jpnn.com, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi mempertanyakan urgensi pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN), perubahan dari Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas).
Rencana pembentukan DKN sebelumnya disampaikan Kepala Biro Persidangan, Sisfo, dan Pengawasan Internal Wantannas Brigjen TNI I Gusti Putu Wirejana yang mengaku sudah bersurat kepada Presiden Joko Widodo.
BACA JUGA: Guru Honorer Daerah Ini yang Terima TPG Siap-Siap Kehilangan Insentif
Juru bicara koalisi Ikhsan Yosarie menilai pembentukan DKN merupakan agenda lama yang pernah dimasukkan melalui RUU Kamnas, tetapi gagal setelah mendapat penolakan masyarakat sipil.
"Saat ini pembentukan DKN akan dilakukan melalui peraturan presiden (Perpres). Langkah pemerintah saat ini merupakan jalan pintas pasca-RUU Kamnas gagal disahkan," ujar Ikhsan dalam keterangan di Jakarta, Senin (29/8).
BACA JUGA: Putri Candrawathi Mengaku Korban Pelecehan Seksual, Analisis Reza Indragiri Beda, Oh
Peneliti Setara Institute itu mempertanyakan urgensi pembentukan DKN saat ini karena akan menimbulkan tumpang tindih (overlapping) dengan kerja dan fungsi lembaga negara yang ada.
Menurut dia, saat ini sudah ada lembaga yang melakukan fungsi koordinasi bidang keamanan nasional, yaitu Kemenko Polhukam, selain Lembahas, Wantimpres, dan Kantor Staf Presiden (KSP) yang memberi masukan kepada presiden.
BACA JUGA: Al Araf Mengkritisi Rencana Pembentukan DKN & Revisi UU TNI
"Jika pemerintah tetap bersikeras membentuk DKN, maka fungsi lembaga tersebut harus dibatasi hanya untuk memberikan pertimbangan atau nasihat kepada Presiden," ujarnya.
Ikhsan menuturkan pembentukan DKN yang terburu-buru dan terkesan tertutup patut dicurigai sebagai upaya pemerintah membentuk wadah represi baru, seperti Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pada masa orba.
Konon, DKN bakal memiliki fungsi pengendalian penanganan krisis nasional, serta pengelolaan data dan informasi dengan kewenangan luas yang dapat mengontrol kondisi stabilitas keamanan yang potensial berdampak pada hak asasi manusia.
"Fungsi kelembagaan pengendali seperti DKN ini serupa tetapi tak sama dengan Kopkamtib pada masa orde baru dan ini berbahaya bagi kondisi HAM," ujarnya.
Koalisi yang terdiri dari KontraS, Imparsial, PBHI Nasional, YLBHI, LBH Jakarta, LBH Pos Malang, Setara Institute, hingga Amnesty International Indonesia mengingatkan bahwa UU Pertahanan Negara mengamanatkan pembentukan Dewan Pertahanan Nasional (DPN), bukan DKN.
"Yang ada justru saat ini pemerintah malah ingin membentuk DKN. Langkah tersebut justru melenceng jauh dari amanat UU yang sudah ada," ujar Ikhsan.
BACA JUGA: Siapa Pengirim Karangan Bunga yang Minta Irjen Ferdy Sambo Jangan Gentar?
Koalisi tersebut juga menolak revisi UU TNI dengan tujuan melegitimasi penempatan TNI dalam jabatan sipil. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam