jpnn.com, JAKARTA - Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) Arif Maulana mengecam keras Kepolisian Republik Indonesia (Polri), karena mengancam tidak menerbitkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kepada pelajar yang mengikuti demonstrasi menolak UU Cipta Kerja (Ciptaker).
"Jika benar hal tersebut dilakukan, tindakan tersebut jelas bentuk kesewenang-wenangan aparat dan pejabat publik serta merupakan pelanggaran hak warga, bentuk penghalangan hak konstitusional warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka umum," kata Arif saat dihubungi jpnn, Kamis (15/10).
BACA JUGA: KPAI: Ancaman Polisi kepada Pelajar Kontraproduktif dengan Prinsip Pembinaan
Selain bernuansa kesewenang-wenangan, kata Arif, langkah polisi tadi menunjukkan bahwa Korps Bhayangkara tidak independen. Utamanya dalam merespon aksi unjuk rasa masyarakat terhadap pengesahan UU Ciptaker.
"LBH Jakarta mengingatkan Polri untuk tidak jadi alat represi pemerintah untuk menghalang-halangi aksi unjuk rasa warga yang menolak UU Cipta Kerja," tutur dia.
BACA JUGA: Kata Anies Baswedan soal Polemik Hukuman bagi Pelajar Ikut Demo Tolak Cipta Kerja
"Jika hukum dan aparat penegak hukum bekerja bukan berdasarkan aturan hukum, tetapi berdasarkan kemauan penguasa, hukum hanya akan menjadi alat menindas rakyat bukan untuk melindungi rakyat," ungkap dia.
Arif pun menjelaskan, SKCK ialah catatan tertulis kepolisian yang diselenggarakan Polri terhadap seseorang yang pernah melakukan perbuatan melawan atau melanggar hukum.
BACA JUGA: Sebentar Lagi Terungkap Identitas Oknum yang Sengaja Undang Pelajar untuk Ricuh di Demo 1310
Menurut Arif, perbuatan melawan hukum ini baru bisa tercatat ketika muncul keputusan sidang. Bukan saat seseorang hendak mengikuti demonstrasi.
"Pelajar yang ditangkap secara sewenang-wenang karena baru akan mengikuti unjuk rasa tidak dapat dinyatakan melanggar hukum karena setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," ungkap dia. (ast/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan