jpnn.com, JAKARTA - Deputi Bidang Kajian Kebijakan Lembaga Administrasi Negara (LAN) Muhammad Taufiq mengatakan, kehadiran wakil pemerintah sebagai komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bertentangan dengan etika profesi aparatur sipil negara (ASN).
"Saya kira dalam UU Nomor 5/2014 tentang ASN sudah jelas disebutkan PNS memiliki tiga fungsi utama. Yaitu, pelaksana kebijakan, pemberi pelayanan publik dan perekat bangsa. Jadi ketika rangkap jabatan maka itu menciptakan konflik kepentingan," ujar Taufiq dalam diskusi di Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (6/6).
BACA JUGA: Wow, ada 222 Komisaris BUMN Rangkap Jabatan
Konflik kepentingan kata Taufik, muncul antara peran sebagai pemerintah atau regulator, dengan BUMN sebagai operator yang diawasi.
"Ini yang banyak disoroti terjadi, di mana pejabat kementerian merangkap jabatan pada BUMN yang bergerak di sektor yang diawasinya," ucap Taufiq.
BACA JUGA: Menhub Minta 2 BUMN ini Bangun Rumah Kita
Menurut Taufik, rangkap jabatan PNS dilakukan sebagian besar pejabat Eselon I, II dari sejumlah kementerian. Hal tersebut sangat tidak sesuai dengan semangat reformasi birokrasi. Di mana perbaikan remunerasi yang telah diterima diharapkan mampu membuat PNS lebih profesional dan fokus pada bidang tugasnya masing-masing.
"Jadi saya kira penting ada pengawasan lebih ketat terhadap ASN yang rangkap jabatan. PNS boleh saja rangkap jabatan sepanjang melepaskan jabatannya di birokrasi pemerintah," pungkas Taufiq.
BACA JUGA: Ada Oknum Komisaris BUMN Anti-Pancasila, Mendagri: Harus Dicopot Dong!
Sebelumnya, Data Ombudsman Republik Indonesia (ORI) memperlihatkan, dari 541 jabatan komisaris di sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) ada 222 jabatan komisaris yang dirangkap oleh pelaksana pelayanan publik.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wow, Gaji Direksi Jasa Marga Sebegini Besarnya
Redaktur & Reporter : Ken Girsang