Ke depan perlu diatur lebih lanjut dan tegas untuk tidak menggunakan kampanye hitam (black campaign) dalam setiap hajat politik elektoral.

Apa yang telah diperjuangkan para pahlawan, merupakan warisan tak ternilai dan begitu berharga untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan sebagai negara yang berdaulat. Bila kesadaran kesejarahan itu tidak kita internalisasi sebagai nilai, sikap hidup, laku dan tindakan, maka cepat atau lambat, negeri ini akan menuju perpecahan. Warisan berharga berikutnya, betapapun perbedaan diantara kelompok pejuang atau pendiri bangsa berlangsung sengit, mereka bisa bersatu padu meletakan fondasi bernegara dan berbangsa.

“Tugas kita saat ini bagaimana merumuskan narasi kebangsaan di tengah perubahan tantangan dan pergeseran tatanan dunia. Yang berangkat dari kesadaran bersama, bahwa apa yang kita lakukan saat ini, baik-buruknya akan dirasakan oleh generasi berikutnya,” katanya.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ajak Generasi Milenial Hargai Pahlawan, Go-Jek Gelar Pameran


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler