jpnn.com - JPNN.com – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebut tenaga kerja asing (TKA) ilegal tidak sampai angka 1.000. Data itu patut dipertanyakan.
Sebab, jumlah TKA yang mereka sebutkan sangat timpang dengan data keimigrasian pekerja asing yang dikeluarkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
BACA JUGA: Jokowi Bilang, Tenaga Kerja Asing Hanya di Awal Proyek
Sesuai data Ditjen Imigrasi, warga negara asing (WNA) yang mengurus izin tinggal terbatas (Itas) dan izin tinggal tetap (Itap) per 18 Desember lalu sebanyak 164.698.
Izin tinggal itu bisa digunakan untuk bekerja di Indonesia. Sementara data TKA yang dirilis Kemenaker 74.183.
BACA JUGA: Presiden Jokowi: Jadi Saya Ingatkan Lagi...
Dengan demikian, terdapat selisih 90.515 izin tinggal warga asing. Jumlah itu berpotensi menjadi TKA ilegal karena tidak mengurus izin kerja di Kemenaker.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengamini selisih tersebut mengindikasikan bahwa ada celah warga asing yang bekerja di Indonesia secara ilegal.
BACA JUGA: Wajar Jika Presiden Tolak 10 Juta
Hal itu bisa dilihat dari UU Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian yang menyebut bahwa Itas dan Itap bisa diberikan bagi pekerja, investor, hingga orang asing yang menikah dengan warga Indonesia.
”Logikanya, buat apa mereka minta izin tinggal di Indonesia, kalau bukan untuk bekerja?,” ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin (27/12).
Modus bekerja yang hanya menggunakan izin tinggal ditengarai merupakan cara untuk menghindari kewajiban badan atau instansi membayar dana pengembangan keahlian dan keterampilang (DPKK) sebesar USD 100 per TKA per jabatan per bulan.
Pemerintah pun dinilai tidak tegas menyikapi TKA ilegal, khususnya dari Tiongkok. Sebaliknya, persoalan itu justru direspon berlebihan, seperti mencari sumber provokator penyebar isu soal serbuan TKA.
Padahal, bila pemerintah bijak, informasi itu mestinya bisa dijadikan acuan untuk terjun ke lapangan. ”Fakta kehadiran TKA ilegal itu memang ada, apalagi dari Tiongkok,” tuturnya.
Timboel mengaku kerap menjumpai TKA yang tidak sesuai ketentuan ketenagakerjaan. Dia menceritakan pengalamannya bertemu warga asing yang bekerja di sebuah perusahaan swasta asing di Jakarta.
TKA itu bernama Le Hang, kewarganegaraan Tiongkok. Perempuan tersebut bekerja sebagai operator engineering.
”Saat saya ajak bicara, sama sekali tidak bisa bahasa Indonesia, bahasa Inggrisnya saja masih terbata-bata,” bebernya.
Temuan itu mengindikasikan lemahnya pengawasan ketenagakerjaan dan imgrasi. Pemerintah semestinya merespon temuan itu dengan memperkuat pengawasan.
Bukan malah ngotot mempertahankan data masing-masing. ”Koordinasi antara Kemenaker, imigrasi dan polisi harusnya diperkuat,” ucapnya.
Dia menambahkan, TKA ilegal bisa dikategorikan menjadi 2 jenis. Yakni TKA tanpa ijin atau IMTA (izin mempekerjakan tenaga asing) dan TKA yang punya izin tapi jabatan dan posisi pekerjaan tidak sesuai dengan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA).
Keduanya menyalahi aturan dan harus ditindak tegas. ”Jadi yang legal itu belum tentu sesuai ketentuan di UU atau peraturan menaker,” imbuhnya.
Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM Agung Sampurno menerangkan, data orang asing yang dikeluarkan lembaganya memang belum mencerminkan jumlah TKA.
Namun, dia tidak menampik bahwa mayoritas izin tinggal yang diberikan kepada orang asing banyak digunakan untuk keperluan bisnis dan investasi.
”Memang perlu dilihat (satu per satu) apakah mereka punya izin kerja (dari Kemenaker) atau tidak,” tuturnya.
Sayang, Kemenaker belum merespon selisih data dan kritik lemahnya pengawasan ketenagakerjaan itu. Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan Kemenaker Maruli Apul Hasoloan belum memberikan komentar saat dikonfirmasi melalui pesan singkat.
Dia juga tidak merespon saat dihubungi. Pejabat berwenang lainnya juga tidak berada di kantor saat wartawan koran ini mencoba menemui.
Meski demikian, sumber di Kemenaker mengatakan, ketimpangan data antara imigrasi dan Kemenaker tentang TKA memang wajar terjadi. Sebab, data di Kemenaker hanya mencatat pekerja asing yang mengurus izin kerja.
Sementara warga asing yang tidak mengurus izin, belum terdeteksi berapa jumlahnya. ”Kalau (TKA ilegal) yang ditemukan selama ini tidak sampai 1.000,” dalihnya.
Sementara itu, Presiden Joko widodo kembali membantah menjamurnya tenaga kerja asing tanpa skill di Indonesia.
Namun, kali ini dia memberikan contoh lewat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Minahasa dan Lampung. Kedua proyek itu menggunakan tenaga kerja lokal.
’’Kita lihat di Lahendong (Minahasa), Tenaga Kerja Asing itu hanya datang sebentar di awal-awal, bantu kita siap-siap,’’ ujarnya usai peresmian PLTP Lahendong dan Ulubelu di Minahasa kemarin (27/12). Keberadaan TKA itu untuk keperluan transfer teknologi kepada tenaga kerja lokal.
Untuk selanjutnya, proyek itu digarap oleh tenaga lokal hingga selesai dan beroperasi. PLTP Lahendong menyerap 750 tenaga kerja lokal. Sementara, PLTP Ulubelu di Tanggamus, Lampung, menyerap sekitar 2.000 tenaga kerja lokal dalam proses pembangunannya.
’’Jangan ada yang percaya dan sebar fitnah soal tenaga kerja dan investasi yang dibilang sebagai ancaman,’’ lanjutnya.
Bila memang ada tenaga kerja asing ilegal, sudah ada lembaga yang berwenang untuk menindak. Yakni, Imigrasi dan Kemenaker.
Kedua instansi tersebut memiliki fungsi masing-masing. Imigrasi menangani keluar masuknya warga asing, sementara Kemenaker menangani persoalan ketenagakerjaan. (tyo/byu/jun/dod)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Simak! Ketum Apindo Bicara soal Isu Tenaga Kerja Asing
Redaktur : Tim Redaksi