Komarudin Watubun: Jangan Hilangkan Potensi Posisi Indonesia

Senin, 07 Mei 2018 – 20:53 WIB
Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI Perjuangan Komarudin Watubun. Foto: Charlie Lopulua/Indopos/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI Perjuangan Komarudin Watubun mengatakan, saat ini ada tujuh jalur pelayaran internasional yang boleh dilalui dengan hak lintas damai.

Dari jumlah itu, empat di antaranya ada di Indonesia. Yakni, Selat Sunda, Selat Makassar-Lombok, Selat Ombai-Wetar, dan Selat Malaka (di antara Indonesia dan Semenanjung Malaysia).

BACA JUGA: Politkus PDIP Asal Papua Dinilai Layak Dampingi Jokowi

Tiga lainnya adalah Terusan Suez, Terusan Panama, dan Selat Gibraltar.

Menurut Komarudin, keberadaan empat jalur itu seharusnya bisa memberikan manfaat besar kepada Indonesia.

BACA JUGA: Akademisi Undana Kagumi Buku Karya Komarudin Watubun

"Ini kekuatan yang dahsyat yang tidak dimiliki wilayah lain di dunia," kata Komarudin dalam acara Kaderisasi Nasional PDI Perjuangan di Wisma Kinasih, Depok, Senin (6/5).

Anggota DPR RI yang karib disapa Bung Komar itu merujuk pada Kovensi Hukum Laut PBB. Jika diperinci, sambung Komarudin, luas wilayah laut Indonesia mencapai 5,8 juta kilometer persegi.

BACA JUGA: Bung Komar Beber Arti Penting Segitiga Maluku, Papua dan NTT

Komposisinya adalah laut teritorial seluas 0,8 km persegi, laut nusantara 2,3 juta km persegi, dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,7 juta km persegi.

“Dengan fakta ini, menujukkan tidak hanya posisinya yang stategis, namun dengan 75 persen wilayah Indonesia yang terdiri dari laut ini mengandung potensi kandungan gas, minyak bumi, dan bahan tambang lain di dasar laut Indonesia yang sangat besar,” tambah Komarudin.

Komarudin mencontohkan wilayah di kampung halamannya, Maluku.

“Blok Masela yang terletak di Pulau Aru memiliki cadangan gas mencapai sekitar 10,7 TCF (triliun cubic feet). Ini salah satu cadangan gas terbesar di Indonesia,” kata anggota Komisi II DPR RI itu.

Dia menambahkan, selain gas, perairan ZEE berpotensi menghasilkan 6,7 juta ton ikan per tahun.

Dalam acara itu, Komarudin juga menukil data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan potensi pendapatan sektor perikanan laut Indonesia jika tanpa illegal fishing mencapai Rp 365 triliun per tahun.

Namun, illegal fishing membuat pendapatan Indonesia hanya berkisar Rp 65 triliun per tahun.

“Ini tantangan bagi aparat, pemerintah dan kita semua” tegas Komarudin.

Karena itu, dia berharap para generasi penerus bangsa harus kreatif, inovatif, dan memiliki terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Jangan lagi hanya bangga dengan kekayaan bangsa, tetapi menyerahkan pengelolaannya kepada asing karena malas belajar dan bekerja. Jika itu yang terjadi, bangsa kita akan selalu dalam keadaan terjajah,” ujar Komarudin.

“Jangan sampai juga Tuhan murka karena kita tidak mensyukuri untuk bangsa kita. Jadilah anak bangsa yang tidak berpangku tangan,” tegas Bung Komar.

Dia menambahkan, kekuatan lain Indonesia adalah jumlah pulau yang sangat banyak.

Berdasar data BPS pada 2014, pulau di Indonesia berjumlah 17.504. Hal itu telah ditekankan Presiden Soekarno dengan mendesak Perdana Menteri Djuanda membuat Deklarasi Wawasan Nusantara.

“Saat itu, PM Djuanda membuat Deklarasi Djuanda’ pada 13 Desember 1957 yang menyatakan bahwa Indonesia sebagai Negara Kapulauan,” tegas Komarudin.

Sebagai negara kepulauan, sambung Komarudin, Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) menjadi ketetapan alur untuk pelaksanaan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan berdasarkan konvensi hukum laut internasional.

Menurut Komarudin, ALKI merupakan alur untuk pelayaran dan penerbangan yang dapat dimanfaatkan oleh kapal atau pesawat udara asing di atas laut tersebut untuk melakukan pelayaran dan penerbangan damai dengan cara normal.

Terdapat tiga ALKI yang sudah disepakati Internasional Maritim Organization (IMO). Yakni, ALKI I, ALKI II, dan ALKI III.

ALKI I meliputi Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan. ALKI II meliputi Selat Lombok, Selat

Makasar, dan Laut Sulawesi. Dan ALKI III terdiri dari ALKI III-A yang meliputi Laut Sawu, Selat Ombai-Wetar, Laut Banda (Sebelah Barat Laut Buru), Laut Seram (sebelah Timur Pulau Mongole), Laut Maluku dan Samudera Pasifik.

ALKI III-B meliputi Laut Timor, Selat Leti, Laut Banda (Barat Laut Buru), selanjutnya ke ALKI III-A.

ALKI III-C meliputi Laut Arafuru, Laut Banda (Barat Pulau Buru) selanjutnya terus ke ALKI III-A.

Dari tinjauan sejarah, kata Komar, pentingnya posisi Indonesia, khususnya wilayah

ALKI III pernah digunakan oleh Jenderal Douglas MacArthur untuk merebut kembali Filipina.

Menurut Komar, dalam sejumlah referensi dinyatakan akan meninggalkan benteng pertahanan terakhir Amerika Serikat di Bataan, Filipina menuju Australia pada 11 Maret 1942 karena terdesak oleh Jepang, Jenderal MacArthur mengeluarkan kalimat "I come through and I shall return” atau dikenal dengan istilah I shall return (saya akan kembali).

Untuk merebut kembali Filipina, Jenderal McArthur memulainya dengan mencaplok Pulau Morotai di Maluku Utara dari Jepang pada Juli 1944.

“Dari sanalah dengan strategi loncat katak (menguasai pulau-pulau strategis) MacArthur berhasil menguasai kembali Filipina bahkan kemudian menaklukkan Jepang,” kata pria yang baru saja meluncurkan buku berjudul Maluku: Staging Point RI Abad 21, Sejak 800 Tahun Maluku; Dulu, Kini dan Ke Depan. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 5 Pesan Habib Rizieq Untuk PDI Perjuangan


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler